Keresahan serupa juga dirasakan Ivan (24), warga Kertapati, yang merasa beruntung sudah membeli emas sejak tahun lalu.
“Bulan depan mau nikah dan hari ini harga sudah Rp11 juta, untung sudah beli emas tahun kemarin untuk mahar,” ujarnya.
Fenomena ini mencerminkan bagaimana pergerakan harga emas turut mempengaruhi keputusan-keputusan penting dalam kehidupan pribadi masyarakat.
Dalam konteks budaya lokal, di mana emas tidak sekadar aset, tetapi juga lambang keseriusan dan penghormatan dalam prosesi pernikahan, kenaikan harga ini menjadi tantangan tersendiri.
Baca Juga:Eks Teller BNI Palembang Gelapkan Rp5,2 Miliar demi Umroh, Uang Nasabah Raib
Beberapa pasangan bahkan mengaku mulai mempertimbangkan alternatif bentuk mahar lain yang lebih ekonomis.
Namun demikian, tidak sedikit yang tetap berusaha mempertahankan tradisi emas sebagai mahar utama, meskipun harus merogoh kocek lebih dalam demi kehormatan dan nilai simbolis yang melekat pada logam mulia tersebut.
Kondisi ini mencerminkan bahwa fluktuasi harga emas tidak hanya berdampak pada pelaku bisnis dan investor, tetapi juga menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya generasi muda yang sedang mempersiapkan masa depan.
Bagaimana menurut kalian, apakah kalian juga merasakan dampak dari kenaikan harga emas yang kian meroket?
Baca Juga:Cemburu Buta, Polisi di Palembang Aniaya Mantan dan Arahkan Pistol ke Warga