SuaraSumsel.id - Kabupaten Musi Banyuasin sudah terkenal dengan kandungan minyak dan gas di lapisan perut buminya, yang mengakibatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga besar.
Sayangnya, sebagai daerah yang kaya PAD, namun angka kemiskinan juga tinggi. Kabupaten Musi Banyuasin berada di urutan kedua, daerah di Sumatera Selatan dengan angka kemiskinan tertinggi setelah Kota Palembang.
Berdasarkan datanya, PAD Musi Banyuasin pada tahun ini mencapai Rp3,2 triliun. Pendapatan ini berasal dari tiga pemasukkan yakni pendapatan asli darah (PAD), pendapatan transfer dan pendapatan lainnya seperti pendapatan hibah.
Dari tiga poin pendapatan daerah tersebut, pendapatan transfer bernominal paling besar.
Baca Juga:Pensiun Polisi Polda Sumsel Jadi Korban Hipnotis, Uang Rp3 Juta Raib
Setidaknya, kabupaten Musi Banyuasin mendapatkan PAD dari sumber pendapatan transfer Pemerintah Pusat mencapai Rp2,6 triliun. Sedangkan porsi terbesar lainnya, ialah pendapatan transfer antar daerah yang mencapai Rp105 miliar.
Nilai tersebut berasal dari bantuan keuangan khusus Pemerintah Provinsi sebesar Rp15 miliar, pendapat bagi hasil bea balik nama kendaraan bermotor Rp15 miliar, lalu pendapatan bagi hasil pajak bahan bakar kendaraan bermotor Rp34 miliar.
Selain itu, pendapatan bagi hasil pajak kendaraan bermotor Rp14 miliar, pendapatan bagi hasil pajak rokok Rp24 miliar dan pendpatan bagi hasil pajak air permukaan Rp415 juta.
Dari anggaran sebesar itu, Dinas PUPR memperoleh alokasi Rp577 miliar. Anggaran tersebut dipergunakan bagi pembangunan fisik, hingga kebutuhan operasional kantor.
Anggaran di Dinas PUPR ialah dinas yang menjadi sasaran Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), medio Oktober lalu.
Baca Juga:Perdagangan Bayi di Palembang Terungkap, dan 3 Berita Populer di Sumsel
KPK setidaknya menggelar OTT di dua lokasi, yakni di Musi Banyuasin dan Jakarta. Dari operasi tangkap tangan itu, KPK menetapkan empat tersangka, termasuk Bupati Dodi Reza Alex Noerdin.
Dari tangan Dodi, KPK selamatkan Rp 1,5 miliar uang yang disimpan dalam tas merah yang diketahui baru ditarik oleh ajudan dari sebuah bank.
Selain Dodi, KPK tetapkan tiga tersangka lainnya yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin dan Kepala Bidang yang bertindak sebagai PPK kegiatan.
KPK mengedus adanya dugaan suap yang dilakukan tersangka pihak rekanan Suhardy atas pengerjaan 4 proyek di dinas tersebut.
Bupati Dodi Reza Alex ialah orang yang mengatur pemenang tender pelaksanaan proyek. Dari empat proyek tersebut, keseluruhan dikerjakan oleh pihak rekanan perusahaan yang dipimpin Suhardy.
Dari skema pengaturan pememang lelang pembangunan fisik pengairan, Dodi Reza Alex Noerdin mendapatkan fee sekitar 10 persen, atau diungkap mencapai Rp2,6 miliar dari nilai anggaran proyek.
Tidak hanya Dodi Reza Alex yang meminta "jatah". Kepala Dinas dan PPK yang menjabat kabid juga memperoleh persen alokasi suap.
Hal ini disayangkan Wakil Ketua KPK, Alexander saat jumpa pres OTT Bupati anak mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin ini.
Menurutnya, dengan makin besar anggaran yang harus disetor menjadi fee bagi pejabat akan mempengaruhi kualitas pembangunan di daerah tersebut.
Apalagi, Bupati Dodi Reza Alex bukan bupati pertama yang kena OTT di kabupaten Musi Banyuasin. Pada tahun 2015 lalu, Bupati kabupaten Musi Banyuasin, alm. Pahri juga merasakan OTT yang sama.
Dia tersangkut OTT KPK dalam proses ketok palu APBD kabupaten Musi Banyuasin. Pahri tidak sendiri, sang istri pun menjadi tersangka saat itu.
Pernyataan Wakil KPK, Alexander, memperkuat telaah atas pencapaian pembangunan di kabupaten Musi Banyuasin.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau FITRA menyebutkan selama tiga tahun terakhir yakni tahun 2017 hingga 2019, angka kemiskinan di Musi Banyuasin tidak menurun signifikan.
Pada tahun 2017, Musi Banyuasin menempati daerah ketiga, sebagai daerah termiskin di Sumatera Selatan dengan angka 16,75 persen. Jauh di atas rata-rata Sumatera Selatan yang berada di angka 13 persen.
Sementara, pada tahun 2018, Musi Banyuasin mengalami kenaikan peringkat kabupaten/kota termiskin di Sumatera Selatan. Pada tahun tersebut, kabupaten ini menempati urutan ke dua setelah kota Palembang dengan angka kemiskinan yang menurun 16,52 persen.
Sementara itu, pada tahun 2019, Musi Banyuasin masih menempati tingkat kemiskinan tertinggi. Sama seperti tahun 2018, Musi Banyuasin menempati urutan kedua dengan angka kemiskinan 16,41 persen.
Dengan APBD Musi Banyuasin yang kaya karena hasil buminya, Koordinator FITRA Sumsel Nunik Handayani berpendapat adanya ketimpangan pengelolaan anggaran yang tidak berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan.
Ia pun menyoroti jika kantong-kantong masyarakat miskin (kemiskinan) cendrung berada di wilayah-wilayah pertambangan migas.
"Kondisinya sepertinya tidak sejalan, antara PAD yang kaya dan penurunan angka kemiskinan. Benar-benar belum sejalan," sambung Nunik.
Berdasarkan catatan FITRA, Musi Banyuasin juga mendapatkan pinjaman dari PT. SMI yang menjadi sumber pendapatan lainnya yang ternyata juga didominasi bagi pembangunan infrastuktur.
"Dengan pengalaman pernah ada bupati kena OTT di tahun 2015, hendaknya jadi pembelajaran pemerintah daerah membenahi kualitas dan transparansi anggaran. Tetapi, terulang dan selalu bermain di APBD," pungkas Nunik.
Kemarin, Plt Bupati Musi Banyuasin, Beni Hernedi menemui Wakil Gubernu Sumel, Mawardi Yahya. Plt Bupati ini mengusulkan bagi bantuan gubernur dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di Musi Banyuasin.
Melansir Sumselupdate.com - jaringan Suara.com, Mawardi Yahya mengungkapkan jika Sumsel fokus pemerataan pembangunan melalui bantuan gubernur atau Bangubsus. Penganggaran Bangubsus akan diberikan secara proporsional kepada daerah.
“Kita bagi secara proporsional (bangubsus) dengan tetap melihat skala prioritas. Kita akan lakukan sinkronisasi,” kata Mawardi.
“Tentu apa yang dipaparkan ini akan kita kaji kembali dan dipilah sektor-sektor yang memang menjadi prioritas,” sambungnya.