Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 16 Februari 2021 | 09:34 WIB
Bupati Juarsah di gedung KPK [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak] KPK menetapkannya sebagai tersangka korupsi infrastuktur di Muaraenim.

SuaraSumsel.id - Bupati Juarsah beberapa kali sempat menjadi saksi di persidangan atas kasus korupsi 16 proyek infrastuktur jalan dan jembatan di Pengadilan tipikor Palembang. Dalam persidangan itu, ia pun tidak mengakui terima suap.

Ia menjadi sanksi karena namanya disebut dan masuk dalam daftar list orang yang turut menerima fee proyek bernilai total Rp 12,5 miliar tersebut.

Bupati Juarsah sebelumnya merupakan wakil bupati Ahmad Yani. Keduanya berpasangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Muaraenim tahun 2018.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada Bupati Ahmad Yani, dan tiga orang lainnya yang merupakan dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN), dan satu pihak rekanan yang merupakan pemberi suap.

Baca Juga: Gubernur Herman Deru Tunjuk Sekda Nasrun Umar Jadi Plh Bupati Muaraenim

Pada sidang dengan terdakwa pihak rekanan Robi Okta Fahlevi, diketahui saksi Heriyansyah yang saat itu menjabat sebagai Kasubag Keuangan Dinas PUPR Muaraenim mengungkapkan jika ia pernah bertemu Robi di rumahnya di Palembang guna mengambil uang.

Uang tersebut sudah dibungkus dalam dua kota dengan jumlah yang berbeda, yakni satu kotak berisi Rp 300 juta dan kotak lainnya berisi Rp 200 juta. 

“Pernah pak, atas perintah atasan Elvin. Kami ambil uang di rumah pak Robi. Uangnya sudah dibungkus dalam dua kotak. Kata pak Elvin, satu kotak diberikan kepada Bupati Ahmad Yani dan kotak lainnya kepada Wakil Bupati Juarsah” ujarnya di muka pengadilan, pada persidangan 26 November 2019 lalu.

Meski membenarkan adanya uang yang diambil dari terdakwa Robi, Heriyansyah mengaku tidak mengetahui maksud dan jenis pemberian uang tersebut, “Kata Elvin itu fee proyek,” ucapnya menjawab pertanyaan hakim Erma. 

Pemberian uang kepada Bupati Ahmad Yani dan Wakil Bupati Juarsah kala itu dilakukan dalam satu hari yang sama, hanya berbeda jam penyerahan. Pemberian uang dilakukan terlebih dahulu untuk bupati Ahmad Yani baru kemudian kepada Wakil Bupati Juarsah. 

Baca Juga: KPK Sita Sejumlah Uang dari Saksi Kasus Korupsi PTDI

Heriyansyah juga mengetahui 16 proyek infrastuktur merupakan proyek dana aspirasi dari kalangan DPRD Muaraenim. 

Saat menjadi saksi di persidangan, Bupati Juarsah menolak dikatakan menerima fee.

Bupati Muara Enim Juarsah mengenakan rompi tahanan usai diperiksa KPK [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak]

Di muka persidangan, ia menyangkal menerima uang Rp 2 miliar seperti isi dakwaan pihak rekanan pemberi suap.

Menurut Juarsah,  ia tidak mengenal terdakwa Robi, dan tidak pernah bertemu sehingga tidak mungkin menerima uang seperti yang disebutkan dalam dakwaan tersebut. 

“Saya tidak tahu menahu dan tidak mengenal Robi,” ujarnya saat di persidangan Oktober 2019 lalu.

Selain menjadi saksi untuk pihak rekanan, bupati Juarsah pun menjadi saksi untuk terdakwa mantan Bupati Ahmad Yani dan mantan Ketua DPRD Muaraenim.

Dalam seluruh persidangan, bupati Juarsah menolak dikatakan menerima fee proyek 16 pembangunan infrastuktur jalan dan jembatan di Muaraenim.

Kasus ini terungkap saat lembaga antirasuah itu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada mantan bupati Ahmad Yani, dan tiga orang lainnya. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang, Ahmad Yani dinyatakan bersalah dan dihukum lima tahun penjara dan denda.

Sementara Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman bupati, kader Partai Demokrat ini menjadi tujuh tahun dengan denda Rp 21 miliar.

Berdasarkan bukti persidangan dan penyelidikan lanjutan, KPK menetapkan Ketua DPRD Muaraenim sebagai terdakwa dan divonis bersalah dengan penjara lima tahun dan juga denda

Penyelidikan lanjutan, akhirnya KPK juga menetapkan mantan wakil bupati yang saat ini menjadi bupati Muaraenim menjadi tersangka.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kabupaten Muara Enim, Juarsah, sebagai tersangka kasus korupsi proyek Jalan Muara Enim tahun 2019. Juarsih langsung ditahan. (Suara.com/Welly Hidayat)

Dalam sangkaannya, KPK menyebutkan bupati Juarsah menerima fee proyek sebesar Rp 4 miliar.

Deputi Penindakan KPK Karyoto menjelaskan peran Juarsah dalam kasus korupsi proyek jalan ini.

Tersangka Juarsah ternyata pernah ikut menyepakati dan menerima uang berupa 'comitmen fee' dengan nilai lima persen dari Robi Okta Fahlevi pihak swasta. Robi kini sudah menjadi narapidana dalam kasus ini.

"Juarsah juga diduga berperan saat menjadi wakil bupati dalam menentukan pembagian proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di dinas PUPR Muara Enim tahun 2019," ucap Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/2/2021).

Karyoto menyebut Juarsah menerima sekitar miliaran rupiah dalam mengurus proyek jalan di Muara Enim dari comitmen fee sebesar lima persen.

Load More