Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel Sampaikan 7 Rekomendasi Agar Karhutla Tak Terulang Setiap Tahun

Setidaknya 10 (sepuluh) organisasi masyarakat sipil di Sumsel yang memiliki konsen dan kepedulian terhadap penyelamatan lingkungan dan hutan,

Tasmalinda
Rabu, 20 Desember 2023 | 13:10 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel Sampaikan 7 Rekomendasi Agar Karhutla Tak Terulang Setiap Tahun
Kebakaran hutan dan lahan di Sumsel. Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel Sampaikan 7 Rekomendasi Agar Karhutla Tak Terulang Setiap Tahun [ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa]

SuaraSumsel.id - Koalisi masyarakat sipil anti asap Provinsi Sumsel 2023 yang dibentuk sejak dimulainya kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah menyebabkan bencana asap menyelimuti provinsi Sumsel sejak awal Juni 2023.

Koalisi ini, terdiri dari setidaknya 10 (sepuluh) organisasi masyarakat sipil di Sumsel yang memiliki konsen dan kepedulian terhadap penyelamatan lingkungan dan hutan, penegakan hukum dan hak asasi manusia(HAM), pelayanan dan pembiayaan publik di provinsi Sumsel.

Kejadian bencana asap sebagai akibat dari karhutla tahun 2023 yang seharusnya bsa dicegah karena sudah ada peringatan dari BMKG melalui siaran pers kepala BMKG, Dwikorita Karnawati tanggal 27 Maret 2023 akan terjadinya cuaca kering fenomena el-nino tahunan.

Aktivis dari HaKI (Hutan Kita Institute), Adiosyafri mengatakan bencana asap akibat karhutla 2023 ini memberikan refleksi jika bencana yang berulang dan membutuhkan upaya bersama nan serius.

Baca Juga:Saksi Mantan Kadispora Akui Dana Hibah KONI dari Pemprov Sumsel Tak Ada LPJ

"Koalisi ini merupakan advokasi lanjutan dan masukan kepada instansi terkait agar kejadian ini tidak terus terulang," ujarnya.

Sebaran Titik Panas (Hotspot) dan Lahan Terbakar di Sumsel

Koalasi telah melakukan pemantauan titik panas (hotspot) periode 1Januari -30 November 2023 di provinsi Sumsel yang bersumber dari satelit Aqua-Tera/Modis, telah ditemukan selama periode 1 Januari – 30 November 2023, titik panas (hotspot) mencapai 6.231 titik panas (hotspot) dengan3.554 titik panas (hotspot) berada di lahan gambut.

Secara Nasional, provinsi Sumsel menempati posisi ke-3 setelah provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sebanyak 7.376 titik panas (hotspot) dan provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sebanyak 7.314 titik panas (hotspot).

Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terparah di provinsi Sumsel denganjumlah 3.969 titik panas (hotspot) atau 63,7% dari total di provinsi Sumsel. Terparah ke-2 adalah kabupaten Musi Banyuasin dengan 59 titik panas (hotspot) atau 9,5 %, ke-3 adalah kabupaten Banyuasin dengan 349 titik atau 5,5% dan terparah ke-4 adalah Kabupaten Ogan Ilir dengan286 titikatau 4,6%.

Baca Juga:Pengakuan Polisi di Sumsel Bripka Edi Arogan Ancam Pengendara Pakai Sajam Sampai Viral

Konsesi Perkebunan dan Kehutanan di kabupaten OKI terdeteksi ada 70,3% titik panas (hotspot) atau 2.086 titik panas (hotspot) dari total titik panas (hotspot) pada konsesi di provinsi Sumsel sebanyak 2.967 titik panas

hotspot yang mana Konsesi perkebunan sebanyak 1.697 titik dan konsesi kehutanan 1.270 titik.

Sumsel dari hasil dijitasi citra satelit landsat-8 bulan Oktober & November 2023 oleh tim GIS Koalisi bahwa karhutla di provinsi Sumsel tahun2023 telah menghanguskan 332.283 Hektar lahan.

Parahnya 175.063 Ha atau 53%nya berada di Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) dan juga 35,1%-nya (116.548 ha) berada di konsesi (perkebunan & kehutanan).

Berdasarkan wilayah kabupaten/kota provinsi Sumsel sangat dominan terjadi di kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang mencapai luasan 212.695 ha atau 64%, kemudian kabupaten Ogan Ilir (OI) mencapai luasan 38.009 ha atau 11,4%, kabupaten Banyuasin seluas 36.828 ha atau 11,0%, kabupaten OKU Timur seluas 11.818 ha atau 3,6 %, kabupaten Musi Banyuasin 10.964 ha atau 3,3%, dan selebihnya kabupaten lain yakni Muratar, Muara Enim, PALI, OKU, MURA, dan Lahat).

Karhutla terjadi berulang dalam lokasi yang sama

Karhutla terulang lagi pada tahun 2023 ini, telah menjadi kejadianyangmemprihatinkan, bukan hanya karena tingkat keparahannya namun karena banyak terjadi di lokasi yang sama pada kebakaran tahun 2015, 2019 dan 2023 termasuk kebakaran yang terjadi dalam izin konsesi perkebunan dan kehutanan.

Karhutla yang berulang patut menimbulkan tanda tanya besar; terkait perencanaan dan penanggulangan, dan penegakan aturan. Alokasi anggaran yang besar untuk pencegahan dan pengendalian-nya namun dengan hasil
yang tidak signifikan juga patut untuk menjadi perhatian dan evaluasi

Karhutla  2023 berulang dari kejadian Karhutla 2015 adalah mencapai luasan 144.964 Ha (44% dari kejadian Karhutla 2023  yang sangat dominan di kabupaten OKI dengan luasan 104.308 Ha yakni gambut/KHG seluas 65.475 Ha dan Konsesi perkebunan&kehutanan seluas 46.379 Ha.

Begitu juga dengan kondisi Karhutla 2023 berulang dari kejadian Karhutla 2019 mencapai luasan 81.583 Ha (25% yang juga sangat dominanterjadi di kabupaten OKI dengan luasan 48.721 Ha yakni Gambut/KHG seluas 31.407Ha, dan Konsesi Perkebunan & Kehutanan mencapai luasan 16.342 Ha).

Kejadian berulang ini, sangat mengindikasikan kegagalan bagi instansi terkait dan pemegang konsesi izin kehutanan dan perkebunan dalam mencegah Karhutla di tahun 2023 ini yang tidak pernah belajar dari kejadian sebelumnya.

Terdapat konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan lokasi yang sama terbakar berulang ini, misalnya: Konsesi HTI SMF Group yang indikasi total terbakar tahun 2023 mencapai luasan +- 29.148 Ha (berulang di lokasi yangsama ditahun 2015 mencapai luasan +- 18.948 Ha, dan berulang di lokasi yang sama di tahun 2019 seluas +- 7.435 ha)

Ada juga di konsesi HTI PTPML yang indikasi terbakar di tahun 2023 mencapai luasan +- 6.470 Ha nan berulang di lokasi yang sama di tahun 2015 seluas +- 4.790 Ha dan berulang di lokasi yang sama di tahun 2019 seluas 2.113 Ha).

Begitu juga dengan konsesi Perkebunan, terdapat lokasi yang sama terbakar berulang, misalnya; PT WAJ yang terindikasi terbakar ditahun 2023 mencapai luasan +- 10.242 Ha (berulang di lokasi yang sama di tahun 2015 dengan luasan +- 6.058 Ha dan berulang di lokasi yang sama di tahun 2019 seluas 435Ha)

PT BSS dengan luasan indikasi terbakar di tahun 2023 adalah 2.099 Ha (berulang di lokasi yang sama ditahun 2015 dengan luasan +- 1.146Ha, dan berulang di lokasi yang sama ditahun 2019 yang luasannya +- 1.402ha).

Berdasarkan kajian terkait Karhutla dan hasil pemantauan oleh tim Koalisi di lapangan sepanjang tahun 2023 bahwa terjadinya Karhutla disebabkan oleh faktor manusia sebagai sumber api baik disengaja maupun tidak disengaja (kelalaian) dan didukung oleh kondisi lahan yang sangat rawan/rentan terbakar (areal/lahan semak belukar yang kering dan juga lahan gambut kering kerontang yang memiliki tata kelola air yang buruk).

Di samping itu, faktor kesiapsiagaan Karhutla yang tidak didukung oleh sarana prasarana dan sistem kelembagaan yang kuat sampai ke tingkat tapak(lokasi) yang menjadikan Karhutla terus terjadi dan meluas.

Dengan kejadian Karhutla di tahun 2023 ini, di samping telah berdampak luas terhadap kerusakan ekologi dan juga memperburuk kondisi lingkungan hidup di Sumsel.

Bahkan menjadikan kualitas udara Sumsel, khususnya kota Palembang pernah menduduki status terparah se Indonesia bahkan lebih parah dari kota-kota besar se-Dunia.

"Pendekatan dan pragmatism pembangunan pengendalian KARHUTLAH yang dilakukan Pemerintah dan juga pemilik konsesi masih cenderung responsive melalui “pendekatan pemadaman”api, dan aspek “pendekatan pencegahan” belum menjadi prioritas utama. Granddesign dan upaya-upaya pencegahan Karhutla belum dan/atau tidak berjalan efektif dan masih berorientasi tujuan jangka pendek (keproyekan)," ujar Adios.

"Sudah banyak bahkan ribuan unit pembangunan sarana & infrastruktur pembasahan (penimbunan & sekat kanal, sumur bor, serta embung) tidak efektif dan tidak berfungsi dalam mencegah Karhutla.

"Sudah banyak dibentuk regu dan/atau kelompok-kelompok masyarakatpeduli api (KMPA) dan/atau kelompok tani peduli api (KTPA) olehinstansi terkait dan pemilik konsesi, namun hanya “sekedar nama”tanpa didukung pembinaan & sarana prasarana memadai," ujarnya

"KMPA dan/atau KTPA yang dibentuk hanya menjadi objek sebagai syaratmendapatkan sertifikat pengelolaan hutan lestari bagi perusahaan," sambung Adios.

"Sertifikat ISPO bagi perusahaan perkebunan, serta pemenuhan output kinerja bagi Pemerintah. Pengelolaan lahan gambut masih sangat parsial dan tidak pernah terpikirkan pentingnya grand design penataan & pengelolaan air (watermanagement) yang berbasis komprehensif sekala ekosistemdan/atau kesatuan hidrologis gambut (KHG)," ujar Adios menjelaskan.

Pentaatan dan/atau kepatuhan akan aturan bagi setiap konsesi (kehutanan& perkebunan) dalam memenuhi sarana dan prasarana pengendalian Karhutla masih sangat lemah.

"Tidak ada fasilitasi dan dukungan yang memadai dari Pemerintah dan juga perusahaan-perusahaan konsesi bagi masyarakat & petani yang kebutuhannya dalam membuka lahan, hanya bisa “melarang” dan“penegakan hukum” yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas," ungkap Adios.

Hal di atas, sangat sejalan dengan orientasi Pemerintah melalui KLHKyanghanya memikirkan kontribusi dalam mengoptimalkan sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pencapaian angka PDB Nasional,

Koalisi masyarakat memberikan tawaran solusi mendesak Pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggung jawab secara tuntas guna memastikan Karhutla yang tidak boleh terjadi lagi di tahun mendatang.

Berikut solusi dan tanggung jawab  yang mesti dilakukan:

1. Kebijakan politik yang tegas dari pemerintah untuk menyatakanbahwa pelaku pembakar yang menyebabkan karhutla adalahextraordinary ecologycal crime (kejahatan lingkungan luar biasa). Hal ini harus dilakukan oleh pemerintah pusat dengan kebijakanyangbersifat nasional karena sebaran karhutla ada di berbagai provinsi. Kebijakan ini akan memberikan efek psikologis yang kuat bahwakarhutla tidak bisa dianggap sepele. Tanggungjawab utama adapadapemerintah pusat.

2. Kebijakan pemberian sanksi hukum yang tegas dan berefekjerakepada pelaku pembakar hutan dan lahan. Saat ini sudah ada 11 perusahaan yang disegel oleh pemerintah. Tetapi
dalam konteks karhutla, tidak cukup hanya penyegelan semata. Harusberlanjut ke tahapan berikutnya, sampai ke pidana penjara atau denda.

Penerima sanksi harus dibuka dan dipublikasikanseluas-luasnya dengan status sebagai pelaku extra ordinary ecological crime.

"Tanggung jawab utama ada pada Kementerian LHK, Kejaksaan, dan Pengadilan,"ucapnya

3. Kebijakan yang memfokuskan penanganan karhutla padaaspekpencegahan (masa musim hujan). Pelaku kebijakan ini adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.

"Semua harus bekerja keras dan berjibaku di musimhujan, bukan kemarau. Fokus semua kebijakan adalah pencegahankarhutlapada saat musim hujan. Pihak korporasi harus dilibatkan sejak awal danmereka harus memiliki langkah strategis. Harus ada perubahanmindsetbahwa menangani karhutla bukan menjadi pemadamkebakaran," ucap Adios.

4. Kontrak politik pada masing-masing perusahaan untuk menjaminbahwa tidak akan ada karhutla diwilayahnya masing-masing. Setiap korporasi harus menandatangani kontrak politik bahwaareal yang menjadi lokasi operasional perusahaannya, tidak akantersentuhkarhutla baik tahun ini maupun di masa-masa yang akandatang. Kontrak ini disertai sanksi pencabutan izin, sanksi pidana, dan sanksi denda, apabila tidak bisa ditepati. Tanggung jawab utamapadakorporasi, kepala daerah dan kementerian LHK.

5. Kebijakan yang komprehensif dan integratif di tingkat Kabupatenuntuk “mengeroyok” daerah rawan karhutla. Setiap unsur pemerintah daerah (Kabupaten) harus menjadikan karhutla sebagai fokus kebijakan, khususnya di wilayah yanglangganankarhutla setiap tahun (OKI, OI, Banyuasin, Musi Banyuasin, PALI). UnsurSKPD harus merancang program kerja yang bisa menjadikandaerah-

6. Zero Karhutla sebagai kontrak politik kepala daerah. Sebagai jaminan bahwa semua unsur pimpinan daerah berkomitmenuntuk menjaga daerahnya tidak akan ada karhutla, maka wajibkansemua kepala daerah yang daerahnya rawan karhutlauntukmenandatangani kontrak politik. Siap mundur dan disanksi pidanajikaterdapat karhutla di wilayahnya.

7. Membuat sistem yang ter-struktur didukung dengan sarana prasarana yang memadai kepada masyarakatdan/atau petani yang kebutuhannya dalammembukalahan(produktivitas lahan) sebagai solusi konkrit dengan tidak membakarlahan setiap tahunnya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini