Menelusuri Akar Konflik Manusia dan Gajah di Sumsel: Harmoni yang Hilang

Etika ini mencakup pembagian ruang hidup, sumber pangan sekaligus cara menyelesaikan konflik secara damai.

Tasmalinda
Sabtu, 15 Februari 2025 | 20:02 WIB
Menelusuri Akar Konflik Manusia dan Gajah di Sumsel: Harmoni yang Hilang
Gajah Sumatera di kawasan Air Sugihan Sumatera Selatan [dok]

Staff Biodiversity Hutan Kita Institue (HaKI) Benny Hidayat mengatakan pemindahan ini tidak menyelesaikan masalah. Gajah-gajah yang tersisa dan berkembang biak di Air Sugihan kini semakin terdesak karena habitat mereka yang terus menyempit akibat transmigrasi, perluasan lahan kelola masyarakat, serta perusahaan HTI.

"Kebijakan Pemerintah terhadap habitan satwa sangat lemah dan cenderung tidak berpihak pada kehidupan satwa. Ditambah lagi pengusaha HTi kurang berperan terhadap keberlangsungan satwa kususnya gajah. Hal ini juga diperparah dengan anggapan masyarakat petani yang menganggap gajah adalah hama," ucapnya.

Saat ini konflik gajah dan manusia masih sering terjadi terutama di wilayah kantong-kantong gajah seperti wilayahn Air Sugihan Oki, Lalan Muba, Sembilang Banyuasin, Cecar Musirawas dan daerah-daerah lainnya.
Penanganan konflik

Upaya Penanganan yang Belum Optimal

Baca Juga:Peringatan Dini BMKG! Cuaca Ekstrem Ancam Palembang dan Sejumlah Wilayah di Sumsel

Pemerintah melalui BKSDA sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi interaksi negatif antara gajah dan manusia. Namun, upaya yang dilakukan selama ini masih bersifat reaktif dan belum menyentuh akar permasalahan.

Kerjasama antara BKSDA, FKGI, HaKI, Universitas Sriwijaya, dan pihak-pihak terkait lainnya sebenarnya telah terjalin dengan baik. Namun, kendala menjadi penghalang utama dalam membuat perencanaan dan penanganan yang menyeluruh.

Konflik antara manusia dan gajah adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif. Kajian ilmiah yang mendalam, perumusan masalah yang akurat, dan pencarian solusi bersama adalah kunci untuk merajut kembali harmoni antara manusia dan gajah.

Dalam Upaya bersama, keterlibaatan Masyarakat, pengusaha Hutan dan perkebunan, NGO, Akademisi dll, dapat mengambil perannya masing-masing. Agar Upaya penanganan konflik dengan satwa terutama agajah akan lebih berhasil dan kelestarian gajah terjamin.

"Keterlibatan aktif dari masyarakat, pengusaha, LSM, akademisi, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini. Dengan kerjasama yang baik, kita bisa mewujudkan kehidupan yang berdampingan secara damai antara manusia dan gajah, serta menjaga kelestarian alam Sumatera Selatan," ucapnya.

Baca Juga:Program Mudik Gratis di Sumsel Tetap Berlangsung Meski Ada Efisiensi Anggaran

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini