SuaraSumsel.id - Hari Bumi bukan sekadar seremoni tahunan atau kampanye hijau sesaat—ia adalah seruan mendesak untuk bertindak nyata.
Di tengah eskalasi krisis iklim yang kian tak terbantahkan, Pulau Sumatera berdiri di titik kritis, sebuah persimpangan antara harapan dan kehancuran: memilih jalan transisi energi bersih, atau perlahan tenggelam dalam pusaran polusi dan ketamakan yang menggerogoti bumi dari dalam.
Dahulu, Sumatera dikenal sebagai paru-paru Indonesia, rumah bagi hutan tropis lebat, satwa endemik, dan kehidupan masyarakat adat yang bersinergi dengan alam.
Namun kini, citra itu kian memudar.
Baca Juga: Ini Penjelasan Panjang Alex Noerdin Usai Diperiksa Kasus Pasar Cinde
Dominasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara masih mencengkeram sistem energi di Sumatera, menjadi salah satu sumber polusi terbesar yang mengoyak ekosistem, meracuni udara, dan melepaskan emisi karbon dalam jumlah masif.
Kebergantungan pada energi kotor ini bukan hanya mencederai lingkungan lokal, tetapi juga menjadi penyumbang krisis iklim global yang dampaknya kian dirasakan: banjir bandang, kebakaran hutan, hingga perubahan cuaca ekstrem.
Saatnya kita mengubah arah. Hari Bumi harus menjadi momentum bagi Sumatera untuk berani melangkah ke depan—menuju transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada kehidupan.
Seruan untuk transisi energi bersih di Sumatera kembali menggema dengan tegas dari para aktivis lingkungan dan pembela hak masyarakat.
Ali Akbar, Konsolidator Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) sekaligus Ketua Kanopi Hijau Indonesia, menyoroti minimnya langkah konkret dari negara dalam menjalankan agenda transisi energi yang sejati.
Baca Juga: Terpidana Korupsi Alex Noerdin Diperiksa Lagi, Kali ini Kasus Pasar Cinde
“Belum ada pergerakan yang signifikan dari negara,” tegasnya.
Menurutnya, strategi yang diambil justru cenderung manipulatif seperti co-firing, gasifikasi batubara, dan penggunaan biomassa, yang pada dasarnya hanya menjadi akal-akalan untuk melanggengkan dominasi batu bara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik di Sumatera.
Sementara itu, Wilton Amos Panggabean dari YLBHI-LBH Pekanbaru menyuarakan dampak nyata PLTU terhadap kehidupan masyarakat Riau.
Ia menekankan bahwa PLTU Tenayan Raya tidak hanya memperparah krisis iklim melalui peningkatan emisi, tetapi juga merusak ekosistem Sungai Siak hingga menyebabkan nelayan di kawasan Okura tak lagi bisa mengonsumsi air sungai tersebut.
Dalam situasi cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, keberadaan PLTU justru menambah penderitaan warga.
“Tidak adanya komitmen pemerintah untuk menghentikan laju emisi karbon berdampak langsung pada menurunnya kualitas hidup masyarakat Riau, terutama mereka yang tinggal di sekitar PLTU,” ujar Wilton.
Pernyataan-pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa transisi energi di Sumatera tidak bisa terus-menerus ditunda atau disamarkan oleh solusi palsu.
Dibutuhkan keberanian politik, komitmen nyata, dan keberpihakan terhadap rakyat untuk benar-benar membebaskan Sumatera dari jerat energi kotor.
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap sembilan PLTU batubara di Sumatera dua tahun terakhir, PLTU Nagan Raya Aceh, PLTU Pangkalan Susu Sumut, PLTU Ombilin Sumbar, PLTU Tenayan Raya Riau, PLTU Keban Agung Lahat, PLTU Sumsel 1, PLTU Teluk Sepang Bengkulu, PLTU Semaran Jambi, PLTU Sebalang dan Tarahan Lampung, ditemukan 47 pelanggaran pengelolaan lingkungan hidup. Dari total temuan tersebut 12 diantaranya telah dilaporkan ke penegak hukum di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI.
Namun hal ini tidaklah cukup untuk guna mempercepat penghentian aktivitas PLTU batubara di Sumatera.
Sementara rezim Prabowo sekarang ini semakin beringas dan terkesan membabi buta mendukung proyek-proyek batubara, Hilirasi batubara dalam bentuk gas, dukungan terhadap ekploitasi nikel sebagai media pengganti minyak bumi, dan Danantara yang juga berpotensi mendukung gasifikasi batu bara serta industri-industri turunannya adalah bentuk nyata bahwa rezim ini tidak berniat untuk menjadikan Indonesia sebagai contoh baik transisi energi dunia.
Pembiayaan eksploitasi pada sumber daya alam seperti hilirisasi batubara merupakan kebijakan yang kontra produktif dengan agenda transisi energi yang sedang dilakukan negara Indonesia.
Sumiati Surbakti dari Yayasan Srikandi Lestari Sumatera Utara menjelaskan, pengurus negara ini sangat kecanduan dengan batu bara padahal sudah sangat jelas bahwa batubara itu sangat bermasalah dari hulu ke hilir, tapi tetap saja terus dipertahankan tanpa memikirkan penderitaan rakyat dan sudah banyak yang menjadi korban baik dari hulu ketika batu bara diambil dari perut bumi hingga ketika batubara digunakan.
“Wajar jika ada yang mengatakan kalau kita sebenarnya masih belum merdeka, cuma ganti tangan saja,” kata
Sumiati yang akrab disapa mimi.
Sumaindra, dari LBH Lampung, dengan tegas mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak buruk dari ketergantungan pada energi fosil yang diproduksi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Menurutnya, “Penyediaan energi oleh negara yang dihasilkan melalui energi fosil akan terus menimbulkan persoalan, dan setiap persoalan yang terjadi selalu rakyat yang terus menjadi korban.”
Ia menekankan bahwa energi kotor yang dihasilkan oleh PLTU, mulai dari tahap hulu hingga hilir, tidak hanya memperburuk kondisi lingkungan, tetapi juga memperparah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Provinsi Lampung, yang sebagian besar kebutuhan energinya dipenuhi oleh PLTU, termasuk PLTU Sebalang, telah merasakan dampaknya secara langsung.
Sumaindra mencatat bahwa keberadaan PLTU ini merusak wilayah tangkap nelayan, yang langsung berdampak pada mata pencaharian mereka. Selain itu, kasus-kasus sebelumnya terkait dengan akses jalan publik yang terganggu juga menambah derita masyarakat sekitar. PLTU Sebalang, meskipun berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi, ternyata mengorbankan kehidupan masyarakat dan kelestarian alam.
Semua ini menjadi bukti bahwa keberlanjutan energi berbasis fosil semakin tidak bisa diterima lagi, dan sudah saatnya transisi energi bersih menjadi solusi utama untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Ia menilai stockpile batubara yang menjamur di Lampung yang diduga ilegal memberikan dampak kesehatan kepada masyarakat di sekitaran Desa Sukaraja dan masyarakat banyak mengalami ISPA dan penyakit kulit akibat debu batu bara yang dihasilkan dari stockpile.
Karena itu penting mendorong dan memastikan negara untuk melakukan transisi energi yang bersih, adil dan berkelanjutan sebagai upaya pemenuhan energi yang pastisipatif dan berpihak kepada masyarakat.
Direktur LBH Padang, Diki Rafiqi menegaskan bahwa, “Negara telah gagal memenuhi kewajiban dasarnya dalam menjamin hak asasi manusia. Warga di sekitar PLTU, khususnya di PLTU Ombilin dan PLTU Teluk Sirih di Sumatera Barat dibiarkan tanpa perlindungan, meski hidup dalam bayang-bayang ancaman kesehatan dan keselamatan akibat aktivitas PLTU.
Negara membiarkan rakyatnya bertaruh nyawa demi kelangsungan hidup sehari-hari”.
Situasi di Sumsel
Sahwan, dari Yayasan Anak Padi Lahat, dengan tegas menyatakan bahwa Lahat, yang merupakan salah satu daerah penghasil terbesar batu bara di Provinsi Sumatera Selatan, telah mengalami dampak buruk yang sangat besar terhadap lingkungan.
“Bentang alam yang sangat indah sekitar Bukit Serelo kini berubah menjadi lubang tambang yang besar,” katanya.
Keberadaan tambang batu bara di wilayah ini tidak hanya merusak keindahan alam, tetapi juga menyebabkan masalah besar lainnya.
Saat musim hujan, banjir menjadi ancaman yang terus menghantui, yang disinyalir akibat penyempitan dan pendangkalan sungai akibat aktivitas pertambangan.
Tak hanya itu, angkutan batu bara yang hilir mudik juga menyebabkan polusi udara, yang berdampak pada kesehatan masyarakat.
PLTU Keban Agung, yang beroperasi di sekitar Lahat, juga memberikan dampak negatif, di mana beberapa petani mengaku hasil pertanian mereka menurun sejak pembangkit listrik tersebut beroperasi.
Sementara itu, Boni, perwakilan dari Perkumpulan Sumsel Bersih, menambahkan bahwa dalam momentum peringatan Hari Bumi 2025, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan harus segera mengambil langkah besar untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.
Ia menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2024-2025, berbagai daerah di Sumsel telah mengalami bencana alam, mulai dari banjir hingga kebakaran hutan, yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang terus berlangsung.
“Percepatan transisi energi yang adil dan berkelanjutan” adalah langkah penting yang harus diambil pemerintah, guna memitigasi kerusakan yang semakin parah. Boni juga menegaskan pentingnya stop dan evaluasi pembangunan PLTU batubara baru, karena setiap pembangunan PLTU dan tambang akan menyebabkan hilangnya lahan pertanian dan perkebunan, yang menjadi sumber utama perekonomian masyarakat.
Dengan batuan energi yang telah mencapai 24,14%, melebihi target bauran energi nasional, Sumsel sudah memiliki energi baru dan terbarukan yang cukup signifikan, dengan kapasitas 989,12 MW.
Oleh karena itu, sudah saatnya Sumatera Selatan berani untuk mengajukan pengurangan PLTU batubara, dan menggantikannya dengan pembangkit energi terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Arlan, perwakilan dari Koalisi Aksi Penyelamat Lingkungan (KAPL), dengan tegas menyampaikan bahwa Sungai Musi, yang menjadi jantung perekonomian masyarakat Sumatera Selatan, harus segera diselamatkan dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas angkutan batubara dan stockpile batubara yang mengakibatkan pendangkalan dan pencemaran.
Arlan menekankan bahwa keberadaan tambang batu bara dan angkutan batu bara di sepanjang Sungai Musi telah meresahkan masyarakat, dengan dampak yang sangat merugikan, seperti kerusakan lingkungan, hilangnya mata pencaharian masyarakat, dan penurunan kualitas kesehatan.
Ia pun menuntut agar izin seluruh stockpile batubara yang ada di sepanjang sungai segera dicabut dan ditutup, serta evaluasi terhadap aktivitas angkutan batu bara yang telah menyebabkan bencana bagi masyarakat Sumatera Selatan.
Sebagai Koordinator Aksi “Sumatera Menolak Punah”, Arlan meminta kepada Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, untuk berani memimpin dan menginisiasi percepatan pemensiunan PLTU batubara guna mewujudkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan di Pulau Sumatera.
Ia juga mendorong agar langkah tersebut dilakukan melalui koordinasi dan konsolidasi dengan para gubernur di seluruh Sumatera.
Selain itu, Arlan mendesak Presiden Prabowo untuk segera merealisasikan proses pemulihan terhadap lingkungan dan korban yang telah jatuh akibat investasi di sektor tambang batu bara dan pembangkit energi fosil di Sumatera Selatan, khususnya, dan Pulau Sumatera pada umumnya.
Arlan mengingatkan bahwa transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan sangat mendesak untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dan mencegah jatuhnya korban lebih banyak.
Sebagai bukti nyata, 7 PLTU batubara di Sumatera telah berdampak pada 4.920 jiwa, yang kini menanggung dampak polusi udara yang semakin parah.
Berita Terkait
-
Ini Penjelasan Panjang Alex Noerdin Usai Diperiksa Kasus Pasar Cinde
-
Terpidana Korupsi Alex Noerdin Diperiksa Lagi, Kali ini Kasus Pasar Cinde
-
Anak Wali Kota Palembang Jadi Korban Pungli, Aparat Kena Sentil Pedas
-
Semangat Kartini Sudah Ada Sejak Abad 17 di Palembang: Kisah Ratu Sinuhun
-
Keren! SSB Palembang Soccer Skills Sabet Trofi Perdana Usai Lebaran
Tag
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- Keanehan Naturalisasi Facundo Garces ke Malaysia, Keturunan Malaysia dari Mana?
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
Pilihan
-
MIMPI di Belantara Jambi: Mahasiswa Ubah Harapan Masyarakat Suku Anak Dalam
-
5 Rekomendasi HP Samsung Murah dengan Spesifikasi Gahar Terbaru Juni 2025
-
7 Moisturizer Terbaik Lembapkan Wajah Kuatkan Skin Barrier: Bye-bye Kulit Kusam!
-
4 Rekomendasi Skincare Mengandung Glycolic Acid, Manjur Atasi Flek Hitam Cegah Penuaan
-
Update Market Value Pemain Timnas Indonesia H-1 Lawan Jepang, Siapa Melonjak?
Terkini
-
Sumsel United Bangun Tim dari Eks Sriwijaya FC, Nil Maizar Masuk Radar
-
Merries, MamyPoko, Sweety dan Brand Favorit Lainnya Diskon Besar di Alfamart Pekan Ini
-
Wafat di Tanah Suci, 7 Jemaah Haji Embarkasi Palembang Dapat Asuransi hingga Rp108 Juta
-
Harga Emas Terjun Bebas di Palembang Pasca Idul Adha, Kesempatan Emas untuk Investasi
-
Dapatkan Saldo Gratis dengan 10 Link DANA Kaget Hari Ini, Siapa Cepat Dia Dapat