SuaraSumsel.id - Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan perkembangan positif dalam pengendalian inflasi.
Pada Mei 2025, daerah ini mengalami deflasi sebesar 0,35% (mtm), berbalik arah dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi tinggi sebesar 1,39% (mtm).
Secara tahunan pun, tren inflasi menunjukkan pelambatan yang menggembirakan. Dari yang sebelumnya tercatat sebesar 2,74% (yoy), kini inflasi tahunan Sumsel menurun menjadi 2,33% (yoy).
Meskipun ada penurunan, angka ini masih berada dalam rentang target nasional 2,5±1%, menunjukkan kondisi inflasi yang relatif terkendali dan stabil.
Baca Juga:Sejarah NU Sumsel Kini Dibukukan: Perjalanan dari Penjajahan Jepang ke Era Reformasi
Tren ini juga sejalan dengan capaian inflasi nasional yang turut menurun menjadi 1,60% (yoy) dari sebelumnya 1,95% (yoy), menandakan normalisasi ekonomi pasca periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), terutama Ramadhan dan Idulfitri.
Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Selatan merilis penurunan inflasi di Sumsel tidak lepas dari normalisasi permintaan masyarakat usai momen Lebaran.
"Banyak komoditas mengalami penyesuaian harga, utamanya kelompok bahan pangan yang sebelumnya melonjak tajam," bunyi rilis tersebut.
Komoditas dengan andil deflasi terbesar antara lain cabai merah (-0,22% mtm), bawang merah (-0,14%), bawang putih (-0,08%), emas perhiasan (-0,08%), dan cabai rawit (-0,06%).
Penurunan harga komoditas pangan ini disebabkan oleh masuknya musim panen di berbagai sentra produksi nasional, yang didukung kondisi cuaca yang bersahabat dan distribusi logistik yang lancar.
Baca Juga:5 Jurus Jitu Koperasi Merah Putih Bikin Pengrajin Songket Sumsel Go Digital
Selain itu, penurunan harga bawang putih terjadi karena meningkatnya volume impor serta penguatan nilai tukar rupiah, yang secara otomatis menurunkan biaya pengadaan barang dari luar negeri.
Di sisi lain, turunnya permintaan emas perhiasan setelah Lebaran serta koreksi harga emas global turut menurunkan harga emas di dalam negeri.

Capaian ini tidak terlepas dari kerja keras Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang secara konsisten menerapkan strategi 4K: ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
Strategi ini dijalankan melalui berbagai langkah konkret, seperti operasi pasar murah, yang dilakukan di berbagai wilayah guna menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat.
Selain itu, Bank Indonesia bersama TPID Sumatera Selatan juga menggencarkan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) melalui program GSMP Menyala, dengan memberikan pelatihan dan dukungan budidaya cabai rawit dan bawang merah kepada 68 dasawisma yang melibatkan sekitar 1.020 rumah tangga dan 17 Kelompok Wanita Tani (KWT).
Upaya ini membangun ketahanan pasokan dari tingkat rumah tangga dan komunitas, menjadikan pangan lokal sebagai penyangga utama dalam pengendalian inflasi.
Distribusi juga dipastikan tetap lancar melalui subsidi biaya angkut yang disalurkan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan BUMN, BUMD, sektor swasta, dan berbagai pihak terkait.
Komunikasi yang sinergis antar instansi diperkuat melalui publikasi informasi berkala dan pelatihan (capacity building), agar kebijakan yang dijalankan bersifat responsif dan menyeluruh.
Ke depan, Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya menjaga stabilitas harga dan mendukung ketahanan pangan.
Kolaborasi ini akan diwujudkan secara konkret melalui implementasi berkelanjutan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) serta perluasan cakupan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) hingga ke lebih banyak desa, rumah tangga, dan kelompok tani.
Langkah strategis ini bukan hanya berorientasi pada stabilitas inflasi jangka pendek, melainkan juga diarahkan untuk membangun fondasi ekonomi lokal yang tangguh melalui peningkatan produktivitas, penguatan rantai pasok, dan pemberdayaan masyarakat secara langsung.
Dengan memperluas program budidaya komoditas strategis seperti cabai dan bawang, serta memperkuat distribusi pangan antarwilayah, diharapkan masyarakat tidak hanya lebih tahan terhadap gejolak harga, tetapi juga lebih mandiri secara ekonomi.
Inisiatif ini juga ditopang dengan edukasi publik dan literasi ekonomi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya menjaga kestabilan harga dan konsumsi bijak.
Harapannya, tidak hanya inflasi yang tetap terjaga dalam rentang sasaran nasional, tetapi juga ketahanan pangan meningkat secara signifikan, serta pertumbuhan ekonomi daerah berlangsung lebih inklusif, kompetitif, dan berkelanjutan, sejalan dengan visi pembangunan Sumatera Selatan yang maju, mandiri, dan merata.