Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 15 September 2024 | 14:21 WIB
Anggota KUPS Hutan Adat Mude Ayek

SuaraSumsel.id - Saat matahari meninggalkan garis langit makin menuju timur, langkah kaki Surainah (54) makin cepat. Dia bergegas menyambut kedatangan ibu-ibu lainnya pada sore itu yang tengah mempersiapkan peresmian sebuah bangunan yang terletak pinggir jalan poros desa.

Surainah dan hampir sebanyak 30 perempuan lainnya di Desa (Dusun) Tebat Benawa bukan kali pertama ini sibuk-sibuk menyambut momen penting. Pada malam-malam sebelumnya, mereka pun berlatih menyanyi dan menari sebagai pengisi acara peresmian tersebut.

Peresmian yang dinanti ialah peresmian sebuah bangunan dengan bentuk memanjang nan sudah diperbaiki secara bersama-sama. Bangunan ini milik Surainah, yang merupakan Ketua Kelompok usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di desa tersebut.

Ia pun menjadikannya tempat berkumpul bersama-sama perempuan desa lainnya.

Baca Juga: Tangan-Tangan Inspiratif Perempuan Tebat Benawa: Menjaga Hutan, Membangun Desa

Bangunan itu pun telah direnovasi dengan lebih modern, layaknya toko serba guna nan menyediakan hasil kreasi karya para perempuan desa. Bangunan itu dicat putih dengan nuansa kayu, foto kopi dan hutan, dengan tema perempuan nan mencolok di ruang utama, menjadikan bangunan lebih ‘bernyawa’.

Di bagian dinding lengkap dengan kolase lukisan, tumpukan buku pengetahuan mengenai kopi, serta foto-foto dokumentasi pengelolaan kopi. Mungkin pilihan itu menyesuaikan dengan komoditas utama yang diolah dibangunan tersebut, yakni kopi.

Benar, daerah ini adalah salah satu penghasil kopi nan terkenal di kota Pagar Alam. Meski sudah bertahun-tahun membudidayakan kopi namun para perempuan hanya sibuk selama musim panen.

KUPS Hutan Adat Mude Ayek Tebat Benawa [dok]

Selebihnya, mereka hanya akan sibuk di rumah. Namun kini, Ibu-ibu makin aktif berkumpul lebih produktif sebagai kelompok usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Hutan Adat Mude Ayek nan menjadi ‘penggerak’ di desanya.

Diungkapkan Surainah, masa sibuk ke kebun kopi hanya akan berlangsung menjelang Juni sampai dengan Agustus dan September seperti saat ini. 

Baca Juga: Kopi Pagaralam: Emas Hitam dari Bumi Besemah yang Menggoyang Dunia

Tradisi itu karena musim atau masa panen dan kemudian menyusul masa tanam di bulan-bulan berikutnya. “Selebihnya kami hanya sibuk mengelola kopi untuk dijual,” aku perempuan yang sudah memasuki usia kepala lima ini.

Load More