SuaraSumsel.id - Revitalisasi jembatan Ampera di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) tengah berlangsung. Pada konsep ini, jembatan yang sempat bernama jembatan Soekarno itu bakal direvitalisasi dengan konsep resto dari ketinggian.
Berikut sejumlah fakta jembatan Ampera yang direvitalisasi, namun seharusnya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Mengunjungi kota Palembang tidak lengkap tanpa berkunjung ke kawasan jembatan Ampera yang menyatu dengan kawasan Benteng Kuto Besak (BKB). Jembatan Ampera telah berpuluh-puluh tahun menjadi icon sejarah kota Palembang.
- Jembatan dana rampasan perang Jepang
Jembatan Ampera Palembang ini merupakan saksi sejarah bagaimana Indonesia mulai membangun. Setelah Jepang dinyatakan kalah dan harus mengalah pada sekutu, Pemerintah Indonesia saat itu pun berusaha "membangun" Indonesia, yang salah satunya membangun jembatan iconik.
Baca Juga:Dewan Pengupahan Sumsel Rekomendasi UMP 2023 Naik Rp 27 Ribu, Buruh Menolak
Jembatan ini menghubungkan kota Palembang seberang ulu dan ilir. Tak hanya itu saja, ahli-ahli konstruksi Jepang juga ikut berjasa dalam proyek pembangunan.
Ide muncul jembatan ini sebenarnya juga sudah sejak lama, bagaimana menghubungkan wilayah ulu dan ilir Palembang.
Para tokoh di Palembang meminta Soekarno agar menyempurnakan niatan pembangunan jembatan tersebut.
2.Bernama Jembatan Bung Karno
Mulanya setelah jembatan ini selesai dibangun, bernama jembatan Soekarno. Proklamator Indonesia ini berperan menjadikan Palembang sebagai icon Indonesia, yakni persatuan dan kesatuan.
Baca Juga:Tambang Batu Bara Ilegal di Lahat Sumsel Ditertibkan, Modus Operasinya Begini
Karena itu sempat bernama jembatan bung Karno. Namun karena situasi politik 1965, jembatan tersebut bernama Amanat Penderitaan Rakyat yakni Ampera.
3. Sempat Jadi Jembatan Termegah di Asia Tenggara
Panjang jembatan Ampera mencapai 1.177 meter dengan lebar 22 meter serta tinggi 63 meter. Menaranya punya rentang 75 meter. Diprekirakan memiliki berat 944 ton. Jembatan ini pernah menjadi jembatan termegah di Asia Tenggara.
4. Jembatan modern, bagian tengah bisa naik dan turun
Jembatan Ampera ini tergolong paling modern, karena bagian tengahnya bisa naik dan turun. Teknologi ini guna memudahkan kapal-kapal yang melinntas di Jembatan tersebut melintas.
Mengingat karena Sungai Musi menjadi perlintasan dagang di Palembang, Sumsel. Sampai kekinian, Sungai Musi masih kerap dijadikan arus transportasi antar daerah.
Sayangnya teknologi ini, tidak lagi ada di tahun 1970 an.
5. Warna jembatan berubah-ubah
Jembatan ini mulanya berwarna abu-abu. Pada tahun 1970 an, jembatan ini berubah warna menjadi kuning pada tahun 1992. Barulah kemudian berwarna merah yang mencolok, pada tahun 2002.
6. Dilengkapi Analog Raksasa
Di jembatan ini pun dipasang jam analog, sebagai penanda (hitung mundur) pelaksanaan Asian Games 2018 yang dihelat di Palembang dan Jakarta. Jembatan Ampera juga menjadi penanda berbagai kegiatan penting di Palembang.
Jam ini dipasang dua jam analog di kedua menaranya.
7. Harusnya sudah menjadi cagar budaya
Sebagai bangunan yang sudah berusia di atas 50 tahun, bangunan jembatan Ampera ini hendaknya sudah menjadi cagar budaya. Meski demikian, berdasarkan aturannya, penetapan cagar budaya harusnya menjadi usulan pemerintah daerah.
Hal ini dilakukan agar bangunan jembatan Ampera terjaga keasliannya. Kekinian, jembatan ini direvitalisasi dengan konsep resto di ketinggian. Karena itu, jembatan ini bakal dipasang lift.
Khawatiran pemasang lift juga akan merusak bangunan asli, jembatan Ampera ini.