Eks Teller BNI Palembang Gelapkan Rp5,2 Miliar demi Umroh, Uang Nasabah Raib

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan uang kas Kantor BNI Cabang Palembang kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang

Tasmalinda
Kamis, 17 April 2025 | 19:42 WIB
Eks Teller BNI Palembang Gelapkan Rp5,2 Miliar demi Umroh, Uang Nasabah Raib
Ilustrasi BNI. Korupsi teller BNI cabang Palembang ambil uang nasabah demi umroh

SuaraSumsel.id - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan uang kas Kantor BNI Cabang Palembang kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (16/4/2025).

Kasus ini menyeret terdakwa Weni Aryanti, eks Teller Supervisor Palembang Branch Office Bank BNI, yang diduga mengalirkan dana nasabah hingga miliaran rupiah ke sejumlah rekening fiktif.

Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Sangkot Lumban Tobing SH MH, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan dua saksi kunci, yakni Sadli selaku Manager Operasional Risk Control (Oric) Kanca BNI Palembang dan Fauriah Tika Sari, Manager Oric Kanwil.

Saksi Sadli mengungkapkan kejanggalan yang ditemukan saat audit internal, yaitu transaksi-transaksi mencurigakan yang dilakukan terdakwa Weni menggunakan rekening atas nama Sesa.

Baca Juga:Cemburu Buta, Polisi di Palembang Aniaya Mantan dan Arahkan Pistol ke Warga

Uang dari rekening Sesa ditransfer ke 16 rekening lain yang disebut sebagai “rekening tanpa fisik”, dengan batasan maksimal Rp1 miliar per transaksi untuk tiap rekening.

“Tidak ada tanda tangan di slip setoran. Dan setiap uang yang ditransfer, langsung ditarik habis oleh pemilik rekening. Saldo langsung kering,” kata Sadli melansir sumselupdate.com-jaringan Suara.com.

Lebih lanjut, Sadli menyebut bahwa rekening-rekening tujuan bukan milik warga Palembang. Nilai total uang yang ditransfer mencapai lebih dari Rp5,2 miliar. Motif utama terdakwa, menurut Sadli, adalah demi mendapatkan uang lebih dan melaksanakan ibadah umroh.

“Motifnya ingin dapat uang tambahan dan pergi umroh,” ujarnya.

Pernyataan tersebut sempat memicu reaksi hakim.

Baca Juga:TKA SPMB SMA 2025 Sumsel Diminta Dihapus! Ini Alasan Ombudsman

“Ketemu siapa di sana? Kok bisa mau umroh pakai uang begini?” ucap hakim Sangkot dengan nada mempertanyakan etika moral terdakwa.

Meski Weni diketahui bergaji antara Rp7-8 juta per bulan, ia tetap nekat melakukan transfer mencurigakan dengan menggunakan password milik Sesa, rekan kerja di BNI.

Hal ini diungkap oleh saksi kedua, Fauriah Tika Sari, yang ikut melakukan audit terhadap transaksi tersebut.

“Dia menggunakan password Sesa untuk mengakses sistem dan melakukan pengiriman uang tanpa fisik ke 16 rekening. Ini jelas pelanggaran,” ungkap Fauriah.

Hakim pun menyoroti sistem keamanan dana nasabah di BNI.

“Berarti bisa jebol kalau ada petugas seperti ini?” tanyanya.

“Betul, Yang Mulia, jika tidak ada sistem pengamanan berlapis, bisa terjadi penyalahgunaan seperti ini,” jawab Fauriah.

Terkait pengembalian dana, saksi menyebut terdakwa sempat menyampaikan niat mengembalikan uang tersebut secara mencicil, sebesar Rp2-3 juta per bulan.

Selain itu, terdakwa juga menawarkan satu unit rumah miliknya yang diklaim bernilai Rp10 miliar sebagai bentuk pengganti kerugian.

Namun, saat hakim menanyakan apakah saksi pernah melihat atau memverifikasi keberadaan rumah tersebut, saksi mengaku tidak mengetahui apa pun terkait aset itu.

Saksi yang hadir dalam sidang korupsi BNI cabang Palembang [sumselupdate]
Saksi yang hadir dalam sidang korupsi BNI cabang Palembang [sumselupdate]

“Saya tidak tahu dan belum pernah melihat sertifikat rumah milik terdakwa,” ujar Sadli menutup keterangannya.

Hakim kembali mengarahkan pertanyaan tajam kepada saksi, menyelidiki sikap dan itikad terdakwa usai perbuatannya terungkap.

“Setelah Saudara tahu bahwa pelakunya adalah terdakwa, apakah ia menunjukkan etika baik atau berniat mengembalikan uang tersebut ke pihak BNI?” tanya hakim.

Pertanyaan itu seolah menyentil sisi kemanusiaan dan moral dari kasus ini—apakah di balik pelanggaran berat itu, masih ada secercah niat untuk memperbaiki kesalahan? Sebuah pertanyaan yang tak hanya menuntut jawaban, tapi juga menguji nurani terdakwa.

“Ada yang mulia, dia mengatakan kepada saya bahwa dia sanggup membayar dan mengangsur itu sekitar 2 atau 3 juta perbulan, serta terdakwa juga mengatakan akan memberikan satu unit rumah yang harganya sebesar Rp10 miliar,“ jelas saksi saat menjawab pertanyaan majelis hakim.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya dan pendalaman terhadap aliran dana mencurigakan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini