SuaraSumsel.id - Dua orang saksi diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pada 16 proyek di Dinas PUPR Muaraenim, yang menyerat bupati Juarsah.
"Hari ini dilakukan pemeriksaan saksi untuk tersangka JRH (Juarsah/Bupati Muara Enim), dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun anggaran 2019," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, seperti dilansir ANTARA, Senin (1/3/2021).
Ali menyebutkan dua saksi yang diperiksa di antaranya Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Muara Enim Harson Sunardi dan Habibi selaku bagian rumah tangga pada Rumah Dinas Bupati Muara Enim.
Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Bupati Juarsah menjadi tersangka atas dugaan menerima Rp 4 miliar pada kasus tersebut.
Baca Juga:Status Siaga Ditetapkan Lebih Cepat, Desa Rawan Karhutla Sumsel Menurun
Penerimaan commitment fee dengan jumlah sekitar Rp4 miliar oleh Juarsah dilakukan secara bertahap melalui perantaraan dari Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim Elfin M.Z. Muhtar.
Dalam konstruksi perkara, dijelaskan bahwa di awal 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan proyek pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan pada tahun anggaran 2019.
Selain Bupati Juarsah, empat tersangka sudah terlebih dahulu disidangkan termasuk mantan Bupati Ahmad Yani, termasuk tiga orang lainnya.
Dalam pelaksanaan proyek pengadaan tersebut, Juarsah diduga turut menyepakati dan menerima sejumlah uang berupa commitment fee sebagai 5 persen dari total nilai proyek yang salah satunya diberikan oleh Robi Okta Fahlefi (ROF) dari pihak swasta.
Selain itu, Juarsah selama menjabat selaku Wakil Bupati Muara Enim 2018—2020 juga diduga berperan aktif dalam menentukan pembagian proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019.
Baca Juga:Tetap Waspada! Awal Maret Ini Sumsel Masih Berpotensi Hujan Disertai Petir
Juarsah disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.