Antropogenik, Pesan Teator Potlot Akan Diskursus Manusia di Perubahan Iklim

Teater Potlot berusaha menyampaikan pesan akan diskursus manusia pada puncak perubahan iklim.

Tasmalinda
Minggu, 22 November 2020 | 18:20 WIB
Antropogenik, Pesan Teator Potlot Akan Diskursus Manusia di Perubahan Iklim
Teater Potlot saat latihan sebelum pertunjukan [Dok. Teater Potlot]

SuaraSumsel.id - Di penghujung tahun 2020 yang merupakan tahun penuh kecemasan akan masa depan hidup manusia karena pandemi Covid-19, Teater Potlot akan menampilkan Antropogenik yang ditulis dan disutradarai Conie Sema.

Antropogenik yakni aktifitas manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang akan dipresentasikan Teater Potlot dalam Temu Teater se-Sumatera di Taman Budaya Jambi, 23-25 November 2020.

Selain itu juga, pada Pekan Teater Sumatera di Taman Budaya Sumatera Barat, 26-28 November 2020 ini mencoba membangun diskursus tentang masa depan hidup manusia akibat perubahan iklim global.

Kedua kegiatan tersebut menerapkan protokol kesehatan.

Baca Juga:FPI Sumsel: Pencopotan Baleho Habib Rizieq Pakai Tim Gabungan Itu Lucu

Mulai dari rapid test setiap anggota tim teater yang hadir, hingga menerapkan jaga jarak dan menggunakan masker.

Pertunjukan yang akan dipresentasikan Sari Febri Andani, Sonia Anisah Utami, Dandi Rianto, dan Hasan.

“Sebuah presentasi kecil pergerakan transisi antara permukaan atau lapisan luar kerak bumi dengan atmosfer di bawah langit,” kata Conie Sema kepada Suara.com, Minggu (22/11/2020).

Para presentator ini merupakan mahasiswa dan pengajar di FKIP Universitas PGRI Palembang.

Teater Potlot saat latihan sebelum pertunjukan [Dok. Teater Potlot]
Teater Potlot saat latihan sebelum pertunjukan [Dok. Teater Potlot]

Dalam pertunjukan Antropogenik ada beberapa fragmen ekologi dan lanskap sebagai upaya merespons perubahan iklim dan pencemaran lingkungan akibat perilaku manusia.

Baca Juga:Fans Soneta: Ajang Dangdut Bintang Suara Bisa Mengasah Talenta

“Presentasi kecil ini seperti mengajak ke ruang probabilitas karya, bersama membaca masa depan manusia dan bumi dalam kajian-kajian futuristik ilmu pengetahuan yang berhadapan pada keyakinan pijakan spiritualitas budaya,” terang Conie.

Tentang bagaimana perjalanan tubuh bumi dan manusia dari peradaban megalitikum sampai mekanika kuantum yang hadir dalam gerakan modular sebuah peristiwa teater.

“Bagaimana prediksi-prediksi manusia post human dan anatomi trans humanism. Dalam konteks perubahan iklim global yang meningkatkan temperatur bumi, serta proses tersekapnya pantulan radiasi matahari di lapisan atmosfer akibat polutan udara,” ungkapnya.

Antropogenik mungkin menjadi diskursus ekologis para antropos saat ini yang ‘menghadirkan’ manusia tanpa ras, datang dari masa depan.

Teater Potlot saat latihan sebelum pertunjukan [Dok. Teater Potlot]
Teater Potlot saat latihan sebelum pertunjukan [Dok. Teater Potlot]

Antropogenik merupakan produksi ke-40 Teater Potlot.

Sejak reborn pada 2015 lalu, Teater Potlot selalu mengusung isu ekologi dalam setiap pertunjukannya. Mulai dari Rawa Gambut, Puyang, Talang Tuwo Glosarium Project, Awang 3445 Celcius, dan Inside Plastics, yang dipentaskan di sejumlah kota di Sumatera, mulai Palembang, Bandarlampung, Jambi dan Padang Panjang.

“Kami pilih tema ekologi, sebab berbagai persoalan seperti sosial, kesehatan, budaya, politik, dari lokal hingga global, bermula dan berakhir pada persoalan ekologi,” ucapnya.

Ketamakan manusia terhadap sumber daya alam sudah membawa pada akhir kehidupan manusia dan Bumi.

“Semoga ini upaya kami ini memberi dampak agar kita segera mencegah tindakan yang mempercepat kerusakan Bumi yang indah ini,” kata T. Wijaya, Pegiat Teater Potlot yang pada Maret lalu meluncurkan novel keempatnya berjudul Cekap, yang mengisahkan tentang ketamakan manusia terhadap sumber daya alam, khususnya lahan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini