- Pengusaha Haji Halim didakwa korupsi menyebabkan kerugian negara Rp127 miliar dari penguasaan 1.756 hektare tanah negara tanpa izin.
- Perkara ini melibatkan dugaan penggunaan modus KTP fiktif untuk mendapatkan sertifikat tanah negara sejak tahun 2002 hingga 2025.
- Terdakwa mengajukan eksepsi atas dakwaan korupsi di Pengadilan Tipikor Palembang pada Selasa, 16 Desember 2025.
SuaraSumsel.id - Sidang dugaan korupsi lahan yang menjerat pengusaha Palembang, Haji Abdul Halim Ali alias Haji Halim, terus menjadi perhatian publik. Selain nilai kerugian negara yang didakwakan mencapai Rp127 miliar, perkara ini juga menyingkap dugaan penguasaan ribuan hektare tanah negara yang dilakukan selama bertahun-tahun.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum mendakwa Haji Halim selaku Direktur Utama PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB) telah memperkaya diri sendiri dan korporasi dengan cara menguasai tanah negara seluas 1.756,53 hektare tanpa mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Tanah tersebut berada di Desa Peninggalan dan Desa Simpang Tungkal, Kecamatan Bayung Lencir (kini Tungkal Jaya), Kabupaten Musi Banyuasin, dan digunakan sebagai areal perkebunan kelapa sawit PT SMB.
Jaksa menyebut perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah aparat, mulai dari pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN), camat, hingga kepala desa, dalam kurun waktu panjang sejak 2002 hingga 2025.
Baca Juga:Mengenal ASETI Sebagai Rumah Penari Sumsel yang Meneguhkan Kembali Peran Penjaga Tradisi
Salah satu modus yang diurai dalam dakwaan adalah penerbitan 193 KTP atas nama karyawan harian lepas PT SMB yang merupakan penduduk pendatang (absentee). KTP tersebut kemudian digunakan untuk menerbitkan 486 Surat Pengakuan Hak atas Tanah (SPHat) dan sertifikat hak milik di atas tanah negara seluas sekitar 937 hektare melalui program PRONA, PRODA, UKM, dan SMS (massal).
Menurut jaksa, skema ini membuka jalan bagi penguasaan dan pemanfaatan tanah negara di luar izin resmi, yang kemudian ditanami sawit dan dimanfaatkan secara komersial oleh perusahaan.
Dalam dakwaan juga diungkap, sebagian lahan yang dikuasai terdakwa sempat berstatus kawasan hutan, termasuk kawasan suaka margasatwa Bentayan dan Dangku, sebelum kemudian berubah status menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) melalui berbagai keputusan administratif.
Namun, jaksa menegaskan perubahan status tersebut tidak serta-merta melegalkan penguasaan lahan, terutama ketika HGU tidak pernah diterbitkan atau telah melampaui luasan yang diizinkan.
Bahkan, luas areal perkebunan PT SMB dalam praktik disebut mencapai 15.412 hektare, melebihi HGU resmi yang diberikan negara seluas 12.612 hektare.
Baca Juga:Haru dari Hutan Sumsel: Bayi Gajah Betina Lahir Sehat, Mama Ronika Setia Mendampingi
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Perwakilan Sumatera Selatan, jaksa menyebut penguasaan dan pemanfaatan tanah negara di luar HGU sejak 2019 hingga 2025 telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp127.276.655.336,50.
Angka inilah yang kemudian menjadi dasar dakwaan tindak pidana korupsi terhadap Haji Halim.
Meski dakwaan memuat uraian panjang mengenai dugaan perbuatan dan kerugian negara, pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan eksepsi, dengan alasan prosedur hukum dinilai bermasalah.
Eksepsi tersebut kini menjadi sorotan, bukan hanya karena substansi keberatannya, tetapi juga karena besarnya nilai kerugian negara dan luasan aset yang diduga dikuasai secara melawan hukum.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra SH MH, ketua tim kuasa hukum terdakwa, Dr Jan Maringka SH MH, menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum cacat hukum dan tidak memenuhi ketentuan hukum acara pidana.
Usai sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di pengadilan tipikor Palembang, Selasa (16/12/2025), Jan berusaha memastikan, kliennya didakwa tanpa melalui proses pemeriksaan sebagai saksi maupun sebagai tersangka.