SuaraSumsel.id - Puluhan santri di Ogan Ilir, Sumatera Selatan menjadi korban aksi pedofilia dari sang guru. Di Pondok pesantren AT, kabupaten Ogan Ilir, terdapat 30 santri yang menjadi korban.
Menganggapi hal ini, Psikolog Klinik Magna Penta Anrilia Ema SPsi, M.Ed,Ph mengatakan anak yang menjadi korban pelecehan seksual sangat membutuhkan penanganan yang serius, diperlukan pendampingan baik yang bersifat dukungan moril dari orang - orang terdekat. Sekaligus dilakukan pendampingan dari profesional yang dilakukan psikolog guna membantu memulihkan dampak dari kejadian traumatis tersebut.
" Penanganan pertama adalah membantu anak - anak untuk tetap dapat memiliki rutinitas harian sesuai perannya (misalnya, membantu agar aktivitas belajar tetap berjalan dan anak diberikan kegiatan positif di luar kam belajar). Aktifitas rutin membantu untuk meredakan kecemasan sebagai dampak kejadian dan untuk menata kembali kehidupan anak," jelas ia.
Dia pun menyarankan agar tingkatkan kualitas komunikasi, dengarkan anak, berikan penguatan dan rasa aman.
Baca Juga:Palembang Diguyur Hujan, Berikut Daerah di Sumsel Diprakirakan Hujan Hari Ini
Jika dua cara ini sudah dilakukan namun anak menunjukkan gejala - gejala perubahan perilaku yang nyata seperti sedih berkepanjangan, murung, menarik diri, sensitif secara emosi, tidak dapat konsentrasi dan lainnya.
"Tidak mampu melakukan aktifitas yang seharusnya dilakukan maka berarti sudah saatnya mendapat bantuan dr profesional, seperti psikolog," ujar dia.
Kasubdit PPA Polda Sumatera Selatan Kompol Masnoni menuturkan dari total 30 korban, semuanya merupakan anak laki-laki yang tinggal di asrama Ponpes tersebut.
"Semua korban anak laki-laki (santri di Ponpes tersebut). Kedua tersangka melakukan perbuatan (cabul) itu tidak dalam waktu bersamaan," kata Masnoni.
Korban dari tersangka J, lanjut Masnoni, semula 26 anak lalu bertambah menjadi 29 anak.
Baca Juga:Dua Mantan Wagub Sumsel Diperiksa Kasus Korupsi Alex Noerdin
Sebanyak 11 santri disodomi sedangkan sementara sisanya dicabuli.
"Kemarin (hasil penyelidikan) tersangka JN korbannya ada 26, ini ditambah lagi 3, jadi totalnya 29. Yang di sodomi ada 11 anak, sisanya dicabuli," katanya.
"Satu korban lainnya, itu disodomi oleh tersangka IA. Jadi total korban dari kedua tersangka ada 30 anak untuk saat ini," ucapnya.
Ponpes Mengaku Kecolongan
Pimpinan Pondok Pesantren AT, AE mengatakan pihaknya merasa kecolongan dengan kejadian tersebut. Saat para pelaku diterima bekerja di Ponpes itu, tidak ada yang aneh dari keduannya, secara fisik maupun tingkah laku.
Untuk pelaku IA, baru bergabung menjadi pengawas asrama dan pengajar. Sebelumnya IA bekerja di Eco pesantren atau perkebunan.
"Tahun 2020 dia baru bekerja di ponpes ini dan selama ini mengurusi perkebunan di Ponpes, Juli 2021 ini baru bekerja sebagai pengawas asrama dan pengajar. Sedangkan JN bekerja dari 2019 sebagai pengawas asrama," ujar Pimpinan Ponpes AT , saat dihubungi suara.com, Jumat (1/10/2021).
" Kami saat ini sedang bersih - bersih SDM. Karena kejadian ini kami melakukan paikotes terhadap seluruh SDM yang ada di Ponpes ini. Misal masih ada pelaku silahkan tangkap dan tindak,.kami serahkan semuanya ke pihak berwajib," tutur AE.
Pihak Ponpes mengakui jika ada santri yang keluar dari Ponpes atas kejadian ini.
" Karena kejadian ini pula Ponpes mulai ketat dalam penerimaan SDM baru. Sedangkan untuk santri ya g menajdi korban kami kumpulkan dan di recovery terhadap santri dan orangtuanya. Meski ada beberapa anak yang harus keluar dari Ponpes AT karema kejadian ini. Ada yang tetap bertahan mengelesaikan studinya,” jelasnya.
Sementara itu, Humas Kanwil Kemenag Sumsel Saefuddin mengatakan apa yang terjadi di Ponoes AT itu adalah oknum.
" Ponoes tidak salah namun yang salah adalah oknum. Saat ini pihak berkoordinasi dengan Kemenag OI untuk mengentahui kondisi Ponoes itu terkait kejadian ini," ungkap ia.
" Jadi saya minta kepada pimpinan Ponpes jangan takut karena itu oknum. Makanya perlu oemdekatan secara humanis terhadap calon anak didik. Selain itu, jangan menstigma pesantren itu buruk karena ada kejadian ini," ujarnya.
Kontributor: Welly Jasrial Tanjung