SuaraSumsel.id - Dunia pendidikan tinggi di Palembang sedang diuji.
Dalam sebulan terakhir, tiga perguruan tinggi swasta di kota ini menjadi sorotan nasional.
Masalahnya tak tanggung-tanggung—mulai dari dugaan keterlibatan dalam pencucian uang, pembatalan ijazah, hingga pemalsuan data untuk akreditasi.
Ketiganya memunculkan pertanyaan besar: sejauh mana integritas dan tata kelola kampus-kampus ini terjaga?
Baca Juga:Mati Lampu Sampai Sabtu! Ini Daftar Lengkap Lokasi Pemadaman Listrik oleh PLN di Sumsel
1. Universitas Bina Darma (UBD): Terseret Kasus TPPU
Nama Universitas Bina Darma (UBD) mendadak mencuat setelah disebut dalam dakwaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar Rp38 miliar yang melibatkan ASN Kementerian Keuangan.
Uang tersebut diduga mengalir ke yayasan pengelola UBD dalam bentuk donasi pembangunan gedung kampus pada tahun 2021.
Meski pihak kampus tidak membenarkan mengenai dugaan pencucian uang.
Menurut kuasa hukum Rektor, perkara tidak diketahui asal mula mengenai kontrak sewa menyewa tetapi merupakan gaji dari salah satu pelapor.
Baca Juga:Bank Sumsel Babel Perkuat Komitmen Pro Rakyat di Bangka Belitung Dengan Berbagai Bantuan Nyata
Sedangkan hasil gugatan perdata atas objek yang sama masih dalam proses hukum.
2. Universitas Kader Bangsa (UKB): Ijazah S2 Dibatalkan, Alumni Gagal Jadi Dosen
Sebanyak 55 alumni Program Pascasarjana UKB Palembang dikejutkan dengan pembatalan ijazah mereka oleh Kemendikbudristek.
Ijazah S2 mereka dinyatakan tidak sah karena program studi yang diikuti ternyata belum terakreditasi saat mereka lulus.
Dampaknya nyata dan menyakitkan: mereka gagal mengikuti rekrutmen dosen, bahkan beberapa harus mundur dari posisi ASN karena ijazah yang dianggap cacat administratif.
Polemik ini memunculkan dugaan kelalaian manajemen kampus dalam menginformasikan status akreditasi dan membuka program yang belum memenuhi syarat.
Pertanyaan publik ialah mengapa kampus tetap menggelar perkuliahan jika prodi belum legal?
3. Universitas PGRI Palembang: Data Dosen Dicatut demi Akreditasi?
Kasus lain tak kalah kontroversial datang dari Universitas PGRI Palembang.
Seorang mantan dosen menggugat kampus setelah namanya diduga dicatut sebagai dosen aktif dalam dokumen akreditasi.
Gugatan ini menyentuh isu krusial tentang etika akademik dan kejujuran data institusi. Jika benar, tindakan tersebut bisa berakibat serius, mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan akreditasi prodi terkait.
Pertanyaan publik bagaimana praktik manipulasi data dilakukan di kampus demi menjaga peringkat dan citra?
Wajah Buram Pendidikan Tinggi Swasta
Tiga kasus berbeda ini mencerminkan satu benang merah: lemahnya pengawasan, buruknya manajemen internal, dan absennya transparansi dalam pengelolaan kampus.
Di tengah tuntutan kualitas lulusan dan peningkatan daya saing SDM, bagaimana mungkin pendidikan tinggi justru menjadi ladang masalah?
Ketika kampus-kampus menjadikan reputasi sebagai kosmetik, bukan komitmen, maka publiklah yang akhirnya menjadi korban—terutama mahasiswa dan alumni yang menggantungkan masa depan pada institusi tersebut.
Sudah saatnya Kemendikbudristek dan LLDIKTI memperketat pengawasan serta memberi sanksi tegas bagi kampus-kampus yang tidak patuh pada aturan, demi menyelamatkan integritas pendidikan tinggi di daerah.