SuaraSumsel.id - Puluhan mahasiswa dan pelajar yang diamankan pada Sabtu (10/10/2020), berangsur dibebaskan oleh pihak kepolisian.
Perwakilan orang tua dan keluarga yang diminta hadir di Polrestabes di Palembang guna mengisi surat pernyataan serta menjemput anak atau keponakannya.
Anehnya, isi surat pernyataan yang harus ditandatangani malah melarang mereka yang diamankan untuk ikut aksi massa lagi.
Malah, di point terakhir surat itu ditegaskan jika bersangkutan yakni mereka yang diamankan oleh pihak kepolisian jika kembali unjuk rasa akan dikenakan hukum yang berlaku.
Berikut point pernyatan yang harus disetujui oleh orang tua para mahasiswa dan pelajar yang tertangkap saat aksi.
1. Saya bersedia mendidik, mengajari, dan menasehati anak/keponakan kami
2. Saya menjamin anak/keponakan saya untuk tidak lagi terlibat dan ikut unjuk rasa, berkumpul-kumpul dengan alasan yang tidak jelas,
3. Saya bersedia menataati aturan dan himbauan tentang maklumat kapolri yang telah disampaikan kepolisian kepada masyarakat
4. Saya menjamin anak saya untuk tidak mengulangi perbuatan dan selalu tetap di rumah serta mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah selama masa pandemi covid 19 masih berlangsung,
Baca Juga: 10 Hari Kampanye, Belum Ada Kampanye Daring di Sumsel
5. Apabila saya dan anak/keponakan saya masih terlibat, dalam kegiatan unjuk rasa, berkumpul-kumpul dan tidak mengindahkan himbauan Pemerintah, maka kami bersedia dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Demikianlah surat pernyataan itu, untuk ditandatangi oleh pihak keluarga atau orang tua dengan membubuhkan materai seharga Rp6.000.
Surat pernyataan ini pun dianggap aneh oleh orang tua / wali yang menandatanginya.
“Saya juga bingung, kenapa unjuk rasa malah dilarang dan diatur dalam surat pernyataan itu,” ujar Ayu A, salah satu keluarga yang menjemput keponakannya, Sabtu (11/10/2020) malam.
Surat pernyataan ini pun dikritisi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sriwijaya atau Unsri.
Menurut Perwakilan BEM Unsri, Bagas Pratama isi surat pernyataan dengan melarang ikut unjuk rasa sangat bertentangan dengan hak berdemokrasi di negara ini. Selain itu juga menjadi alat memukul mundur geakan demokrasi mengkritisi kebijakan pemerintah.
Berita Terkait
-
Persiapan Piala Dunia U-20, Perbaikan Stadion Jakabaring Capai 75 Persen
-
10 Lagu Indonesia yang Cocok Didengar Pada Situasi Genting Saat Ini
-
Ini Surat Herman Deru untuk Presiden Jokowi atas Aksi Tolak UU Omnibus Law
-
Tempat Berburu Mi Celor dan Laksan Otentik di Palembang
-
Gubernur Sumsel Herman Deru Dukung Penolakan UU Omnibus Law
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
BNPB Sebut Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Lebih Ngeri dari Gempa dan Banjir
-
Bosan Avatar Biasa? Ini Kumpulan Cara Bikin Miniatur AI 'Hero'-mu untuk Profil Steam & Discord
-
Prabowo Datang ke Bangka, Ratusan Penambang Kepung Kantor PT Timah: Ini Soal Perut!
-
Bunga Bukan Cuma Buat Cewek, Kayu Bukan Cuma Buat Cowok. Bongkar Tren Parfum Genderless
-
Nyesek! Cuma Nunggak Paylater, KPR Ditolak? Ini 5 Cara 'Cuci Nama' di SLIK OJK