SuaraSumsel.id - Pemerintahi telah meniadakan aturan persyaratan tes negatif Covid-19 untuk pelaku perjalanan. Hal ini berdampak baik pada okupansi atau tingkat penghunian kamar (TPK) hotel.
Sekretaris Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Sumatera Selatan atau Sumsel, Jhon Johan Tisera mengatakan peningkatan okupansi hotel di Palembang sudah mencapai 70 persen.
"Okupansi meningkat 60 sampai 70 persen di Palembang. Semenjak 28 Februari sudah mulai beranjak meningkat, apalagi sekarang sudah tidak ada lagi syarat Covid-19," ujarnya kepada Suara.com, Minggu (19/3/2022).
Dari peningkatan tersebut, rata-rata tamu hotel yang menginap lebih dari dua hari. Tamu pun Didominasi oleh wisatawan lokal.
Baca Juga:Harga Perhiasan Emas di Palembang Terus Merangkak Naik
"Dari palembang, kabupaten juga banyak. Kita banyak dari lokal, kalau wisatawan luar Sumsel itu tidak terlalu banyak. Setiap hotel beda-beda, tapi kalau tamu yang menginap itu rata-rata 60 persen," ucapnya.
Hal tersebut membuat kondisi hotel di Palembang berada pada high season atau sedang ramai-ramainya. Itupun juga disebabkan karena menjelang bulan puasa.
Walau sedang berada pada high season, Jhon mengaku kondisi tersebut belum bisa dikatakan normal. Menurutnya, saat ini sudah lebih baik dari pandemi tahun lalu. Namun, belum kembali normal layaknya tahun 2019 atau sebelum pandemi COVID-19.
"Kembali normal mungkin nanti di tahun 2023, sekarang ini baru 60 persen dari kondisi normal. Artinya lebih baik saat pandemi lalu, tapi untuk kembali normal seperti tahun 2019 belum, masih jauh," sampainya.
Sebelum terjadinya peningkatan, rata-rata okupansi hotel di Palembang hanya 50 sampai 60 persen. Bahkan saat pandemi diberlakukan, tingkat penghunian hotel di Palembang merosot hingga 30 persen.
Baca Juga:Berpotensi Buat Onar, 9 Napi Lapas Palembang Dipindah ke Lapas Kalianda
"Pandemi tahun lalu yang terparah, sangat drop sekali, okupansi hotel di kota Palembang 30-35 persen," katanya.
Jhon mengatakan kendala terberat yang dihadapi pelaku usaha perhotelan ialah pengurangan karyawan dalam jumlah besar. "Gaji gak dibayar full. Cukup dibuat repot, sangat berdampak pandemi kemarin," imbuhnya.
Bila nanti terjadi penurunan okupansi akibat kembalinya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), pelaku usaha perhotelan tidak bisa berbuat apa-apa melainkan hanya mematuhi kebijakan pemerintah.
"Artinya itu, kebijakan pemerintah sangat menentukan. Kalau gak hati-hati, ya repot kita semua," tukasnya.
Dirinya pun menginginkan untuk tamu hotel yang melakukan pertemuan atau meeting tidak perlu diberikan aturan yang ketat.
"Dari PHRI berharap bila nanti ada PPKM lagi, kalau untuk tamu meeting jangan dipersulit aturannya. Mereka lebih mudah dikondisikan, kita cukup bicara dengan panitia terkait persyaratan protokol kesehatan, sudah, selanjutnya itu aman," jelas Jhon.
Kontributor: Melati Putri Arsika