Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Senin, 04 Maret 2024 | 22:55 WIB
Kunjungan mitra binaan Perta-samtan ke kawasan agrowisata nanas Prabumulih

SuaraSumsel.id - PT Perta-Samtan Gas mendukung ekonomi sirkular di Kota Prabumulih Sumatera Selatan. Dukungan tersebut diberikan melalui bank sampah, budidaya maggot, maupun pertanian organik berbasis pengelolaan limbah hasil pertanian.

Komitmen ini disampaikan oleh Harry Maradona selaku External Relation Officer PT Perta-Samtan Gas dalam temu mitra binaan CSR di Kebun Agrowisata Nanas Kota Prabumulih.

Program CSR perusahaan migas ini fokus pada pemberdayaan ekonomi dan pemulihan lingkungan. Beberapa program yang telah dilakukan berhasil mengantarkan wilayah binaan mendapat penghargaan tingkat nasional. Di antaranya penghargaan Kampung Iklim (Proklim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk Desa Pangkul dan Kelurahan Gunung Ibul Barat.

”Sejak 2019, program CSR kita sudah mengarah ke pemberdayaan ekonomi melalui pengelolaan sampah. Di Desa Pangkul, kita membina anak-anak muda untuk membangun bank sampah dan kegiatan pengomposan bahan organik untuk mendukung pertanian sayur. Sebagaimana diketahui, Pangkul merupakan sayuran utama di Prabumulih. Di Kelurahan Gunung Ibul, kita mendukung penggiat budidaya maggot BSF dan cacing tanah untuk mengatasi sampah di pemukiman,” ujar Harry menjelaskan.

Baca Juga: 2 Anggota Bawaslu OKU Dipolisikan Karena Terima Rp1,34 Miliar, Janjikan Caleg PAN Lolos DPRD

Memasuki tahun 2024 ini, menurut Harry, perusahaan berencana memperluas wilayah binaan sekaligus menambah jumlah penerima manfaat program CSR. Terutama, wilayah kelurahan Karang Jaya yang memiliki potensi agrowisata nanas untuk menggerakkan ekonomi sirkular dengan pengolahan limbah hasil perkebunan buah ikonik Prabumulih ini.

”Sebagai contoh, limbah kulit nanas bisa diolah jadi pakan larva atau maggot BSF yang nantinya menghasilkan pakan ternak maupun kompos untuk mendukung pertanian nanas organik”, ucapnya saat melakukan kunjungan pada 4 Maret lalu.

Adaptasi Perubahan Iklim

Kasi Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Prabumulih Yayuk Suhartati menyambut baik rencana kegiatan CSR perusahaan migas ini.

Terutama terkait pengelolaan sampah yang menjadi problem serius untuk diatasi. Yayuk menyarankan agar kegiatan CSR PT Perta-Samtan Gas juga diarahkan pada aksi-aksi adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak.

Baca Juga: Listrik Padam Saat Rekapitulasi Pileg, Suara Partai di Sukarame Mendadak Naik 27 Ribu?

Di antarnya, pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycling), pemanfaatan pekarangan untuk ketahanan pangan, konservasi tanah dan air, hingga pertanian organik. ”Dengan demikian, daya lenting masyarakat terhadap perubahan iklim dapat diperkuat. Apalagi bagi masyarakat petani nanas yang pasti akan terpengaruh langsung akibat iklim yang berubah,” terang Yayuk.

”Perubahan iklim memang sangat dirasakan oleh petani nanas di Prabumulih,” timpal S. Antoni, Petani Inovatif Prabumulih penggerak agrowisata nanas. ”Ketika kemarau panjang, produksi nanas baik dalam jumlah, ukuran, maupun bobot mengalami penurunan signifikan. Otomatis pendapatan petani juga turun.”

Menurut Antoni, selain perubahan tatacara budidaya, banyak hal yang masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani nanas. Dukungan akses pasar, dukungan infrastruktur penunjang, juga perlu inovasi pada produk turunan, bahkan produk turunan berbahan limbah nanas.

”Kami pikir, bukan tidak mungkin nanti kulit nanas yang saat ini jadi limbah dari pembuatan kripik di sini, diolah lagi. Bisa untuk budidaya maggot dan jadi pakan ikan atau ayam. Bisa juga sekalian memanfaatkan limbah produksi serat daun nanas dijadikan pakan sapi atau kambing.”

Small is Beautiful

Selain limbah hasil pertanian nanas, permasalahan sampah domestik dari warga Kelurahan Harang Jaya turut disorot dalam pertemuan mitra binaan CSR Perta-Samtan. Menurut Lurah Karang Jaya, Helton Armada, pihak kelurahan secara rutin telah melakukan gotong-royong pembersihan sampah yang timbul di tepi jalan umum. Meski telah dilakukan sosialisasi, edukasi, bahkan teguran, pembuangan sampah liar oleh sebagian warganya tetap terjadi.

Helton menyadari bahwa aksi gotong-royong pembersihan sampah saja, tidak cukup untuk menyelesaikan masalah sampah di wilayah kelurahan yang ia pimpin. Di sisi lain, warganya memang kesulitan membuang sampah karena tidak ada fasilitas TPS serta wilayahnya berada di pinggiran kota dan tidak dilewati armada pengangkutan sampah milik pemerintah Kota.

Syamsul Asinar Radjam, agroekolog dan pendiri Komunitas PrabumaGGot Indonesia berpendapat, “belajar dari praktik-praktik baik yang berhasil dilakukan oleh komunitas-komunitas pengolah sampah di Kota Prabumulih, harus ada semacam Unit Pengolahan Sampah Terpadu di tingkat komunitas.”

Usaha-usaha mengentaskan masalah sampah berbasis komunitas ini dimulai dari skala kecil.

“Small is beautiful. Kecil itu indah. Yang terpenting keberlanjutan dalam jangka panjang. Nanti lama-lama akan membesar. Dengan syarat ada keterlibatan dari banyak pemangku kepentingan. Baik pemerintah, perusahaan, kalangan profesional, dan lainnya.” ujarnya.

“Pilihan aksinya juga disesuaikan dengan potensi sumber daya lokal yang tersedia di tingkat lokal. Pilihan teknologinya juga yang sepraktis mungkin, semurah mungkin, tetapi efektif dalam mengubah masalah menjadi peluang. Tentu saja seberapa tebal modal sosial juga menjadi bahan pertimbangan,”

”Nah, hasil olahan sampah dari Unit Pengolahan Sampah Terpadu di kawasan agrowisata nanas Karang Jaya bisa saja bukan maggot BSF. Bisa saja ekstraksi enzym nanas, bisa produk makanan seperti nata de soya, atau langsung untuk pakan ternak sapi dan kambing. Perlu diusahakan tenaga ahli dan teknologinya ada di Prabumulih, untuk memudahkan proses adopsi teknologinya,” kata Syamsul di akhir acara diskusi

Load More