"Ketika itu static stretching masih menjadi budaya di kepelatihan sepakbola kita. Schum secara objektif telah jelaskan alasan ilmiah kerugian static stretching untuk sepakbola. Tapi penjelasan objektif tersebut terus dibantah oleh penjelasan subjektif tak masuk akal. Kalimat “Schumm benar, tapi stretching sudah menjadi budaya pemain kita,” menjadi pembenar paling popular.
Era Schumm berlanjut ke Peter Withe asal Inggris. Di awal 2000an menukangi tim nasional, Withe mencoba menerapkan sistim pertahanan Zona Marking.
Implementasinya dengan menghilangkan libero dan main flat back four. Lagi-lagi ide baru ini dikritik banyak praktisi lokal. Umumnya semua merasa ide Withe sangat bagus. Tapi tidak cocok dengan budaya sepakbola Indonesia yang terbiasa main libero.
Withe yang digadang oleh PSSI untuk “mengajarkan” sepakbola yang benar mulai mengalah. Ia pun akhirnya kembali mainkan sistim trio bek di belakang.
Baca Juga: Achmad Yakub: Cegah Karhutlabun Butuh Kolaborasi Melibatkan Petani di Sumsel
Seingat penulis, sebenarnya Withe mengakali public. Ia bilang kembali ke gaya lama. Padahal implementasinya, Withe tetap memainkan zona marking dengan modifikasi flat back three.
Kejadian paling gres adalah kiprah Pieter Huistra, Dirtek PSSI yang sempat membesut PBR di Piala Jendral Sudirman.
"Meneer Belanda ini menjadi bahan pergunjingan publik sepakbola kita, setelah gagal total bersama PBR. Cacian “sepakbola Indonesia jangan dipaksa mengikuti gaya sepakbola Belanda!” menjadi begitu popular.
Semua pihak anehnya seolah seperti menyetujui asumsi sesat tersebut. Seolah jika Pieter ingin berhasil, ia harus mengikuti gaya bermain Indonesia.
Sebuah gaya sepakbola yang tak membawa Indonesia kemana-mana. Mengapa media dan pelatih tak ada yang tertarik mempelajari model “midfield man to man marking” yang dibuatnya?
Baca Juga: Sumsel Ekspor Puluhan Ribu Kilogram Paha Kodok Senilai Rp2,3 Miliar ke Prancis
Mengapa tak satupun membahas pertunjukan taktikal kelas atas Huistra yang memaksa Gunawan Dwi Cahyo terus memainkan long passing tanpa arah? Publik dan praktisi tidak peduli atau memang tidak mengerti?
Sepakbola adalah Bos!
Seklumit cerita di atas memberi pelajaran besar. Pengembangan sepakbola memang harus mempertimbangkan budaya.
Akan tetapi budaya tidak boleh menjadi titik awal fondasi suatu pengembangan sepakbola.
"Sepakbola lah yang harus jadi titik awal. Jika kita ingin mengembangkan sepakbola ke level tertinggi, maka budaya lah yang harus ikuti tuntutan sepakbola level tinggi tersebut. Sepakbola adalah bosnya!," tulis Coach Yoyo.
Tidak mungkin misalnya seorang Pep Guardiola datang ke Indonesia dan harus beradaptasi dengan budaya setempat.
Berita Terkait
-
Saham Diserahkan Surakerela Oleh Mantan Presiden Klub, Sriwijaya FC Tak Lagi Bertaji?
-
Harusnya Sudah Kantongi Tiket Semifinal? Sriwijaya FC Tunggu PK Sanksi PSSI Dikabulkan
-
Sriwijaya FC Bisa Rebut Tiket Semifinal Meski Menjamu PSMS Medan, Asalkan ...
-
Situasi Sulit, Manajer Dan Suporter Sriwijaya FC Tuntut Hal Ini Pada PJ Gubernur Agus Fatoni
-
Update Klasemen Group Sumatera: Harap-Harap Cemas Rebut Tiket Semifinal di Pemungkas Lag
Tag
Terpopuler
- Eks Pimpinan KPK: Ustaz Khalid Basalamah Bukan Saksi Ahli, Tapi Terlibat Fakta Kuota Haji
- Jahatnya Sepak Bola Indonesia, Dua Pemain Bidikan Persija Ditikung di Menit Akhir
- 5 Rekomendasi Bedak Tahan Air dan Keringat Murah: Anti Luntur Sepanjang Hari
- Klub Impian Masa Kecil Jadi Faktor Jay Idzes Terima Pinangan Aston Villa
- 6 Mobil Bekas 7 Seater Termurah: Nyaman untuk Keluarga, Harga di Bawah Rp 70 Juta
Pilihan
-
Olahraga Padel Kena Pajak 10 Persen, Kantor Sri Mulyani Buka Suara
-
Sering Kesetrum Jadi Kemungkinan Alasan Ade Armando Dapat Jatah Komisaris PLN Nusantara Power
-
Sosok Chasandra Thenu, Selebgram Ambon Akui Dirinya Pemeran Video Viral 1,6 Menit
-
Harga Emas Antam Kembali Longsor, Kini Dibanderol Rp 1.907.000/Gram
-
Azizah Salsha, Istri Pratama Arhan Dihujat Habis-habisan Promosi Piala Presiden 2025
Terkini
-
Jangan Asal Klik! Pinjol Ilegal Masih Mengintai di Sumbagsel, Ini Cara Aman Kelola Keuangan Digital
-
Inflasi Sumsel Naik Tipis, Tapi Masih Aman! Ini Langkah Pemerintah Kendalikan Harga Pangan
-
Berkontribusi pada SDGs, AgenBRILink Capai lebih dari 1 Juta Agen di seluruh Indonesia
-
Lagi Banyak Nelpon? Coba Paket 1.000 Menit Telkomsel Cuma Rp25 Ribu Ini
-
Motivasi Langsung dari Gubernur, Ini Pesan Herman Deru untuk Generasi Muda Sumsel