Tak hanya itu, Lis juga mengatakan aksi kritis Munarman juga sangat dekat dengan kelompok-kelompok Islam. Sehingga dirinya dikriminalisasi bahkan dilabeli dengan cap teroris.
"Di sini yang bersuara kritis dan mengkritik pemerintah bisa juga mereka akan dikriminalisasi. Misalnya, Munarman yang sering beraktivitas dengan kelompok-kelompok Islam maka dia dicap teroris," ucapnya.
Di Sumsel, Munarman dikenal banyak melahirkan aktivis-aktivis pejuang khususnya yang ada di Palembang. Tak hanya itu, Munarman juga dianggap sosok yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Yang jelas itu (Munarman) tokoh di Sumsel yang dulunya berinteraksi erat dengan kami. Bang Munarman berseberangan secara politik dengan Pemerintah, dia dikriminalisasi karena mengkritik Pemerintah," kenang Lis.
Baca Juga:Masjid-Masjid di Sumsel Bersiap Gelar Salat Tarawih Ramadhan, Tetap Terapkan Prokes
Lis menambahkan kalau dirinya beserta rekan aktivis lain telah mengikuti kasus Munarman sejak awal hingga menjelang keputusan yang jatuh pada Rabu (6/4/2022),
"Apapun keputusannya kami tetap menyatakan kalau kasus ini tidak harus dilakukan. Ini kasus pembungkaman, kasus yang sengaja direkayasa untuk membungkam suara-suara kritis," paparnya.
"Kami berencana untuk melakukan aksi nantinya melalui doa bersama dan diskusi bersama," imbuhnya.
Untuk kasus yang dialami Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ketika mengkritisi permasalahan di Papua juga dikriminalisasi melalui Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam pandangan Lis, kondisi pemidanaan yang dialami kedua aktivis tersebut dijadikan senjata untuk membungkam orang-orang kritis terhadap pemerintah.
Dirinya pun beranggapan kalau pidana menjadi cara pemerintah mengkriminalisasi mereka-mereka yang kritis untuk dibungkam sehingga tidak bersuara dengan kasus-kasus tersebut.