- Program Makan Bergizi Gratis di Lumajang Jawa Timur terbukti menggerakkan ekonomi warga bawah melalui pembukaan lapangan kerja.
- Bupati Lumajang menyoroti dampak positif MBG bagi warga sekitar yang terlibat sebagai tenaga kerja dan peningkatan permintaan bahan pangan.
- Wakil Kepala BGN menekankan bahwa MBG bertujuan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan potensi *multiplier effect*.
SuaraSumsel.id - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya memberi dampak pada pemenuhan gizi anak-anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini mulai menunjukkan efek berantai yang nyata: menggerakkan ekonomi warga dari tingkat paling bawah.
Dampak tersebut diungkap langsung Bupati Lumajang, Indah Amperawati, saat menghadiri Sosialisasi dan Penguatan Tata Kelola MBG serta Pengawasan dan Pemantauan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Ballroom Aston Inn Lumajang, Sabtu (13/12/2025). Ia menceritakan bagaimana kehadiran dapur-dapur MBG membuka peluang kerja bagi warga sekitar.
“Sekarang enak, Bu. Saya sudah dapat kerja, ngupas bawang saja dapat Rp100 ribu,” kata Indah menirukan cerita warga dengan nada haru. Menurutnya, program MBG bukan hanya membantu masyarakat bertahan, tetapi juga mengembalikan rasa percaya diri dan harapan hidup.
Indah menyebut, selain siswa sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita yang menerima manfaat langsung MBG, masyarakat sekitar juga terlibat sebagai tenaga kerja penyiapan bahan baku hingga relawan dapur SPPG. Para pedagang bahan pangan lokal seperti penjual tempe dan tahu pun ikut merasakan peningkatan permintaan.
Baca Juga:Berkabut dan Sunyi, Danau Shuji 'Ubud'-nya Sumsel Ini Bikin Hati Langsung Adem
“Yang biasanya jualannya segitu-segitu saja, sekarang sudah jauh lebih banyak. Karena itu saya minta, jangan sampai program ini dikhianati. Ini program yang bagus, program yang mulia,” tegas Indah.
Saat ini, Kabupaten Lumajang mendapat kuota pembangunan 93 SPPG. Dari jumlah tersebut, 40 SPPG telah terisi dan 33 di antaranya sudah beroperasi. Namun, tantangan masih ada. Dari 33 SPPG yang berjalan, baru tujuh yang telah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Meski demikian, hampir seluruh SPPG telah memiliki sertifikat uji air, pelatihan penjamah makanan, serta sebagian sudah didukung koki berpengalaman.
Menanggapi paparan tersebut, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang mengaku bersyukur karena dampak positif MBG mulai dirasakan langsung oleh masyarakat. Menurutnya, cerita-cerita dari daerah seperti Lumajang sering kali luput dari perhatian publik.
“Banyak yang minta program MBG dihentikan. Tapi mereka tidak mendengar apa yang disampaikan Ibu Bupati Lumajang tentang dampak luar biasa program ini,” ujar Nanik.
Ia menyoroti berbagai tudingan yang menyebut MBG sebagai proyek politik atau proyek kelompok tertentu. Menurut Nanik, tudingan tersebut muncul karena sebagian pihak hanya melihat MBG sebagai pembagian anggaran, bukan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:BMKG Ingatkan Dampak Siklon Tropis Bakung, Potensi Cuaca Ekstrem Mengintai Sumsel
“Mereka melihat ini hanya pembagian kue, padahal tidak melihat multiplier effect yang tercipta. Dampaknya baru akan terasa beberapa bulan ke depan,” jelasnya.
Nanik menegaskan, sejak awal Presiden Prabowo merancang Program MBG bukan sekadar untuk memberi makan anak-anak sekolah, melainkan juga untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan daerah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah. Pemerintah optimistis, jika MBG berjalan optimal, pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 7 hingga 8 persen.
Ia bahkan menceritakan pertemuannya dengan Yayasan Rockefeller saat perancangan program MBG tahun lalu. Dalam pertemuan tersebut, Yayasan Rockefeller menyebut bahwa program berbasis pemenuhan gizi seperti MBG berpotensi menciptakan multiplier effect hingga 75 persen.
“Saya bilang, tidak usah 75 kali. Sepuluh kali saja, perputarannya bisa sampai Rp10 triliun di Lumajang. Itu sudah luar biasa,” ujar Nanik.
Cerita dari Lumajang menunjukkan bahwa Program Makan Bergizi Gratis bukan sekadar angka dalam laporan anggaran. Dari dapur MBG hingga pedagang tempe di pasar, program ini mulai membuktikan diri sebagai penggerak ekonomi rakyat—menghubungkan kebutuhan gizi dengan harapan hidup yang lebih layak bagi masyarakat kecil.