Tasmalinda
Sabtu, 01 November 2025 | 23:15 WIB
UMKM kuliner di Palembang [Fitria/suara.com]
Baca 10 detik
  • Banyak bisnis kuliner di Palembang gagal karena kurang strategi dan manajemen.

  • Kesalahan paling umum adalah mengabaikan promosi digital dan salah menentukan harga.

  • Bisnis kuliner bisa bertahan jika pelaku usaha cepat beradaptasi dengan tren pasar.

SuaraSumsel.id - Palembang dikenal sebagai surganya kuliner yakni dari pempek, model, hingga tekwan. Namun di balik ramainya bisnis makanan, banyak usaha kuliner justru gagal total sebelum genap satu tahun berjalan. Apa yang salah?

1. Terlalu Fokus pada Rasa, Lupa Konsep Bisnis

Banyak pelaku kuliner percaya bahwa rasa enak sudah cukup untuk mendatangkan pelanggan. Padahal, tanpa strategi branding, lokasi yang pas, dan manajemen keuangan yang rapi, rasa lezat pun bisa tenggelam.

“Orang Palembang sekarang bukan cuma cari enak, tapi juga cari tempat yang nyaman dan punya cerita,” ujar Rika, pelaku usaha kafe di daerah Bukit Lama.

2. Harga Tidak Sesuai Target Pasar

Kesalahan klasik lainnya adalah salah menetapkan harga. Contohnya, warung makan di pinggiran kampus yang menjual menu Rp35 ribu yang jelas sulit bersaing. Sebaliknya, restoran modern di pusat kota dengan harga terlalu murah justru menciptakan persepsi negatif tentang kualitas.

Kuncinya ialah kenali siapa target pasar kamu dan sesuaikan value produk dengan harga.

Ilustrasi Pelaku Usaha Kuliner (Elements Envato)

3. Abaikan Promosi Digital

Zaman sekarang, tanpa eksistensi di media sosial, usaha kuliner seperti tak pernah ada. Banyak pengusaha di Palembang masih mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, padahal potensi exposure lewat TikTok, Instagram, dan Google Maps sangat besar.

Baca Juga: Laga Harga Diri! Sriwijaya FC vs Sumsel United Jadi Pertarungan Antar Generasi di Palembang

Posting rutin, kolaborasi dengan food blogger lokal, atau bahkan giveaway sederhana bisa menggandakan traffic pelanggan.

4. Manajemen Keuangan Amburadul

Seringkali, uang penjualan langsung dipakai untuk keperluan pribadi. Akibatnya, arus kas tidak jelas dan usaha sulit berkembang. Idealnya, pemilik usaha punya pencatatan harian, memisahkan keuangan pribadi dan bisnis, serta menyisihkan dana darurat minimal tiga bulan operasional.

5. Gagal Beradaptasi dengan Tren

Palembang punya pasar yang cepat berubah. Saat tren kopi kekinian naik, banyak kafe baru bermunculan. Namun tak sedikit yang tutup karena tak mampu mempertahankan konsep atau berinovasi.

Bisnis kuliner yang bertahan umumnya cepat membaca pasar, misalnya dengan menghadirkan menu musiman, desain instagramable, atau sistem pre-order.

Load More