Makin Berat Pembelajaran Daring bagi Anak-anak Sekolah Luar Biasa

Pembelajaran daring bagi anak-anak disabilitas terasa makin berat. Karena anak dengan kebutuhan khusus, akan membutuhkan pertemuan belajar.

Tasmalinda
Jum'at, 23 Juli 2021 | 08:08 WIB
Makin Berat Pembelajaran Daring bagi Anak-anak Sekolah Luar Biasa
Proses pembelajaran anak-anak disabilitas [shutterstock] Makin Berat Pembelajaran Daring bagi Anak-anak Sekolah Luar Biasa di Palembang

SuaraSumsel.id - Lebih dari setahun sekolah daring dijalani oleh para siswa, tidak terkecuali siswa dengan kebutuhan khusus tunagrahita di Sekolah Luar Biasa atau SLB-C Karya Ibu, Palembang Sumatera Selatan.

Mau tidak mau anak-anak sekolah luar biasa mengikuti peraturan pemerintah dengan memberlakukan pembelajaran daring selama pandemi covid-19. Pembelajaran dilaksanakan melalui pesan media whatsapp, grup dan video pembelajaran.

Mira, salah satu pengajar di sekolah tersebut mengaku resah karena tidak bisa menakar langsung kemampuan siswanya.

Guru kelas satu sekolah dasar ini mengatakan belum sama sekali menemui siswa guna mengajar padahal bagi siswa tunagrahita tidak mempunyai kepiawai yang sama.

Baca Juga:Sepekan Terakhir, Stok Vaksin COVID 19 Sumsel Kosong

“Ada siswa yang hanya bisa membuat gambar atau tulisan hanya dari titik-titik, ada yang mengikuti tulisan melalui contoh ataupun ada yang sudah piawai menulis. Sehingga dalam satu kelas mempunyai tugas yang berbeda-beda,” ujarnya saat ditemui sumselsuara.id, Kamis (22/7/2021).

SLB C Karya Ibu Palembang [Fitria/suara,com]
SLB C Karya Ibu Palembang [Fitria/suara,com]

Sedangkan untuk mengandalkan hasil tugas tidak bisa dipastikan keabsahannya benar tidaknya dibuat oleh siswa tersebut.
Menurut Mira yang sudah mengajar sembilan tahun di SLB-C Karya Ibu tersebut, tugas yang disampaikan daring tersebut bisa saja dikerjakan wali murid atau keluarganya.

“Mengatakan resah mengajar satu tahun ini karena belum sempat melakukan pembelajaran secara tatap muka atau luar jaringan. Menurut mengajar siswa tuna grahita memiliki tantangan yang lebih besar dan tidak bisa ditinjau secara daring,” kata ia.

Sedangkan untuk rata-rata IQ anak tunagrahita biasanya berkisar 50-70 untuk yang ringan sedangkan untuk tingkat sedang berada pada IQ 35-50.
Dengan dmikian SLB-C Karya Ibu mengelompokkan kelas menjadi 2 macam yakni, untuk kelas 1 C untuk yang tunagrahita ringan dan kelas 1 C1 untuk tingkat sedang.
.
Disisi lain, salah seorang orang tua kelas empat sekolah dasar siswa tunagrahita Reni Damayanti mengatakan perlu kesabaran ekstra dan penuh inovasi belajar yang harus diberikan kepada anak dengan kebutuhan khusus seperti anaknya.
 
Setidaknya sebagai ibu yang memahami kekurangan anak, Ia berupaya tidak memaksakan putranya, Azzam untuk segera menyelesaikan tugasnya.

“Saya berupaya membuat moodnya tetap baik, sehingga mau membuat tugas. Hobi Azzam mewarnai sehingga akan selalu saya jadikan hadiah jika ia mau membuat tugas dari gurunya,”katanya.

Baca Juga:Sumsel Kehabisan Stok Vaksin, Beberapa Faskes Stop Vaksinasi Sementara

Selama sekolah daring, Azzam menerima tugas dari gurunya satu seminggu sekali dalam beberapa peajaran.

Kendati demikian, Reni berpendapat melakukan pembelajaran daring dan secara langsung di sekolah tetap berbeda. Anaknya tetap ingin sekolah tatap muka.

“Ketika membuka lemari baju dan melihat pakaian sekolah anaknya menjadi sedih. Karena akan berbeda ketika bertemu teman dan guru-guru mereka menjadi lebih semangat, sedangkan dengan orang tua siswa menjadi manja,”pungkasnya.

Kontributor: Fitria 
 

REKOMENDASI

News

Terkini