Larangan Ekspor Minyak Goreng Berlaku, Petani Sawit Sumsel Harap Pabrik Tidak Tetapkan Harga TBS Sepihak

Petani harap respon melarang ekspor CPO dapat segera dikendalikan, meminmalisir dampak terutama bagi petani.

Tasmalinda
Selasa, 26 April 2022 | 12:59 WIB
Larangan Ekspor Minyak Goreng Berlaku, Petani Sawit Sumsel Harap Pabrik Tidak Tetapkan Harga TBS Sepihak
Tanda buah segar atau TBS Perkebunan Sawit di Sumsel [Suara.com/Tasmalinda]

SuaraSumsel.id - Pada lusa, 28 April 2022 larangan ekspor CPO resmi berlaku. Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng sawit atau refined, bleached, deodorized (RBD) Palm Olein. Kebijakan ini diharapkan berdampak minimal terutama bagi petani Sumsel.

"Setelah pidato Pak Presiden, besoknya di respon pengusaha pabrik kepala sawit dengan cara menurunkan harga TBS petani, akhirnya harga TBS petani terkoreksi," ujar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Sumatera Selatan atau Sumsel, M Yunus kepadaSuara.com, Selasa (26/4/2022).

Dia mengatakan secara pribadi mendukung niat baik Presiden Jokowi dengan niat ketersedian minyak goreng bisa diperoleh dengan harga terjangkau.

Hanya saja, metode yang diambil kurang tepat."Niat baiknya kita harga tetapi caranya kurang tepat. Dari kebijakan ini membuat harga TBS petani sawit turun sebanyak 40 persen,"  lanjut Yunus.

Baca Juga:Fakta-Fakta Foto Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Disidak di Rutan Tersebar Luas

Yunus memaparkan, harga TBS sebelum pidato Presiden Jokowi masih di angka Rp3.700 per kilogram untuk penetapan Provinsi Sumsel. Sementara saat ini berada pada angka Rp2.000 per kilogram.

"Bahkan ada yang Rp1.800 harga TBS-nya per kilogram, luar biasa sekali dampaknya ini. Harga TBS seluruh Indonesia ini jatuh. Hanya berjarak satu hari, direspon oleh pabrik. Turun 40 persen," jelasnya.

Dampak tersebut dialami para petani swadaya yang tidak bermitra dengan perusahaan sawit. "Kalau petani yang bermitra dengan perusahan sawit mereka wajib mengikuti dengan aturan penetapan harga TBS," tambahnya.

"Ada dua harga yang berbeda jauh, petani mitra dengan harga penetapan sedangkan petani swadaya harga TBS-nya jauh ke bawah," imbuhnya.

APKASINDO juga mengupayakan bersurat kepada pihak Kementerian Pertanian dan Presiden Jokowi. Diterangkan Yunus, Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan pada Senin (25/4/2022) telah memberikan surat intruksi kepada gubernur supaya mengirimkan perintah untuk pemimpin kabupaten atau kota  agar perusahaan sawit tidak menetapkan harga beli TBS pekebun secara sepihak.

Baca Juga:Penting saat Mudik! Ini Daftar Nomor Telepon Kondisi Darurat di Sumsel

"Sebab harga TBS yang berlaku saat ini di luar harga beli yang ditetapkan Tim Penetapan Harga TBS tingkat provinsi. Selain itu, tertulis juga perintah untuk memberikan peringatan atau sanksi perusahaan sawit yang melanggar ketentuan Permentan 1 tahun 2008," sampainya.

Jika memang tidak ada jalan lain kecuali diterapkannya aturan larangan tersebut, maka tidak perlu terlalu lama sebab akan berdampak lebih jauh. "Jangan berhari-hari, cukup empat sampai lima hari setelah itu dievaluasi dan dibatalkan. Menyatakan intruksi itu tidak berlaku," tandasnya.

Dirinya juga menjelaskan solusi yang bisa dilakukan untuk harga minyak goreng di dalam negeri bisa lebih murah dengan cara penetapan sistem Domestik Market Obligation atau DMO yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan atau Kemendag.

Kemendag melalui Peraturan Kementerian Perdagangan atau Permendag mengatur DMO setiap perusahaan sawit wajib menyisihkan 20 persen CPO-nya untuk bahan baku minyak goreng dalam negeri dengan harga lebih murah.

"Aturan Permendag itu sudah betul. Tetapi dipantau pelaksanaanya, beri sanksi yang tidak mematuhi. Jadi setiap peraturan kalau tidak ada sanksi bagi yang melanggar peraturan ini tidak ada marwah," pungkasnya.

Kontributor: Melati Putri Arsika

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini