SuaraSumsel.id - Pengalaman mudik menuju kampung halaman di Pulau Sumatera selalu menjadi cerita penuh dinamika, ketegangan, dan ketidakpastian. Jalur Lintas Timur (Jalintim) yang menghubungkan berbagai provinsi di Sumatera sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi para pemudik, terutama di masa arus mudik Lebaran.
Kemacetan yang mengular, kondisi jalan yang tak selalu prima, serta volume kendaraan yang membludak menjadikan perjalanan ini lebih dari sekadar rutinitas tahunan, melainkan ujian kesabaran yang tak jarang berakhir dengan kelelahan fisik dan mental pemudik.
Terutama di jalur simpang Betung, kabupaten Banyuasin. Pemudik berharap agar tol Palembang hingga Betung dapat segera terealisasi, sehingga mudik lebaran akan menjadi lebih lancar.
Wahyudi, seorang pemudik asal Jakarta, telah merasakan pahit sekaligus manisnya perjalanan darat menuju Padang selama bertahun-tahun. Salah satu titik yang selalu menjadi momok baginya adalah ruas Jalintim di Betung, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Baca Juga:Jadwal Buka Puasa dan Doa Berbuka untuk Banyuasin pada 3 Maret 2025
"Terjebak macet di Betung itu sudah seperti tradisi menguras emosi. Setiap tahun, keadaannya selalu sama, bahkan cenderung semakin parah," akunya dengan nada pasrah.
Menurut Wahyudi, kemacetan di simpang tiga Betung bukan hanya terjadi karena volume kendaraan yang tinggi, tetapi juga karena kondisi jalan yang sempit dan kurang memadai. Jalur tersebut harus menampung berbagai jenis kendaraan, mulai dari mobil pribadi, minibus, hingga bus antarprovinsi (AKAP) dan kendaraan berat yang melintas tanpa henti. Situasi diperburuk dengan adanya kendaraan mogok atau insiden kecil yang menghambat arus lalu lintas para pemudik.
Bagi Wahyudi, perjalanan mudik ini semakin menantang ketika ia harus membawa serta anak-anaknya. Ia bahkan sempat menunda mudik jalur darat saat anaknya masih berusia di bawah dua tahun, karena khawatir dengan dampak kemacetan yang berkepanjangan.
"Dulu, saat anak masih kecil, saya memilih tidak mudik lewat darat. Bayangkan, kalau sampai terjebak macet berjam-jam, anak pasti rewel, dan itu sangat melelahkan," kenangnya.
Namun, seiring bertambahnya usia anak-anaknya dan mereka sudah lebih nyaman di perjalanan, ia pun kembali memberanikan diri untuk menempuh jalur darat.
Baca Juga:Tol Palembang-Betung Belum Tuntas, Simpang Betung Masih Jadi Momok Mudik!
Pengalaman paling berkesan baginya adalah ketika ia harus berbuka puasa di dalam kendaraan akibat kemacetan nan benar-benar membuat mobilnya tak bisa bergerak sama sekali.
"Itu kejadian yang benar-benar tidak terlupakan. Sudah merasa puasa, lelah, dan ingin segera sampai, tapi mobil tidak bergerak sama sekali. Akhirnya, kami hanya bisa berbuka seadanya di dalam mobil," kisahnya.
Kemacetan di Jalintim, khususnya di simpang Betung, memang menjadi momok bagi pemudik setiap tahunnya. Ia berharap ke depannya ada solusi nyata untuk mengatasi masalah ini, terutama dengan pembangunan jalan tol yang bisa menjadi jalur alternatif.
"Kalau ada tol yang bisa menghindari Betung, pasti lebih nyaman. Tidak perlu lagi mengalami kemacetan yang membuat waktu perjalanan molor hingga berjam-jam," harap Wahyudi.
Mudik memang selalu membawa cerita, antara kebahagiaan dan ujian kesabaran. Bagi Wahyudi dan ribuan pemudik lainnya, jalur darat menuju Sumatera adalah perjalanan penuh warna yang setiap tahunnya memberikan pengalaman baru, meski dengan tantangan yang tetap sama.
Raka Wisanggeni, seorang pekerja swasta di Bekasi, turut merasakan betapa beratnya perjuangan mudik melalui simpang Betung, Banyuasin. Bagi Raka, perjalanan yang seharusnya membawa kebahagiaan justru berubah menjadi ujian kesabaran yang menguras tenaga dan emosi. Tahun lalu, ia terjebak selama delapan jam di kemacetan parah di jalur tersebut, yang menjadi sebuah pengalaman yang tak ingin ia ulangi.