Pabrik Karet Sumsel Impor Bokar, Gubernur Herman Deru Kaitkan Perda Alih Fungsi Lahan

Gubernur Sumsel, Herman Deru mengaitkan alihfungsi lahan dengan kondisi pabrik karet kini impor bokar.

Tasmalinda
Kamis, 20 Januari 2022 | 06:10 WIB
Pabrik Karet Sumsel Impor Bokar, Gubernur Herman Deru Kaitkan Perda Alih Fungsi Lahan
Ilustrasi tanaman karet [Antara/Risky Cahyadi]

SuaraSumsel.id - Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengaitkan adanya Peraturan Daerah atau Perda Ali Fungsi Lahan, dengan harapan agar perkebunan karet mampu dijaga keberlanjutannya.

Diketahui pabrik karet di Sumsel mengimpor bahan olahan karet atau bokar oleh pabrik pengolahan. Melansir ANTARA, mulai dari pertengahan tahun 2021, sejumlah pabrik karet di Sumsel terpaksa mengimpor bahan olahan karet (bokar) dari Vietnam dan Myanmar, juga negara di Afrika akibat kekurangan bahan baku dari petani.

“Itulah ada Perda Alih Fungsi Lahan, jangan sampai komoditas andalan kita itu terganggu,” kata Herman Deru di Palembang, Rabu.

Hal ini diduga karena menurunnya gairah petani untuk memanen getah karena harga yang diterima terbilang rendah dan menurunkan produktivitas kebun karena sudah berusia tua.

Baca Juga:Di Operasi Pasar, Wako Palembang Diskon 2 Liter Minyak Goreng Seharga Rp14.000

“Sebenarnya jika beralih dari kebun ke kebun itu tidak masalah, asal jangan dari kebun ke perumahan. Tapi kita juga tidak ingin komoditas andalan (karet) ini terganggu,” kata Herman Deru.

Sejauh ini karet merupakan komoditas andalan Sumsel untuk ekspor, selain minyak sawit (CPO) dan batu bara.

Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan Alex K Eddy mengatakan rata-rata pabrik karet di Sumsel saat ini hanya operasional 50-60 kapasitas terpasang.

“Pabrik dengan kapasitas sedang yakni 10.000 ton per bulan, bisa dikatakan sudah bagus jika mereka bisa mengolah 6.000 ton per bulan. Yang sulit ini pabrik dengan kapasitas 15.000 ton per bulan, terkadang hanya bisa 9.000 ton per bulan,” kata dia.

Kondisi ini membuat tidak banyak pabrik yang mampu bertahan, bahkan Gapkindo Sumsel mencatat terdapat dua pabrik berkapasitas 6.000 ton per bulan sudah gulung tikar.

Baca Juga:Harga Minyak Goreng Turun Rp14.000 per Liter, Emak-emak di Palembang Serbu Minimarket

"Untuk impor bokar ini, negara tidak melarang asalkan ketika diekspor sudah dalam bentuk karet spesifikasi teknis (TSR). “Dengan begini saja masih sulit untuk bertahan. Bisa dikatakan untung sangat tipis sekali,” ujar dia.

Fungsional Analis Prasarana dan Sarana Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan Rudi Arpian mengatakan produksi karet Sumsel mengalami penurunan dari 1,1 juta ton pada 2020 menjadi hanya 900.000 ton pada 2021.

Data terbaru, Sumsel terdapat 1,3 juta Hektare lahan dengan 588.586 Kepala Keluarga.

Penurunan ini diperkirakan disebabkan tiga hal yakni produktivitas kebun karena sudah berusia tua (belum diremajakan), gairah petani untuk memanen menurun karena harga rendah, hingga pengalihfungsian lahan karet menjadi lahan kelapa sawit. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini