Tasmalinda
Jum'at, 31 Oktober 2025 | 09:28 WIB
Areal kerja Pertamina Geothermal Energy Lumut Balai.
Baca 10 detik
  • PT Pertamina Geothermal Energy mengoperasikan PLTP Lumut Balai di Bukit Barisan dengan kapasitas 110 megawatt.

  • Energi panas bumi dari Lumut Balai menjadi simbol kemandirian energi nasional dan penggerak ekonomi hijau Indonesia.

  • Proyek ini memberi manfaat lingkungan, ekonomi, dan sosial bagi masyarakat Sumatera Selatan.

SuaraSumsel.id - Kabut turun perlahan di lereng Bukit Barisan, menyusuri hutan-hutan Semende Darat Laut, Muara Enim, Sumatera Selatan. Di ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut, bumi bernafas dalam diam. Uap panas yang muncul dari perutnya berubah menjadi tenaga yang menyalakan lebih dari ratusan ribu rumah di Sumatera bagian selatan. Di sinilah, di antara kabut dan bebatuan tua Bukit Barisan, bumi tak hanya memberi panas tapi juga harapan.

Dari jantung pegunungan ini, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lumut Balai berdiri sebagai simbol kemandirian energi nasional. Dua unit PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Lumut Balai kini beroperasi penuh dengan total kapasitas 110 megawatt, cukup untuk menyalakan lebih dari dua ratus ribu rumah tangga. Namun, lebih dari itu, Lumut Balai menjadikan Pertamina sebagai perusahaan energi sejati.

“Indonesia harus mandiri dalam energi,” ujar Presiden Prabowo Subianto, menandai penegasan pada pembangunan energi nasional.

Panas bumi kini menjadi salah satu sumber daya strategis yang memainkan peran penting dalam perjalanan energi Indonesia. Di tengah kebutuhan akan pasokan listrik yang stabil dan berkelanjutan, energi ini hadir sebagai bagian dari ketahanan energi nasional. Ia tidak bergantung pada cuaca, tidak akan habis, dan dapat dikelola terus menerus tanpa mengusik keseimbangan alam.

Karena itu, pengembangannya menjadi kunci percepatan menuju ekonomi hijau, sebuah tatanan baru yang tumbuh dari efisiensi, kemandirian, dan tanggung jawab terhadap bumi. Setiap megawatt yang dihasilkan dari perut bumi bukan hanya menyalakan listrik, tetapi juga menyalakan harapan bahwa masa depan energi Indonesia dapat bersih, berdaulat, dan menyala dari kekuatan bumi sendiri.

Visi itu kini menjelma nyata di PGE Lumut Balai. Di kawasan seluas 226.000 hektar, PGE mengelola 14 sumur produksi, 4 sumur injeksi, dan 13 sumur monitoring dengan sistem sirkulasi tertutup (closed loop system). Uap panas yang telah memutar turbin dikembalikan ke perut bumi. Dengan capacity factor mencapai 101,6 persen, Lumut Balai menjadi contoh terbaik efisiensi dan keberlanjutan energi panas bumi di Indonesia.

Berbeda dari lapangan lain yang bertipe uap dominan, PGE Lumut Balai memiliki karakter dominan air (liquid-dominated reservoir). Lebih dari setengah yang diambil adalah air bertekanan tinggi yang diubah menjadi uap sekunder. Setelah menggerakkan turbin, air panas itu dikembalikan lagi ke bawah tanah, menjaga keseimbangan tekanan alami. Teknologi ini bahkan memungkinkan dua keluaran listrik dalam satu siklus yang memanfaatkan sisa panas air.

“Karakter Geothermal Lumut Balai ini berbeda. Geothermal itu ada dua. Ada yang dominan air dan ada pula dominan uap, di Lumut Balai ini, dominan air yang memberikan keuntungan akan keberlangsungan,” ujar Pjs General Manager PGE Area Lumut Balai, Aris Kurniawan, belum lama ini.

Bagi para pekerja di ketinggian Bukit Barisan, menjaga tekanan bukan sekadar soal angka di monitor, tetapi menjaga napas bumi agar tetap berdenyut. Di balik pipa baja dan suara turbin, ada kesadaran bahwa energi bukan hanya urusan daya listrik, tapi juga tanggung jawab terhadap kehidupan.

Baca Juga: Kilang Pertamina Plaju Ajak Mahasiswa ITERA Mengenal Energi Hijau Menuju Net Zero 2060

Dengan intensitas emisi hanya 35 gram CO per kilowatt-jam, Lumut Balai menurunkan lebih dari 200 ribu ton CO per tahun yang bisa setara dengan menanam banyak pohon di lereng Bukit Barisan. “Energi bersih adalah komitmen, bukan slogan, setiap megawatt dari sini adalah megawatt yang lebih hijau untuk Indonesia,” sambung Aris.

Guru Besar Energi Terbarukan Universitas Gadjah Mada, Prof Tumiran juga pernah mengatakan jika geothermal kini menjadi sumber energi terbarukan yang juga menjanjikan guna mempercepat pencapaian bauran energi bersih Indonesia. “Panas bumi adalah energi yang konstan, tersedia sepanjang waktu, dan tidak tergantung cuaca. Karena itu, kontribusinya terhadap stabilitas sistem listrik nasional sangat penting,” ujarnya.

Pertamina Geothermal Energy melalui proyek Lumut Balai di Bukit Barisan menjadi bukti bahwa Indonesia mampu mengelola potensi panas bumi secara mandiri.

Selain manfaat lingkungan, Lumut Balai juga memberi dampak ekonomi signifikan. Selain menambah pasokan listrik bersih, Lumut Balai juga menekan biaya subsidi energi dan meningkatkan efisiensi jaringan Sumatera bagian selatan. Potensi penghematan emisi dan bahan bakar mencapai sebagai bukti bahwa energi hijau juga bernilai ekonomi tinggi.

Kini, dengan kapasitas terpasang lebih dari 700 megawatt di seluruh nusantara, Pertamina Geothermal Energy menempatkan Indonesia di jajaran lima besar pengembang panas bumi dunia. Dari Bukit Barisan hingga Lahendong, langkah ini menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya memiliki sumber energi hijau yang juga merupakan pemain di panggung global.

Kontribusi Lumut Balai juga memperkuat bauran energi terbarukan di sistem kelistrikan Sumatera bagian Selatan yang kini mencapai 13 persen dengan target naik menjadi 30 persen dalam satu dekade.

Load More