SuaraSumsel.id - Sidang kasus dengan terdakwa Dodi Reza Alex Noerdin, sekaligus dua terdakwa lainnya berlanjut di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (23/3/2022).
Selain terdakwa Dodi Reza Alex Noerdin, dua terdakwa lainnya yakni Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori dan Kabid Sumber Daya Air Dinas PUPR Muba Eddy Umari.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan sebanyak enam orang saksi untuk ketiga terdakwa.
Para saksi tersebut dihadirkan di ruang sidang. Para saksi yang dihadirkan yakni Kepala Bagian (Kabag) Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sekretariat Daerah (Setda) Muba Daud Amri, Ketua Pokja Hendra Okta Reza, Sekretaris Pokja Ardiansyah, Anggota Pokja Suhendro, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dian Pratama Putra dan Frans Sapta Edwar yang juga sebagai PPTK.
Baca Juga:Deklarasi Dukung Ganjar Pranowo Jadi Presiden 2024, Santri di Sumsel: Pak Ganjar, Laju Nian 2024
Dalam kesaksian PBJ Setda Muba Daud Amri mengungkapkan pembagian fee dalam setiap proyek di Muba telah berlangsung sejak lama. Mereka menyebut hal tersebut dinilai lumrah jika seseorang ingin mendapatkan proyek, maka harus bersedia memberikan fee lebih dahulu.
Skema jatah fee tersebut yakni untuk Bupati Dodi Reza Alex Noerdin sebanyak 8-10 persen, Kepala Dinas tiga- lima persen dan satu persen untuk PPTK.
Dalam kasus tersebut, Daud mengaku menerima fee yang diberikan oleh Eddy Umari sebesar Rp80 juta. Namun, dari uang tersebut Rp50 juta diantaranya diberikan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Muba Apriadi.
“Ini pak ada rejeki, saya antarkan langsung uangnya ke ruang kerja pakai amplop besar,”kata Daud saat memberikan keterangan di ruang sidang.
Proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Muba diakui Daud sudah diatur oleh terdakwa Eddy Umari. Mereka pun memberikan isyarat berupa “pengantin”untuk pemenang yang akan mendapatkan pekerjaan tersebut. "Nanti dibilang sudah ada pengantinnya, berarti pemenang proyek, kami tinggal ikuti arahan saja (dari Eddy Umari),”ujarnya.
Baca Juga:Santri di Wilayah Sumsel Bagi-bagi Sembako ke Masyarakat Sambil Deklarasi Dukung Ganjar
Daud mengaku tidak bisa menolak permintaan Eddy Umari untuk memenangkan Suhandy selaku Direktur PT Selaras Nusantara (SSN) saat lelang empat proyek di Muba.
Permintaan dari Eddy merupakan permintaan langsung yakni Bupati.“Saya takut dicopot (dari jabatan),”ungkapnya.
Ketua Pokja Hendra Okta Reza mengungkapkan,PT SSN sempat tak lolos dalam klasifikasi pemenang tender empat proyek yakni normalisasi Danau Ulak Lia, Peningkatan Jaringan Irigasi DIR Epil (DAK), peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan (DAK) dan pekerjaan rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IPDMIP) Desa Nguai II.
Suhandy ternyata tak memiliki alat berat berupa tongkang dan eksavator yang akan digunakan dalam proyek tersebut.“Saya sempat minta dibatalkan, karena PT SSN tidak memiliki bukti kepemilikan peralatan. Eddy Umari langsung minta tunda dulu, dan bilang akan menghubungi Kabag,”ujarnya.
Usai mendapatkan arahan, Hendra pun tak bisa berbuat banyak.“Saya tetap laksanakan karena ada perintah atasan. Semestinya memang tidak bisa, dan gagal tapi ini perintah atasan. Memang sebelum lelang dibuka, pemenangnya sudah ada,”ungkapnya.
JPU KPK Taufiq Ibnugroho mengatakan, dalam kasus ini terungkap bahwa sebutan pengantin adalah untuk orang yang memenangkan tender proyek di Kabupaten Muba.
Daud telah mengembalikan uang Rp50 juta dari total yang ia terima sebanyak Rp80 juta. “Ada beberapa saksi lain juga sudah mengembalikan. Untuk keterangan nama Sekda yang disebut menerim tadi juga terungkap, sehingga nanti akan kita dalami lagi,”ujarnya.
Bupati nonaktif Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin menjalani sidang perdana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Rabu (16/3/2022).
Dalam dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiq Ibnugoroho menjerat anak mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dengan pasal berlapis.
Adapun pasal yang dikenakan itu yakni dakwaan alternatif pasal 12 huruf a Juncto pasal 55. Sedangkan untuk dakwaan kedua, adalah pasal 11 Undang-undang tindak pidana korupsi.
“Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara,”kata Taufiq usai menjalani sidang.
Kontributor : Welly Jasrial Tanjung