"Saat itu masih di sekolah menengah pertama (SMP), sering kalah juga karena badan saya kecil dan pendek tapi saya tidak putus asa," sambung Prof Mahyuddin.
Dengan pengamalan itu, ia mengungkapkan terdapat tiga kata yang selalu menjadi pegangannya dalam hidup yakni SAYA MAU, SAYA BISA dan SAYA TERBAIK.
"Jika bahasa Lahatnya itu, I want, i can and i the best," candanya sembari menyeka air mata di wajahnya.
Ia pun mengaku, pada kehidupan yang sulit yang pernah dilaluinya, ia menilai seorang anak ialah aset keluarga. Sehingga, bagaimana pun seorang anak harus bisa dididik sebagai generasi yang lebih baik dari orang tuanya.
Baca Juga:Berstatus PPKM Mikro, Warga Palembang Dihimbau Jangan Berkerumun
![Prof Mahyuddin [Youtube TVRI Sumsel]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/04/09/65778-prof-mahyuddin-youtube-tvri-sumsel.jpg)
"Misalnya saya sekarang sudah profesor, doktor, dan konseling. Perlu juga orang tua menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya," imbuhnya.
Jenazah Prof Mahyuddin dimakamkan dengan protokol kesehatan covid 19 di TPU Kebun Bunga. Sebelum meninggal, Prof Mahyuddin diketahui telah sakit komplikasi.
Pada wawancara itu, ia pun mengatakan jika kaki bagian kiri sudah tidak bisa dijalankan. Namun demikian, ia tetap semangat dengan memberikan yang terbaik kepada orang-orang terdekat.
Menurut ia, terdapat tiga musuh yang harus diperangi dalam hidup, yakni kebodohan, kemiskinan dan kesakitan.
"Sejak kecil, mana berani saya bermimpi jadi dokter, gubernur, tapi semua dilalui dengan tekad dan niat yang baik," pungkas Mahyuddin.
Baca Juga:PPKM Mikro Palembang Disesuaikan Situasi Zonasi Covid-19 Tingkat RT