SuaraSumsel.id - Seseorang korban perpeloncoan di kampus Universitas Sriwijaya atau Unsri menceritakan bagaimana ia menjadi korban aksi tersebut saat masih berkuliah di tahun kedua.
Dia mulai menceritakan bagaimana ia menjadi korban dengan tulisan bahwa apa yang diceritakannya merupakan kisah nyata tentang perpeloncoan yang dialami di lingkungan indekos mahasiswa Unsri.
"Tentunya banyak di antara kita sudah mendengar bahwa mahasiswa batak melakukan perploncoan dan bully di lingkungan kostannya. Tentunya kejadian ini sudah terjadi sejak lama dan belum ada yang berani speak up karena takut di intimidasi dan berbagai ancaman lainnya," ujar korban ini.
Dia mengungkapkan perpeloncoan yang dilakukan oleh perkumpulan bukan organisasi legal di kampus. Mulanya mereka (perkumpulan mahasiswa Batak) mencari biodata mahasiswa baru yang memiliki marga yang dinyatakan lulus di Unsri, kemudian mereka mencari sosial medianya untuk memulai berkomunikasi.
Baca Juga:Bersama Alex Noerdin, Mantan Ketua KONI Sumsel Muddai Madang Dituntut 20 Tahun Penjara
"Tentunya penawarannya sangat menarik, mulai dar penjemputan di Palembang hingga ke kos, dicarikan kos di dekat Unsri dengan harga murah dan siap membantu adiministrasi mahasiswa baru tersebut. Seketika semuanya menggiurkan, mungkin bagi kita mahasiswa baru akan merasa tersanjung dan mau bergabung," sambung ia.
"Namun serigala berbulu domba telah memainkan permainan sesungguhnya. Mahasiswa baru yang sudah bergabung akan terus dikumpulkan hingga subuh yang disertai pukulan dan bully. Selain dampak fisik dan mental, hal tersebut juga berdampak pada akademik mereka yang sering tidak masuk kuliah karena ketiduran," ujar ia.
Cerita ini pun berasal dari teman saya yang masih berada di dalam perkumpulan itu dan beberapa diantaranya sudah keluar dari perkumpulan tersebut.
"Saya pernah mengalami hal tersebut di kumpulan mahasiswa batak hukum, saya di ajak bergabung ketika mahasiswa baru dengan godaan bahwa akan di ajak belajar bareng sebelum ujian dan akan ada jaringan alumni. Nyatanya setelah saya bergabung, tepatnya di malam penerimaan mahasiswa baru justru saya ditampar lebih dari setengah jam di sebuah tempat jauh dari kampus dan situasinya gelap," sambung korban.
"Saya sudah cerita dengan senior saya namun tidak ada yang berani mengutarakannya ke publik. Akhirnya setelah saya pelajari, saya putuskan untuk tidak ada pembentukan kumpulan batak di fakultas hukum agar kejadian serupa tidak terulang lagi," ungkap korban.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca pada Hari Kenaikan Isa Almasih, 26 Mei 2022: Sumsel Berawan
"Saya mencoba membuat organisasi mahasiswa batak di unsri agar dapat legal di internal kampus seperti kedaerahan lainnya yang sudah di lengkapi dengan AD/ART, GBHO dan panji-panji organisasi lainnya. Nyatanya kami mendapat penolakan dari golongan mereka karena mereka takut," sambung ia.
"Selama pertemuan untuk membahas peleburan antara perkumpulan itu dengan organisasi yang kami bentuk. Kami mengalami cacian, katakata kasar, bahkan pemukulan kepada anggota perempuan dan laki-laki kami," ujarnya.
Korban pun berharap agar cerita ini tersebar dan mahasiswa baru angkatan tahun ini, bisa menghindarinya.
"Saya harap cerita ini cepat tersebar agar mahasiswa baru angkatan 2022 atau mahasiswa baru angkatan 2020 dan 2021 yang belum pernah ke kampus bisa menghindarinya. Perlu digarisbawahi bersama bahwa mahasiswa batak bukan hanya berasal dari perkumpulan itu saja," sambung korban.
"Masih banyak mahasiswa batak lain yang tidak tergabung namun berperan aktif dalam membanggakan nama baik unsri. Cerita ini untuk menyadarkan mahasiswa, mahasiswa baru, maupun calon mahasiswa bersuku Batak agar tidak bergabung dengan perkumpulan tersebut," tutup tulisannya.
Kepada Suara.com, korban pun berharap agar pihak berwenang juga menyusut hal ini. "Saya pernah coba laporkan hal ini ke kampus, namun sifatnya mereka hanya preventif / pencegahan. Padahal bisa lebih menyusut. Sejak saya speak up di media sosial, saya pun kini terima ancaman baik dari akun fake ataupun yang saya tahu orangnya," ujar dia.
Dia pun mengungkapkan motif menceritakan kisah ini karena masih ada mahasiswa Batak yang memiliki akal sehat dan menghindari perploncoan seperti demikian.