SuaraSumsel.id - Kasus perampokan yang terjadi di Jaan Lintas Sumatera (Jalinsum) Musi Rawas, Sumsel pada Senin, (19/9/22) lalu membuat Akademisi Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri) Isma Achmad memberikan komentar.
Isma menilai bahwa secara geografis, Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang berada di Jalinsum Lubuklinggau tersebut memang sangat berpotensi terjadinya tindak kejahatan seperti perampokan atau pembegalan.
“Selain itu, kita tidak dapat menutup mata dengan kondisi masyarakatnya secara ekonomi. Ada yang sehari-hari hanya mengandalkan dari sektor perkebunan sehingga tidak bisa memberikan ekonomi lebih,” jelasnya saat dikonfirmasi via Telepon pada Selasa, (20/9/22).
Dalam kasus perampokan tersebut, Isma menegaskan bahwa masyarakat sipil tidak boleh menggunakan senjata api (senpi) sesuai dengan UU Darurat Nomor 1251 tentang seseorang yang membawa senjata tajam tanpa izin.
Baca Juga:Polda Sumsel: Identitas 7 Pelaku Perampokan di Jalinsum Sumsel Sudah Dikantongi
“Melihat senjata yang digunakan oleh pelaku yaitu senpi rakitan laras pendek tentunya ini sangat tidak diperbolehkan. Karena hanya orang-orang tertentu yang bisa membawa dan menggunakan senjata api seperti pihak kepolisian dan proses untuk itu pun tidak mudah,” tambah dia.
Isma berpendapat bahwa kasus ini seharusnya bisa menjadi titik balik antara pihak aparat hukum dan masyarakat serta perangkat desa.
“Mungkin pelaku memilih lokasi tersebut karena pelaku mengetahui bahwa sepanjang lokasi tersebut merupakan lokasi yang tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum atau kepolisian,” tambahnya.
Terjadinya tindak kejahatan yang terjadi saat ini dijelaskan oleh Isma sebagai keadaan di mana masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki sarana yang sesuai dengan masyarakat kelas atas sehingga melakukan tindak ilegal untuk bisa setara dengan masyarakat kelas atas.
“Seseorang melakukan tindakan kriminal ini bisa dipengaruhi beberapa faktor seperti gaji yang tidak mantap, ekonomi lemah, kemudian situasi internal dan eksternal sehingga mereka berfikir cara cepatnya bagaimana yaitu dengan merampok atau melakukan pencurian,” tambahnya.
Baca Juga:BMKG: Beberapa Wilayah di Sumsel Ini Bakal Diselimuti Kabut Pada Pagi Hari
Isma menyebutkan bahwa pola yang dilakukan oleh ke tujuh pelaku dengan bersembunyi di balik semak-semak merupakan kamuflase yang memanfaatkan psikologis target atau korban.
“Kalau mereka keluar dari semak-semak itu otomatis targetnya kaget, secara psikologis ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu si target membanting kendaraan atau korban menjadi gugup panik takut sehingga memberhentikan kendaraannya. Nah situasi inilah yang dimanfaatkan pelaku untuk merampas semua harta benda milik korban,” jelasnya.
Selain itu, dirinya menjabarkan bahwa kejadian yang terjadi pada pukul 7 pagi tersebut secara rasional jam tersebut adalah jam-jam kebiasaan masyarakat dimana mereka baru memulai melakukan aktivitas.
“Secara rasional pasti ada orang yang lewat, orang itu pasti akan cuek karena keburu waktu jadi mengejar waktu jadi tidak ada antisipasi dalam diri. Kejahatan ini kan terjadi karena ada cela dan ada niat dari pelaku, jadi mau jam 7 mau jam 10 potensi itu tetap ada,” tegasnya.
Dengan terjadinya kasus perampokan tersebut harusnya menjadi titik balik untuk semua pihak agar mulai berbenah.
“Aparat penegak hukum bisa melakukan dua hal, yaitu tindakan preventif yaitu pencegahan dengan melakukan swiping di sekitar lokasi yang rawan terjadinya perampokan, semak belukar yang ada disekitar Jalinsum itu di pangkas sehingga orang yang lewat bisa segera mengetahui kalau ada gerak gerik mencurigakan. Kemudian melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa saja hal yang tidak boleh dilakukan meski kondisi ekonomi sedang kesulitan, lalu represif atau dengan tindakan menggunakan sarana pidana melakukan treatmen pada pelaku memberikan hukuman yang tegas agar ada efek jera dan efek domino. Karena lemahnya aparat kita ini adalah baru bertindak setelah ada laporan,” tutupnya.
Kontributor: Siti Umnah.