Pulang: 121 Puisi Aina Rumiyati Aziz dari Dieng hingga Peluncuran di Palembang

Dalam bincang buku Pulang yang berlangsung hangat namun sarat makna, hadir para akademisi, sastrawan, kalangan advokat, mahasiswa, hingga para pencinta puisi.

Tasmalinda
Sabtu, 12 April 2025 | 22:16 WIB
Pulang: 121 Puisi Aina Rumiyati Aziz dari Dieng hingga Peluncuran di Palembang
Bincang Buku Puisi Pulang Aina Rumiyati Aziz

SuaraSumsel.id - Di siang yang perlahan beranjak menuju sore, dalam suasana yang tenang namun menyimpan getar-getar halus di penghujung pekan ini, ruangan di Hotel Amaris Palembang mendadak berubah menjadi ruang penuh resonansi batin.

Seolah menjadi saksi diam atas perjalanan seorang Aina Rumiyati Aziz.

Sosok yang tidak hanya dikenal sebagai penulis, tetapi juga jurnalis, pengacara, dan perenung kata yang mempersembahkan karyanya yang terbaru, sebuah buku puisi berjudul Pulang.

Sebuah judul yang tampak sederhana, namun menyimpan kedalaman makna yang menghunjam.

Baca Juga:UMKM Palembang Naik Kelas, Kini Produknya Jadi Suvenir Penerbangan Garuda

Pulang bukan hanya kata kerja yang menunjukkan arah atau tujuan dari sebuah perjalanan, bukan sekadar kembali ke rumah setelah bepergian.

Lebih dari itu, Pulang dalam puisi-puisi Aina menjadi peristiwa batin yang sunyi, gerak spiritual yang senyap namun sarat makna dan upaya menjangkau kembali sesuatu yang mula-mula .

Sebuah pengembaraan dalam kata-kata yang tidak ditulis untuk menjelaskan, melainkan untuk menemani pembaca menelusuri jalan pulang mereka sendiri.

Pulang menjadi lebih dari sekadar perjalanan, ia menjelma makna sebagai peristiwa batin yang dalam, gerak spiritual yang perlahan namun pasti, dan upaya menjangkau kembali sesuatu.

Aina menggambarkan bahwa pulang bukan hanya kembali ke tempat, tetapi kembali kepada rasa, kepada asal, kepada sesuatu yang pernah hangat dan utuh.

Baca Juga:Usai Fitrianti Ditahan, Harnojoyo Diperiksa Kejaksaan: Dugaan Korupsi Apa?

Dan pada akhirnya, yang paling purna, pulang adalah menuju kepada Sang Pencipta, kepada Tuhan. Maka Pulang bukan sekadar kumpulan puisi, tetapi peta sunyi bagi siapa pun yang membacanya.

Aina menulisnya bukan semata sebagai rentetan diksi yang indah dan teratur dalam bait-bait puisi, melainkan sebagai pengakuan panjang yang intim tentang kehidupan, perjalanan batin, pengalaman spiritual dan bisa jadi sebuah kerinduan.

Dalam bincang buku Pulang yang berlangsung hangat namun sarat makna, hadir para akademisi, sastrawan, kalangan advokat, mahasiswa, hingga para pencinta puisi dari berbagai latar.

Diskusi pun berkembang dalam suasana reflektif, membicarakan bukan hanya isi puisi, tapi juga latar batin sang penulis yang jujur dalam mengolah kata.

Dalam kesempatan itu, Aina Rumiyati Aziz berbagi kisah tentang proses kreatifnya yang justru muncul dari ruang yang tidak mudah—yakni ketika ia berada dalam kondisi sakit, di tengah keterbatasan fisik yang kerap kali membuat hari-harinya sepi dan hening.

Namun dari kesunyian itulah lahir kekuatan: puisi demi puisi dituliskannya bukan sebagai bentuk pelarian, tapi sebagai bentuk penyembuhan.

Menulis, bagi Aina, menjadi terapi yang produktif, bahkan sangat produktif.

Meski ini adalah pengalaman perdananya menerbitkan buku sastra puisi, namun Pulang berhasil menghimpun 121 puisi—sebuah jumlah yang tak hanya menunjukkan produktivitas, tetapi juga kedalaman dan kejujuran seorang penyair yang tengah mencari, merekam, dan akhirnya menemukan jalan pulangnya melalui kata-kata.

“Situasi paling mendalam terjadi saat saya berada dalam perjalanan di Gunung Dieng. Dalam kondisi sakit yang membuat saya nyaris tak bisa bangkit dari pembaringan. Benar-benar sakit hingga rasanya seluruh tubuh kehilangan daya. Tapi saya berusaha sekuat mungkin, dan alhamdulillah, saya berhasil sholat. Dari titik itulah, seakan ada aliran kekuatan yang luar biasa mengisi diri saya. Sejak itu, kata-kata mengalir tanpa henti, berubah menjadi puisi demi puisi,” ungkapnya menggambarkan momen transendental yang menjadi awal kelahiran Pulang.

Bincang buku puisi Pulang Aina Rumiyati Aziz
Bincang buku puisi Pulang Aina Rumiyati Aziz

Pulang, buku yang memuat 121 puisi karya Aina Rumiyati Aziz, hadir sebagai semesta kecil yang sarat makna dan warna.

Tiap puisinya dirangkai dengan ragam gaya yang memikat—ada yang mengalir lembut bak doa, ada pula yang tajam menyentuh sisi terdalam batin.

Pendekatan yang digunakan Aina cenderung metaforis, penuh penyimbolan yang tidak sekadar menghias, melainkan menggiring pembaca memasuki ruang-ruang tafsir yang luas dan personal.

Tak heran jika penyair senior Sumatera Selatan, Anwar Putra Bayu, menyebut karya Aina sebagai sebuah kejutan yang menyenangkan—sebuah karya yang hadir dengan kekuatan puisi yang tak bisa dianggap biasa.

Baginya, Pulang bukan hanya buku puisi, melainkan ruang perenungan.  Pulang, akan menjadikan ragam pengartian dari para pembacanya.

"Karena sejatinya, setiap orang punya cerita pulangnya sendiri—dan buku ini menjadi cermin yang dengan halus menggambarkan wajah-wajah perjalanan itu. Makna ‘pulang’ di tangan Aina bukan sekadar kembali, namun setelah dibaca makna pulang bisa menjadi beragam dari penafsiran para pembacanya,”  kata Bang Anwar-panggilan akrab Anwar Putra Bayu.

“Pulang juga bisa sebagai pendekatan ekspresif di sana, dan puisi ini adalah jendela menuju pengungkapan dalam menghadapi semesta.” sambungnya.

"Pulang juga bisa sebagai kerinduan. Sayang buku Aina tidak mencantumkan kapan urutan waktu menulisnya, periode hari demi hari dan bisa menuntun kita (pembaca) dalam relasi saling hubungannya," ucapnya.

Anwar yang sudah lama berkecimpung dalam ranah sastra Indonesia mengatakan  “Diskusi buku puisi “Pulang” kemarin di Hotel Amaris selain ajang diskusi adalah forum silahturahmi para penulis, penyair, jurnalis, seniman, akademis, advokat dan aktivis Reformasi 98 di Sumsel.

"Teman-teman kembali pulang dengan kerinduannya," ujarnya.

Guru Besar Sastra dan Bahasa FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof. Nurhayati narasumber bincang buku puisi Pulang memberikan pandangan akademiknya yang menggugah.

Ia menyinggung pentingnya pendekatan struktural dalam membaca puisi yakni memahami teks sebagai satu kesatuan yang utuh dalam bentuk, diksi, dan kohesi makna.

Namun, ia juga menekankan bahwa Pulang bukan sekadar puisi yang berdiri di atas fondasi estetika dan teori semata.

Lebih dari itu, makna-makna dalam Pulang memancar dari denyut personalitas Aina Rumiyati Aziz sendiri—penulis yang menuliskan bukan hanya kata, tetapi juga pengalaman hidup dan perjalanannya yang penuh refleksi spiritual.

“Dalam setiap bait, kita bisa menangkap bahwa puisi-puisi ini bukan hanya ciptaan estetik, tapi juga luapan batin, rekaman upaya menuju pulang dalam makna yang paling hakiki,” ujar Nurhayati.

Inilah yang membuat buku puisi Pulang tak hanya bisa dibaca, tapi juga bisa dirasakan. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini