Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 17 Juni 2021 | 21:06 WIB
Maestro Tari Palembang hadiahi kain songket ke Museum SMB II [Fitria/Suara.com] HUT 1338 Tahun, Maestro Penari Anna Kumari Hadiahi Palembang 3 Benda Sejarah

SuaraSumsel.id - Bertepatan dengan HUT Palembang ke 1338, Maestro tari Sumsel, Massayu Anna Kumari atau akrab disapa cek Anna mendatangi museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II.

Kedatangannya memberikan tiga benda yang masing-masing punya nilai sejarah. Pemberian itu dianggap sebagai pemberiannya kepada Palembang.

Tiga benda tersebut ialah, sebuah kain songket bungo pacik, kain pelangi atau kini disebut kain jumputan dan foto dirinya yang sedang menari di hadapan Wali Kota Palembang 49 tahun silam.

Cek Anna yang sudah berusia senja diantar anaknya, Indah Kumari saat menyerahkan benda pusaka tersebut.

Baca Juga: Wilayah Zona Merah di Sumsel Bertambah, Kini Palembang dan Muaraenim Zona Merah

Dikatakan Cek Anna, kain songket bungo pacik miliknya tersebut sudah berusia 75 tahun.

Kain berwarna ungu tersebut biasanya dipakai untuk upacara-upacara adat seperti mandi simburan untuk pengantin. Ukurannya lebih kecil daripada kain songket saat ini, besarnya hanya 30 cm x 150 cm.

“Kain ini lebih dominan menggunakan benang kapas putih sehingga tidak dominan benang emasnya,”ungkapnya, Kamis (17/6/2021).

Nama kain tenun bungo pacik biasanya dipakai oleh wanita-wanita Palembang keturunan Arab, karena “Pacik” digunakan untuk menyebutkan orang keturunan Arab.

“Sedangkan untuk yang bukan keturunan arab menggunakn motif lain, seperti bungo inten untuk wanita setengah baya, motif Lepus untuk pengantin dan motif Bungo cino bagi wanita Palembang keturunan Cina,” jelasnya.

Baca Juga: Saat Digiring dan Ditahan, Mantan Sekda Sumsel Masih Genggam Ponsel

Sedangkan kain pelangi kini lebih dikenal dengan nama kain jumputan. Kain pelangi yang ia hibahkan untuk museum SMB II diakuinya sudah berusia lebih dari 100 tahun.

Ia telah menjadi generasi ketiga pemegang kain berbahan sutera tersebut.

Sejarahnya pun tidak main-main, dikatakan wanita kelahiran 10 November 1948 silam itu kain tersebut telah menemaninya menari pada tingkat lokal hingga mancanegara. 

“Peninggalan dari nenek saya ketika umur saya 7 tahun, sudah saya bawa ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII), istana negara  hingga luar negeri untuk menari selendang mayang, ”katanya.

Kemudian benda ketiga adalah foto kenangan pencipta berbagai tarian Sumsel yang masih aktif menari. Anna bercerita pada foto yang dibingkai tersebut dia sedang menari dan membawakan tepak tetapi bukan berisi kapur sirih tetapi piagam hari jadi Kota Palembang pada tahun 1972.

“Saya diminta menari Gending Sriwijaya dan menyerahkan tepak yang berisi piagam hari jadi Palembang ke WaliKota saat itu, Rifai Tjek Yan kemudian dibacakannya di Balai Pertemuan,”pungkasnya.

Kontributor: Fitria

Load More