SuaraSumsel.id - Vaksin Nusantara yang diinisiasikan mantan menteri kesehatan, Terawan Agus Putranto hendaknya didukung, karena penemuan ini menggunakan metode penelitian yang baru.
Hal ini diungkap Ahli Mikrobiologi Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof Yuwono. Menurut ia, penemuan vaksin Nusantara yang diinisiasikan Terawan cukup unik dengan tergolong baru.
Ia menjelaskan vaksin Nusantara memanfaatkan sel dendritik dari sel darah putih pasien. Sel ini berfungsi mengindentifikasikan musuh namun tidak langsung menyerang.
Ia akan mempresentasikan profil musuh yang dihadapi, yakni virus covid 19 dengan membentuk antibodi namun menggunakan perantara.
Baca Juga:Ini Penyebab Produktivitas Padi Sumsel Masih Rendah
"Biasanya metode penciptaan ini dipergunakan bagi penyakit kanker. Ini menjadi terobosan dalam penciptaan vaksin. Ini hal yang baru," ujar Prof Yuwono, belum lama ini.
Prof Yuwono yang akrab dipanggil Prof Yu, mengatakan dengan mengidentifikasikan yang berasal dari sel dendritik darah putih, maka respon terhadap virus juga akan sesuai dengan kemampuan sel darah putih pada pasiennya.
"Dengan metode ini sebenarnya juga menjadi tantangan penemunya. Jika April nanti, sudah selesai pada tahap pertama, maka akan dilanjutkan pada uji tahap kedua," terang Prof Yu.
Dengan memanfaatkan sel darah putih pasien, maka pembentukan vaksin nusantara dirasa lebih aman.
"Karena itu fase pertama dalam pembuatan vaksin terpenuhi," tegas Prof Yu.
Baca Juga:Tes Urine Acak, Satu Bintara Polda Sumsel Terkonfirmasi Positif Narkoba
Sementara fase kedua yakni kemanjuran vaksin dan fase ketiga ialah mencegah terjadinya infeksi atas vaksin.
Prof Yu berpendapat penemuan vaksin yang digagas oleh anak bangsa harusnya dipopulerkan atau dikenalkan lebih luas. "Pemerintah bisa langsung menghargai sebagai terobosan," ujar ia.
Ia pun mencontohkan politik vaksin yang dilakukan negara India yang mampu memajukan vaksin buatan negaranya sendiri.
Negara India yang dikenal juga mengimpor vaksin menjalin kesepakatan agar lembaga yang mengekspor vaksin juga mendorong penciptaan vaksin yang dikembangkan di dalam negeri.
"Sehingga membagi porsi vaksinnya, misalnya 70 persen impor, 30 persen mendorong pengembangan produksi vaksin di negaranya. Sehingga bisa menciptakan vaksin mandiri," terang Prof Yu.
Diterang Prof Yu, pembentukan vaksin biasanya dilakukan dengan metode yakni berbasis virus itu sendiri, mengambil bagian dari virus dan metode rekombinasi DNA.
"Nah, metode yang dilakukan dokter Terawan ini inovatif, dan baru," ujar ia.
Prof Yu pun mengungkapkan efektivitas vaksin Sinovac bisa dilihat pada tiga bulan mendatang.
Menghitungnya dengan membandingkan, seberapa banyak masyarakat divaksin dan peningkatan masyarakat yang terpapar hingga akhirnya menjadi sakit.