Hal ini tidak hanya karena fluktuasi harga emas, tetapi juga untuk memberikan fleksibilitas finansial bagi kedua belah pihak dalam memulai kehidupan baru setelah pernikahan.
Beberapa pasangan bahkan berpendapat bahwa uang tunai dapat memberikan kesempatan untuk memulai usaha kecil atau menabung lebih fleksibel.
“Saya dan pasangan sepakat untuk mengganti mas kawin dengan uang tunai,” ujar Lina, calon pengantin perempuan yang tengah mempersiapkan pernikahan di Palembang.
“Kami lebih memilih untuk memulai kehidupan baru dengan sesuatu yang lebih berguna, seperti modal usaha, daripada terbebani oleh emas yang harga dan jumlahnya bisa terus berubah.” sambungnya.
Baca Juga:Proyek Rp330 Miliar Mangkrak, Siapa Bakal Jadi Tersangka Korupsi Pasar Cinde?
Namun, meskipun banyak yang mulai beralih ke opsi ini, tradisi yang telah berlangsung lama masih cukup kuat di banyak keluarga.
Beberapa keluarga lebih memilih untuk tetap menggunakan emas sebagai simbol pemberian mas kawin, meski harus menghadapi tantangan finansial.
Konflik Budaya dan Ekonomi
Perdebatan tentang mas kawin dalam bentuk emas versus uang ini mencerminkan konflik antara tradisi budaya dan kebutuhan ekonomi modern.
Pada dasarnya, mas kawin adalah simbol dari rasa hormat dan komitmen. Namun, dengan harga emas yang melonjak tinggi, ini tentu menjadi dilema bagi banyak pasangan.
Baca Juga:Trafik Data Indosat di Sumsel Melesat Saat Lebaran, Kinerja Jaringan Terjaga
Perubahan nilai emas yang cepat sering kali memaksa keluarga untuk menyesuaikan, dan itu bisa menambah beban psikologis di tengah persiapan pernikahan.