55 Tahun Diresmikan, Jembatan Ampera Dahulu Bernama Jembatan Soekarno

Kisah Gerakan Satu Oktober (Gestok) juga meninggalkan kisah pada Jembatan Ampera yang dahulu bernama Jembatan Soekarno.

Tasmalinda
Kamis, 01 Oktober 2020 | 11:51 WIB
55 Tahun Diresmikan, Jembatan Ampera Dahulu Bernama Jembatan Soekarno
Jembatan Ampera Palembang. (Shutterstock)

SuaraSumsel.id - Jika anda datang ke kota Palembang, pasti salah satu tujuan utamannya ialah Jembatan Ampera. Jembatan yang menjadi penghubung antara kota Palembang di seberang hulu dan seberang hilir ini sudah menjadi icon ibu kota Sumatera Selatan.

Banyak kisah jembatan ini, mulai dari keinginan Presiden Soekarno memberikan bakti pembangunan kepada masyarakat Palembang sekaligus menjadi kebanggaan Indonesia baru merdeka. 

Pergolakan politik akhirnya membuat Presiden Soekarno tidak meresmikannya langsung, tepat sehari sebelum Gerakan Satu Oktober (Gestok).

Berikut  fakta Jembatan Ampera di kota pempek ini

Baca Juga:Polda: Tak Ada Nobar Film G30S/PKI di Sumsel

Jembatan Tercanggih di Asia Tenggara

Jembatan ini memiliki panjang 1.117 meter dan lebar lebih dari 20 meter menjadikannya jembatan terpanjang di Asia Tenggara. Selain menjadi jembatan terpanjang, jembatan ini merupakan infratuktur megah di jamannya.

Badan jembatan dapat diangkat guna mengatur ketinggiannya menyesuaikan lalu lintas kapal di Sungai Musi. Arus lalu lintas di Sungai Musi sejak dahulu terkenal padat, terutama mengangkut hasil bumi dan tambang dengan menggunakan kapal-kapal berukuran tinggi dan besar.

Jembatan ini menjadi jembatan tercanggih secara teknologi pembangunan dengan sistem persinyalan yang diatur dari sebuah pos berjarak cukup jauh.

Diresmikan oleh Letnan Jendral Ahmad Yani

Baca Juga:Dear Warga Sumsel, Pemutihan Pajak Kendaraan Diperpanjang

Tragedi Gerakan September 30 1965 (Gestapu) juga menyisahkan cerita bagi masyarakat Palembang.

Siang hari, tepatnya di 30 September 1965 sekiranya pukul 10.00 wib, Panglima TNI AD Ahmad Yani sempat meresmikan Jembatan Ampera bersama dengan Gubernur Brigjen. TNI H. Abu Yasid Bustomi yang mewakili Presiden Soekarno yang berhalangan hadir.

Meski pada malam harinya, jendral ini pun menjadi salah satu korban Gestapu.

Dana Rampasan Penjajah Jepang

Setelah kalah pada Perang Dunia ke II, sekutu mengharuskan Jepang menandatangani perjanjian San Fransisco. Perjanjian ini mengharuskan Jepang bertanggung jawab moral dan material kepada negara jajahan, termasuk Indonesia.

Karena dari itu, terjadi perundingan alot antara Jepang dan Indonesia menghitung besaran kerugian perang oleh Jepang.

Pemerintah Jepang ingin tetap berdiplomasi dengan Indonesia, guna memulihkan dosa dan citra sebagai negara jajahan sekaligus keinginan mendapatkan hasil bumi.

Indonesia sempat meminta 17,5 miliar USD guna mengganti kerusakan akibat jajahan namun Jepang sempat menolak. Beberapa kali perundingan juga tidak menemukan jalan kesempatan.

Saat perundingan dilanjutkan, Indonesia yang diwakili Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, Iwa Kusumasumantri dan Mohammad Hatta berhasil mendapatkan kesepatan dengan dana penggantian sebesar 223,08 juta USD.

Oleh Presiden Soekarno, dana tersebut digunakan membangun mega proyek, salah satunya Jembatan Ampera.

Presiden Soekarno meletakkan tiang pancang Jembatan Ampera (jempretan YoUtube)
Presiden Soekarno meletakkan tiang pancang Jembatan Ampera (jempretan YoUtube)

Dibangun Tiga Tahun

Proses pembangunan jembatan Ampera ini juga tergolong cepat. Dengan teknologi canggih yang menyertainya, jembatan ini awalnya ingin diselesaikan dalam kurun waktu dua tahun.

Pemasangan tiang pancang Jembatan Ampera dilakukan pada 10 April 1962 oleh Presiden Soekarno menargetkan pembangunan akan selesai pada tahun 1964.

Akan tetapi, target pembangunan tersebut tidak tercapai dan baru diresmikan pada 30 September 1965, yakni 55 tahun yang lalu.

Anggaran pembangunan jembatan menelan 10.525 juta USD dengan tambahan kontrak sebesar USD 4.500.000 pada 14 Desember 1961.

Jembatan Ampera yang membelah Sungai Musi. (Foto: AntaraWidodo S. Jusuf)
Jembatan Ampera yang membelah Sungai Musi. (Foto: AntaraWidodo S. Jusuf)

Tiga Kali Berganti Nama

Jembatan yang menghubungkan masyarakat di hilir dan hulu kota Palembang ini juga sempat berganti nama. Awalnya, pembangunan jembatan yang berusaha menyatukan masyarakat di dua kawasan Palembang ini bernama Jembatan Musi atau dikenal Proyek Musi.

Proyek Musi diambil dari nama Sungai Musi yang menjadi pemisah antar Palembang di hilir dan di hulu.

Setelah pembangunan diusulkan dan dilakukan pelaksanaan, jembatan ini pun diproyeksikan bernama Jembatan Soekarno. Yakni nama yang dipilih sekaligus penghargaan kepada Presiden Soekarno yang telah berhasil membangun jembatan menyatukan masyarakat di Palembang.

Namun nama Jembatan Soekarno tidak berlaku lama.

Setelah terjadi pergolakan politik tahun 1966, terjadi gerakan anti Soekarno yang sangat kuat, maka berpengaruh pada nama jembatan ini, yang akhirnya diubah menjadi Jembatan Ampera. Kata Ampera ialah akrononim dari Amanat Penderitaan Rakyat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini