SuaraSumsel.id - Udara kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) kembali terburuk pada Selasa (26/7/2023) hari ini. Kondisi ini terburuk dibandingkan dengan kota-kota di Indonesia lainnya.
Jika mengacu pada Indeks kualitas udara (AQI) dan polusi udara PM2.5 di Palembang, diketahui jika udara pada pagi hari berada di angka 162.
Angka ini diartikan jika angka konsetrat polutan yakni PM 2,5 di Palembang berada di angka 15,2 kali nilai panduan kualitas udara tahunan organisasi kesahatan (WHO).
Dengan kondisi ini, udara Palembang akan sangat tidak sehat berdasarkan standar udara yang seharusnya. Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya (Unsri), Dwi Septiawati mengungkapkan standar udara yang sehat yakni jika udara tersebut mengandung komposisi 78 persen ialah hidrogen, sekaligus 20 persen ialah oksigen.
Baca Juga:Ada Program Restorasi Gambut, Kenapa Gambut di Sumsel Terbakar Setiap Tahun?
Baru selebihnya ialah kandungan campuran lainnya, seperti CO2. "Kondisi itu ideal yang diberikan oleh Allah, pencipta agar manusia bisa bernafas dengan baik. Namun jikakonsentrasi kandungan zatnya sudah berubah, misalnya lebih banyak CO2 seperti karbon dioksida hasil dari pembakaran lahan atau hutan (Karhutla), tentu berbahaya bagi pernapasan manusia," ujar ia.
Dengan situasi ini, masyarakat diharapkan bisa lebih melakukan upaya pencegahan. Pemerintah pun sebaiknya melakukan migitasi yang diantaranya bisa dengan memberikan warning, atau kebijakan peringaran agar masyarakat melindungi diri dari udara yang berbahaya bagi kesehatan pernapasannya.
Kondisi udara yang tidak sehat, sambung Dwi juga akan mengancam kesehatan masyarakat. Ancaman kesehatan tidak hanya pada organ pernapasan saat menghirup udara tersebut namun juga bisa kepada kualitas kesehatan suatu daerah.
"Saat komposisi udara tidak sehat, akan menjadi bahan polutan di aliran darah, akibatnya bisa mengancam kesehatan organ lain. Artinya tidak bisa meluas tidak hanya di pernapasan saja," kata Dwi menjelaskan.
Kandungan udara yang tidak seimbang atau tidak sehat, akan masuk ke dalam tubuh melalui aliran darah. Jika pada salurah pernapasan, maka zat yang merusak akan berada di saluran atas atau saluran pernapasan lebih dalam (bawah).
Baca Juga:Tak Hanya di Sumsel, Korban Investasi Bodong FEC Bertambah: 114 Orang, Kerugian Lebih Rp 4 Miliar
Lebih dari itu, kata Dwi, kerusakan organ karena aliran yang terkontaminasi polutan akan berimbas lebih kompleks. Misalnya aliran darah itu masuk ke jaringan otak, atau jaringan tubuh lainnya yang kemudian menjadi kerusakan tetap.
"Bisa juga kandungan darah yang tercampur polutan di ibu hamil, membuat janin juga mengalami gangguan perkembangan," sambung ia.
Itu kenapa, sejumlah penelitian mengenai kualitas udara dan lingkungan belakangan juga dihubungan dengan kualitas generasi muda, termasuk program mengurangi angka stunting atau kurang gizi.
"Jika janin dengan tingkat gangguan berat, bisa menjadi cikal bakal bayi dengan kondisi kesehatan permanen saat lahir. Dari angka-angka ini, juga berdampak pada kualitas generasi muda nantinya, bisa juga mengakibatkan kualitas sumber daya manusia di daerah atau negara tersebut menurun," ujarnya menerangkan.
Dwi menegaskan pemerintah hendaknya lebih peka atas situasi lingkungan terutama udara yang semakin terpapar tidak sehat kekinian.