Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 10 November 2021 | 23:54 WIB
Ilustrasi pengeboran minyak ilegal di Bajubang, Batanghari, Jambi, Senin (25/3). [ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan]

SuaraSumsel.id - Asap hitam membumbung tinggi di langit, beberapa hari itu. Udara yang bikin sesak paru-paru, membuat mata pedih, bahkan melepas karbon yang sangat merusak lapisan ozon.

Peristiwa ini bukan kebakaran hutan dan lahan yang seperti dialami Provinsi Sumatera Selatan, namun dampaknya sama tidak sehatnya bagi lingkungan.
 
Tidak hanya sehari, namun berlangsung sampai dua pekan, meski sejumlah aparat terus berupaya memadamkan sumber emas hitam ini.
 
Sebuah sumur minyak tanpa izin di Desa Sanga Desa kembali meledak dan terbakar. Peristiwa ini bukan pertama kalinya terjadi, namun sudah berulang kali bahkan menahun.

Penyulutnya, ialah pasar gelap yang menawarkan harga lumayan bagi pengumpul dan penjual. Polisi pun sudah menangkap puluhan pelaku. 

Peristiwanya terjadi di sejumlah titik yang dominan memang menyimpan kandungan emas hitam yang besar. Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan memang dikenal sebagai lumbung emas hitam.

Baca Juga: Kasus Korupsi PDPDE Gas Sumsel, Kejagung Periksa Istri Alex Noerdin

Baik yang sudah berstatus sumur tua atau sumur yang dikelola secara tidak bertanggungjawab alias illegal. Kedua sumur minyak ini ternyata berbeda makna.

Setidaknya SKK Migas mendefinisikan sumur minyak tua ialah sumur minyak yang di bor sebelum tahun 1970, dan pernah diproduksi sekaligus berada di lapangan yang diusahakan pada suatu wilayah kerja yang terikat kontrak Kerjasama dan tidak diusahakan lagi oleh kontraktor tersebut.
 
Sedangkan sumur minyak ilegal, lebih kepada sumur yang dibor tanpa izin intansi yang mewakili negara.
 
Perbedaan lainnya, jika sumur tua ialah sumur yang mendapatkan persetujuan dari Ditjen Migas dengan adanya perjanjian Kerjasama dengan KKKS. Jika sumur ilegal, dilakukan oleh perseorangan dan kelompok tanpa adanya kontrak kerjasama.
 
“Jelas-jelas tanpa izin negara,” ujar Tenaga Ahli SKK Migas, Ngatijan dalam pertemuan bersama awak media belum lama ini.

Dengan kondisi ini, sebenarnya minyak hitam tidak bisa diselamatkan oleh satu pihak. Setidaknya, butuh komitmen baik mengenai payung hukum, hingga komitmen guna menjadikan lumbung emas hitam ini lebih bermutu.

Upaya selamatkan minyak hitam ini telah dilakukan dengan berkordinasi antara Ditjen Migas, pemerintah daerah, unsur muspida, terkhusus kepolisian dan TNI guna menutup sumur tua tersebut.

“SKK migas pun membentuk tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal serta penanganan dan pengelolaan sumur ilegal berbagai unsur hasil kajian dan konsep perpres (payung hukum) dan Permen ESDM dengan itjen ESDM, termasuk Kemenko Polhukam” ujarnya.

Baca Juga: Sumsel Kembangkan Wisata Kesehatan, Ubah Perspektif Berobat ke Luar Negeri

Deputi Operasi SKK Migas, Julius Wiratno mengungkapkan penambangan minyak bumi ilegal atau lebih dikenal ilegal drilling, ialah persoalan menahun yang belum selesai. Karena itu, dibutuhkan solusi jitu yang lebih kongret baik SKK migas dengan beberapa KKKS produksi dalam penanganannya.

“Menyelematkan agar bisa bermanfaat,” ujarnya.

Siasat pengendalian sumur ilegal ialah dikendalikan hingga tidak menyebar, merusak lingkungan dan menyebabkan kerugian negara.

Siasatnya, perlu dibentuk satgas sumur ilegal. Penghentian sumur ilegal ini pun hendaknya diarahkan guna upaya pemberdayaan masyarakat sekitar sumur, dengan pendekatan sosial dan ekonomi.

Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Halilul mengungkapkan setidaknya ada tiga dampak dari penambangan illegal ini yakni Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak memperoleh sumber pendapatan dari komoditas unggulan karena dilakukan ilegal.

Dampak lainnya, berpotensi terjadi kerusakan lingkungan jangka panjang yang membutuhkan biaya tidak murah dalam upaya pemulihan.

Dampak lain, ialah kesehatan masyarakat, termasuk infrastuktur yang dibangun oleh pemerintah sebagai aset daerah.

“Masalahnya, berdampak cendrung ke daerah, namun pemerintah daerah tidak berwenang dalam penertibannya,” ujar ia.

Karena itu, kepala daerah bisa mengevaluasi sumur yang ditetapkan satuan tugas, dengan membentuk lembaga baik koperasi atau lembaga badan usaha milik daerah, dengan mengajikan ke KKKS.

Dari KKKS melakukan evaluasi permohonan yang kemudian menjadi pertimbangan pemerintah pusat.
 
 

Load More