SuaraSumsel.id - Penggerebekan rumah mewah bak istana di Tulung Selapan, OKI, Sumatera Selatan (Sumsel) oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) membuka tabir kelam berupa jaringan narkoba kini tak lagi bermain di lorong gelap.
Mereka berpindah ke jalur terang yang berpenampilan orang kaya baru, tinggal di rumah berlapis emas mewah, dan menyamar sebagai "pengusaha sukses."
Rumah berlapis ornamen emas milik HS yang diduga menyimpan hingga 50 kilogram sabu, menjadi bukti nyata bagaimana citra sosial dapat menipu.
HS, yang dikenal sebagai dermawan dan low-profile di mata warga, kini diduga bagian dari jaringan pengendali narkoba lintas provinsi.
Baca Juga:Suasana Terkini! Rumah 'Berlapis Emas' Crazy Rich Sumsel Digerebek BNN, Simpan 50 Kilogram Sabu
Pakar menyebut ini sebagai narco-laundering persona—strategi ganda jaringan narkoba yang tak hanya mencuci uang, tapi juga membangun identitas sosial baru untuk menutupi bisnis haramnya.
Ciri-ciri umum modus ini antara lain:
- Membangun rumah megah di lokasi tak terduga, seperti desa terpencil atau pinggiran kota
- Gaya hidup mencolok tapi tertutup, seperti kendaraan mewah tanpa aktivitas bisnis yang jelas
- Aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, sebagai tameng reputasi
- Jarang berinteraksi dengan komunitas ekonomi formal, seperti pelaku usaha atau perbankan legal
“Ini cara baru untuk menghindari radar aparat. Masyarakat cenderung mengidolakan orang kaya baru tanpa mempertanyakan asal-usul kekayaan mereka,” ujar seorang sumber di BNN
Kenapa jaringan narkoba kini menyasar wilayah jauh dari pusat kota?
Daerah terpencil minim pengawasan transaksi besar, tidak semua kantor desa punya sistem pelaporan aset, dan warganya jarang mempertanyakan gaya hidup mencolok.
Baca Juga:Pabrik Narkoba Tersembunyi di Tengah Kota Palembang, Begini Modus Mengelabui Polisi
Ini menjelaskan kenapa HS bisa lama hidup "normal" tanpa terendus, meski rumahnya mencolok dan tidak punya usaha legal yang jelas.
Kasus rumah HS membuat aparat menyesuaikan taktik. BNN mulai mengembangkan peta risiko berdasarkan aset mewah tidak wajar di wilayah rural.
Kolaborasi dengan PPATK dan Ditjen Pajak juga diperkuat untuk memantau arus uang mencurigakan ke properti.
Di era ketika penjahat tak lagi bersembunyi, tapi menyamar jadi selebritas lokal, masyarakat perlu lebih kritis. Tidak semua rumah megah dan kedermawanan lahir dari usaha halal.
Bisa jadi, itu hanya topeng untuk menyamarkan kejahatan terbesar: merusak generasi melalui narkoba.