-
Yeni Lusmita mengolah tanaman obat dari pekarangan menjadi racikan herbal untuk warga Desa Gajah Mati.
-
Kelompok Herbal Kenanga berkembang melalui pendampingan Medco E&P Indonesia sejak program TOGA dimulai.
-
Racikan herbal yang dibuat Yeni membantu kesehatan masyarakat dan memberi penghasilan tambahan bagi anggota kelompok.
Produksi herbal tidak hanya menjaga kesehatan warga, tetapi juga memberi penghasilan tambahan bagi anggota kelompok, terutama ketika harga karet turun. “Kadang satu hari dapat pesan. Tidak besar, tapi cukup menambah kebutuhan,” ujarnya.
Dengan sekitar 15 anggota, kelompok ini bekerja bergantian sesuai waktu dan kemampuan. Ada yang memanen daun, ada yang mengolah, ada yang mengemas, dan ada yang menyiapkan racikan pesanan. Semua berjalan dengan ritme gotong royong khas desa.
Program pendampingan ini membangun lebih dari sekadar kegiatan ibu-ibu. Ia menumbuhkan pengetahuan, kepercayaan diri, dan kemandirian kesehatan. Di desa yang jauh dari pusat layanan kesehatan, kemampuan meracik obat sendiri memberikan rasa aman bagi warga dalam menjaga keluarga mereka.
Perubahan itu tidak lepas dari dukungan Medco E&P Indonesia. Sebagai perusahaan energi yang beroperasi di sektor hulu migas, Medco tidak hanya memberi bantuan fisik, tetapi juga mendampingi masyarakat dalam perjalanan panjang. Manager Field Relation & Community Enhancement Medco E&P Indonesia, Hirmawan Eko Prabowo, menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat memang butuh proses tumbuh. “Kami hanya memfasilitasi, yang membuat program ini hidup adalah masyarakatnya sendiri,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa program TOGA tidak hanya memperkuat kesehatan keluarga, tetapi juga membuka peluang ekonomi kecil bagi perempuan desa. “Dari tanaman obat keluarga, kelompok ini berkembang menjadi produsen herbal. Itu menunjukkan efek berganda yang diharapkan dari kegiatan hulu migas,” katanya.
Menjelang sore, setelah semua daun selesai dikeringkan, Yeni duduk memeriksa catatan permintaan racikan. “Ini nanti malam saya racik lagi. Ada yang pesan buat orang tuanya,” ucapnya sambil menggenggam kantong kecil berisi campuran daun kelor dan temulawak.
Di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota, di ruang produksi mungil yang dipenuhi aroma tanaman, tumbuh sebuah pengetahuan yang menjaga kesehatan satu desa. “Selama masih ada orang yang butuh, kami akan terus jalan,” kata Yeni, pelan namun pasti.
Tag
Berita Terkait
-
11 Bulan Tak Digaji, Ratusan Guru Honor Swasta di Muba Turun ke Jalan Tuntut Hak Mereka
-
Energi Rakyat, Energi Negeri: Dari Ladang Minyak Rakyat Menuju Swasembada Energi
-
Bayar Pajak di Muba Kini Semudah Klik! Pemkab Gandeng Bank Sumsel Babel Ciptakan Sistem Digital
-
Klasemen Porprov XV Sumsel Berubah Drastis! Dua Emas Muba Resmi Dicabut
-
Dulu Dikejar, Sekarang Diakui! Legalisasi Sumur Minyak Rakyat Ubah Nasib Warga Musi Banyuasin
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
7 Cushion dengan Refill untuk Makeup Lebih Hemat dan Ramah Lingkungan
-
5 Parfum Tahan Lama untuk Pesta Tahun Baru, Wanginya Nempel Sampai Pagi
-
PI 10 Persen Jambi Merang Resmi Masuk, APBD Sumsel Kembali Bertumpu pada Migas?
-
Cek Fakta: Benarkah Perpanjangan SIM dan Pengurusan BPKB Gratis Mulai Januari 2026?
-
Pemohon Paspor di Sumsel Menurun di 2025, Tekanan Ekonomi Jadi Sebab?