SuaraSumsel.id - Sidang kasus dugaan korupsi dana hibah Masjid Raya Sriwijaya kembali digelar. Sidang yang digelar Pengadilan Tipikor PN Kelas 1 Palembang, mengadili dua terdakwa yakni mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumatera Selatan Mukti Sulaiman dan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro Kesra) Ahmad Nasuhi.
Sidang ini menghadirkan sebanyak enam orang saksi, lima diantaranya dihadirkan secara virtual sedangkan satu orang secara offline.
Mereka yang menjadi saksi yakni mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin, mantan Bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang, mantan Ketua Yayasan Masjid Sriwijaya Marwah M Diah, Ketua Umum Panitia Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Eddy Hermanto, Loka Sangganegara serta Teguh Raharjo.
Marwah M Diah yang hadir secara online terlihat menggunakan selang oksigen.
Baca Juga:Aksinya Viral, Buronan Jambret Bocah di Cakung Tertangkap usai Kabur ke Sumsel
Meski demikian ia masih tetap menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan oleh hakim untuk mengetahui peristiwa mangkraknya pembangunan masjid Raya Sriwijaya.
Hakim lalu mempertanyakan seputar rencana proposal pembangunan masjid Sriwijaya. Sebagai mantan Ketua Yayasan Masjid Sriwijaya, Marwah Diah membantah jika ia pernah mengajukan proposal kepada Pemerintah Provinsi Sumsel teruntuk pembangunan masjid Sriwijaya.
“Seiingat saya tidak ada proposal, iya tidak ada,”kata Marwah memberikan keterangan kepada hakim.
Menurut Marwah, saat itu ia hanya mengajukan surat permohonan pembangunan masjid dan disetujui oleh Pemerintah Provinsi Sumsel.
Marwah mengaku lupa berapa jumlah nominal uang yang diajukan.“Saya tidak ingat berapa,”ujarnya.
Baca Juga:BPBD Sumsel Ingatkan Petani, Ancaman Cuaca Buruk hingga Maret 2022
Mendengar penjelasan tersebut, Alex Noerdin membantah. Ia memberikan klarifikasi serta menujukkan surat yang disebut adalah proposal pembangunan yang diajukan oleh pihak yayasan Masjid Raya Sriwijaya pada 6 Januari 2017.
Perihal permohonan bantuan dana pembangunan Masjid Sriwijaya yang ditujukan kepada Gubernur Sumsel.
“Yayasan Masjid Sriwijaya sudah menyelesaikan desain dan permohonan dana. Tertanda Sekretaris Umum Yayasan Masjid Sriwijaya Marwah M Diah,” kata Alex membacakan proposal tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan Roy Riyadi menerangkan proposal yang ditunjukkan oleh Alex tersebut merupakan bagian dari sayembara pembangunan Masjid Sriwijaya pada 2011 lalu.
Pencairan dana pembangunan masjid sebesar Rp50 miliar diberikan pada 2015 melalui dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumsel.
Selain itu, juga pada 2017 kembali dicairkan sebesar Rp70 miliar.
“Proposal itu menurut pak Marwah tidak ada, dia mengaku tidak pernah menandatangani itu (proposal). Hanya saja, saksi ini mengaku pernah mengajukan permohonan untuk pembangunan masjid,”ungkap Roy.
Permohonan untuk pembangunan Masjid itu menurut Roy diminta dikerjakan oleh orang di luar Pemerintahan Provinsi Sumsel.
Namun dalam prosesnnya, seluruh pengerjaan dilakukan oleh PNS aktif yang bekerja di Pemprov Sumsel, seperti mantan kepala BPKAD Sumsel Laonma PL Tobing (terdakwa), Kepala Dinas PUCK Sumsel Eddy Hermanto yang menduduki posisi penting dalam yayasan.
“Pemprov Sumsel menganggap permintaan itu (masjid) sebagai pekerjaan mereka, padahal pada prinsipnya (yayan Masjid Sriwijay) hanya meminta pembangunan masjid saja,”ungkapnya.
Kontributor: Welly Jasrial Tanjung