Harga Melonjak Saat Idul Fitri, Sumsel Catat Inflasi Tertinggi dalam Dua Tahun Terakhir

Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan lonjakan inflasi yang signifikan pada Maret 2025, dengan angka mencapai 1,53 persen

Tasmalinda
Selasa, 08 April 2025 | 20:31 WIB
Harga Melonjak Saat Idul Fitri, Sumsel Catat Inflasi Tertinggi dalam Dua Tahun Terakhir
Komoditi bawang merah. Salah satu komoditi yang menyumbang inflasi di Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan lonjakan inflasi yang signifikan pada Maret 2025, dengan angka mencapai 1,53 persen secara bulanan (month to month/mtm)—tertinggi dalam dua tahun terakhir.

Data ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Wahyu Yulianto, dalam konferensi pers di Palembang pada Selasa (8/4/2025).

Wahyu menjelaskan bahwa pendorong utama inflasi kali ini berasal dari kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan kontribusi andil sebesar 0,95 persen dan inflasi tahunan mencapai 7,71 persen.

Kenaikan tarif listrik dan konsumsi rumah tangga yang melonjak selama bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri 1446 H menjadi penyebab dominan di balik inflasi ini.

Baca Juga:Pilkada Empat Lawang: Dua Mantan Bupati Adu Kuat, Rebut Kursi di Pemilu Ulang

Menurut Wahyu, lonjakan ini memang tidak bisa dihindari mengingat karakteristik pengeluaran masyarakat yang meningkat signifikan dalam periode tersebut.

“Ini adalah inflasi tertinggi dalam dua tahun terakhir, bahkan setelah kita sempat mengalami deflasi pada dua bulan sebelumnya,” ujarnya.

Lonjakan ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh momen keagamaan dan penyesuaian harga terhadap pergerakan inflasi di tingkat regional.

Fenomena ini sekaligus menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah dan pelaku ekonomi untuk mengantisipasi gejolak harga yang berulang tiap musim perayaan besar, serta mendorong penguatan distribusi dan ketahanan pangan lokal agar tekanan inflasi tidak terlalu membebani masyarakat.

“Memang ini tidak bisa dihindari Maret Sumsel ini Inflasi yang tinggi, karena memang ada penyesuaian tarif listrik dan adanya peningkatan konsumsi masyarakat pada momen Ramadhan dan Idul Fitri 1446 Hijriah," katanya.

Baca Juga:Kronologi Kecelakaan Kerja PT Pusri yang Tewaskan Pekerja Saat Malam Takbiran

Kepala BPS Sumsel Wahyu Yulianto
Kepala BPS Sumsel Wahyu Yulianto

BPS mencatta nflasi Maret 2025 di Sumatera Selatan tak hanya dipicu oleh kenaikan tarif listrik, namun juga diperparah oleh lonjakan harga sejumlah komoditas penting yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari.

Komoditas tersebut antara lain bawang merah, emas perhiasan, bawang putih, dan telur ayam ras, yang seluruhnya mencatat kenaikan harga cukup tajam menjelang dan selama bulan Ramadan.

Kombinasi antara permintaan yang meningkat, distribusi yang terhambat, dan pasokan yang belum optimal menciptakan tekanan besar pada angka inflasi daerah.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumsel Herman Deru menekankan bahwa inflasi tak semata soal angka dan pasokan, tetapi juga menyangkut aspek psikologis masyarakat.

Ia menyebut fenomena panic buying atau belanja berlebihan sebagai salah satu pemicu utama lonjakan harga di pasaran.

Menurutnya, kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar menjadi solusi jangka panjang yang perlu terus digalakkan.

“Distribusi yang ditahan, itu psikologi. Maka ketika masyarakat punya kemandirian, tidak akan tergoyah oleh hal itu,” ujar Herman Deru seraya mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat ketahanan ekonomi lokal, terutama di sektor pangan.

Pernyataan ini sekaligus menjadi ajakan agar masyarakat lebih bijak dalam berbelanja dan pemerintah lebih sigap menjaga kestabilan pasokan serta distribusi barang, terutama menjelang momen besar seperti Ramadan dan Idul Fitri.

Inflasi yang tinggi, jika tidak diantisipasi, bukan hanya berdampak pada angka statistik, tetapi juga langsung menyentuh kesejahteraan masyarakat bawah.

Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, jauh sebelum lonjakan inflasi ini terjadi, telah mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan panic buying, terutama menjelang momen-momen besar seperti Ramadan dan Idul Fitri.

Menurutnya, kebiasaan membeli barang dalam jumlah berlebihan karena rasa panik justru akan memperburuk situasi pasar, menciptakan kelangkaan semu, serta membuka celah bagi oknum-oknum untuk menaikkan harga secara tidak wajar.

Ia menegaskan bahwa panic buying bukan hanya merugikan individu yang tidak mampu bersaing dalam membeli barang pokok, tetapi juga menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan, yang pada akhirnya mendorong inflasi tinggi seperti yang terjadi pada Maret 2025.

Herman Deru menyarankan masyarakat untuk tetap rasional dan tenang dalam menghadapi dinamika harga pasar. Ia juga mendorong peran aktif pemerintah daerah dan pelaku usaha dalam menjaga kestabilan distribusi barang serta memberi edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar.

"Inflasi bisa dikendalikan kalau kita semua saling mendukung, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Jangan karena panik, kita malah memperparah keadaan," ujarnya tegas.

Seruan ini menjadi penting, mengingat peristiwa inflasi tinggi kali ini menunjukkan betapa besar pengaruh psikologis masyarakat terhadap kondisi ekonomi daerah. 
 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini