SuaraSumsel.id - Pesta demokrtasi di Indonesia terbilang mahal.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sejak awal pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah membutuhkan pendanaan bagi kegiatan politik mereka, dan itu tidak murah.
Berdasarkan hasil survei KPK, memperlihatkan 82,3 persen dari calon kepala daerah yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada.
Untuk bisa mengikuti tahapan pilkada, pasangan calon di tingkat kabupaten/kota harus memegang uang antara Rp5 miliar—10 miliar, yang bila ingin menang idealnya musti menggenggam dana sekitar Rp65 miliar.
Baca Juga:Kasus Korupsi DAK, KPK Tahan Bupati Labuhanbatu Utara Kharudin Syah
“Survei KPK pada tahun 2018 memperlihatkan adanya donatur pilkada. Karena itu, pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah harus mengetahui cara menghindari potensi munculnya benturan kepentingan dalam pendanaan pilkada,” kata Ketua KPK Firli Bahuri usai pembekalan calon kepala daerah di Batam, Kepulauan Riau, Selasa, seperti yang dilansir Antara, Rabu (11/11/2020).
Menurut Firli, donatur hadir karena kebutuhan biaya pilkada lebih besar ketimbang kemampuan harta calon kepala daerah.
Sumbangan donatur, berkonsekuensi kepada pretensi sponsor mendapatkan kemudahan perizinan menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan keamanan dalam menjalankan bisnisnya.
"Hasil telaah KPK pada tahun 2018 itu juga menemukan bahwa sebagian besar calon kepala daerah atau 83,80 persen dari 198 responden mengutarakan bahwa mereka akan memenuhi ambisi para donatur tersebut ketika dia menjabat," papar Firli.
Sesuai dengan catatan survei KPK, total harta rata-rata pasangan calon adalah Rp18,03 miliar.
Baca Juga:Tepat di Hari Pahlawan, KPK Tahan Bupati Labuhanbatu Utara
Masih berdasarkan survei KPK, dana terbesar yang dikeluarkan adalah biaya untuk sosialisasi atau pertemuan (60,1 persen), biaya operasional meliputi logistik, transportasi, konsumsi, atribut, baliho, dan lain-lain (42,4 persen), biaya saksi (28,3 persen), dan dana kampanye (24,2 persen).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa kesuksesan pilkada merupakan orkestrasi dari sejumlah elemen, pemerintah pusat dan daerah, penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, dan masyarakat.
Ia juga mengingatkan bahwa pilkada jangan menjadi pesta transaksional untuk kemenangan pasangan calon tertentu.
Pembekalan bagi calon kepala daerah di Batam merupakan kegiatan yang keempat setelah kegiatan serupa di 14 wilayah, yakni Provinsi Bangka Belitung, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten, kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
(ANTARA)