SuaraSumsel.id - Mantan Ketua KONI Sumsel Hendri Zainuddin menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (29/4/2024). Dia didakwa merugikan negara atas pencairaan dana deposito pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD 2021.
Hendri mengungkapkan soal mekanisme pencaian dana dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel yang dinilainya sangat mepet.
“Terus terang kami menyayangkan waktu pencairan tahun 2021 itu mepet sekali. Porprov Rp25 miliar itu kegiatannya sudah selesai, uangnya baru cair dan kami harus mempertanggungjawabkan itu kurun waktu satu bulan. Sedangkan ada 500 transaksi waktu itu,” ujar Hendri
Menurut HZ pencairan dana yang dilakukan Pemda terlalu mepet dan proses pencairannya tidak sesuai APBD.
Baca Juga:Sambut Hari Tari Sedunia, Pemprov Sumsel Gelar Acara Tari 8 Jam Nonstop
“Dari Pemda kita menyayangkan selalu kegiatan berlangsung uang baru cair. Proses yang Rp25 miliar itu tidak sesuai APBD, prosesnya frontal saja,” tutupnya.
Penyidik Kejati Sumsel telah menahan dua tersangka yang saat ini divonis majelis hakim, mantan Sekum KONI Sumsel Suparman divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan mantan ketua harian KONI Sumsel Ahmad Tahir divonis 1 tahun 4 bulan penjara.
Terhadap tersangka HZ dilakukan tindakan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-1603/L.6.10/Ft.1/04/2024 tanggal 16 April 2024.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sumsel menambahkan dasar melakukan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP yakni adanya kekhawatiran jika tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
HZ ditetapkan tersangka dan hasil penyidikan sudah lengkap (P-21), sehubungan dengan tersangka HZ masuk dalam (Daftar Calon Tetap) DCT pada DPRD Sumsel dalam penanganan perkara di tunda terlebih dahulu untuk menghormati proses Pemilu.
Baca Juga:Sumsel Masuk 10 Provinsi Angka Perceraian Tertinggi, Disebabkan Situasi Ekonomi?
Setelah tahapan Pemilu sudah dilalui dan tersangka tidak terpilih maka perintah dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melanjutkan proses penanganan perkara tersebut sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat.
Perbuatan tersangka melanggar kesatu Primair : Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair yakni pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kedua ialah pasal 9 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Modus operandinya ialah pemalsuan dokumen pertanggung jawaban dan kegiatan yang fiktif. Setelah dilaksanakan Tahap II (Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti), maka penanganan perkara beralih ke Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Palembang.