Indikator ketimpangan pengeluaran di Sumatera Selatan menunjukkan sinyal positif: Gini Ratio turun dari 0,331 pada September 2024 menjadi 0,311 pada Maret 2025.

Sekilas, ini memberi harapan bahwa kesenjangan sosial-ekonomi mulai mengecil. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, ketimpangan ternyata masih menancap kuat di wilayah perkotaan.
Gini Ratio di kota tercatat mencapai 0,370—jauh lebih timpang dibanding perdesaan yang hanya 0,224. Ini mengisyaratkan bahwa meskipun secara rata-rata ketimpangan menurun, ketimpangan di kota-kota justru lebih tajam.
Kekayaan dan daya beli lebih terkonsentrasi pada segelintir orang, sementara kelompok lain harus berjibaku di tengah tingginya biaya hidup urban.
Baca Juga:Bangkit, Meski Letih: Buku Baru Vebby Vretania Menginspirasi Perempuan Tetap Melaju

Turun Secara Statistik, Tapi Ketimpangan Masih Menganga
Secara statistik, benar bahwa angka kemiskinan di Sumatera Selatan menurun. Tapi data juga menunjukkan bahwa ketimpangan antar kelompok masih lebar, kota mengalami kesenjangan lebih tinggi dibanding desa.
Kebutuhan minimum (garis kemiskinan) terus naik, menandakan tekanan hidup yang lebih besar.
Dengan demikian, penurunan ini patut diapresiasi sebagai langkah maju, namun belum cukup sebagai indikasi bahwa masalah kemiskinan telah selesai.
Tantangan berikutnya adalah mengatasi ketimpangan dan meningkatkan kualitas hidup secara merata.
Baca Juga:Sumsel Sepekan: OTT Puluhan Kades & Anak Wali Kota Ditolak RS, Ini Rangkaian Kejadiannya