"Kedaulatan pangan bukan hanya tentang hak untuk memproduksi dan mengakses makanan, tetapi juga melawan model agribisnis kapitalis yang seringkali merugikan perempuan dan lingkungan," ucapnya.
Dalam perjuangannya, sejumlah tantangan utama yang dihadapi seperti sistem patriarki yang membatasi peran perempuan dalam pertanian, monopoli agribisnis yang menggantikan pertanian tradisional dengan praktik eksploitasi.
"Lalu kekerasan gender, baik dalam rumah tangga maupun di ranah sosial dan politik," ucapnya.
Salah satu pencapaian terbesar LVC adalah pengesahan Deklarasi Hak-Hak Petani oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2018. Deklarasi ini mengakui hak-hak perempuan tani, termasuk akses terhadap tanah, perlindungan dari kekerasan berbasis gender, dan hak atas kesehatan serta pendidikan. Ini merupakan tonggak penting dalam perjuangan perempuan tani guna memperoleh hak yang setara di sektor pertanian.
Baca Juga:Palembang Dikepung Banjir! Hujan Deras Semalaman Bikin Warga Panik
"Namun, tantangan tetap ada. Kapitalisme terus memperluas pengaruhnya di pedesaan, sementara banyak perempuan yang masih dikriminalisasi karena mempertahankan hak-haknya atas tanah dan sumber daya alam," ucapnya.
Sejak tahun 2008, LVC meluncurkan kampanye global "Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan". Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai bentuk kekerasan yang dialami perempuan pedesaan dan pekerja tani, sekaligus mendorong kebijakan yang lebih adil dan melindungi hak-hak perempuan.
Perjuangan Perempuan Seri Bandung, Ogan Ilir
Dalam diskusi tersebut juga menghadirkan para perempuan Desa Seri Bandung, Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) yang hingga kini terus berjuang merebut tanahnya yang diserobot oleh perusahaan nasional PTPN VII.
Dalam laporan Solidaritas Perempuan (SP) sebelumnya mengungkapkan 22 desa di Kabupaten Ogan Ilir bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII unit Cinta Manis. Lahan yang menjadi sengketa antara masyarakat petani Ogan Ilir dengan pihak PTPN XIV, pada awalnya merupakan tanah pertanian yang dikuasai dan digarap masyarakat setempat.
Baca Juga:Ini Jadwal Imsakiyah 9 Ramadan 1446 Hijriah untuk Palembang, Prabumulih, dan Lubuklinggau
SP mendata tanah yang menjadi perkebunan tebu oleh PTPN VII telah diolah masyarakat sejak tahun 1980-1983, namun HGU I seluas 6.512 ha baru diterbitkan sekitar tahun 1995. Sementara HGU II seluas 8.866,75 Ha baru diterbitkan tahun 2016.
PTPN VII Cinta manis malah telah menggarap sekitar 20.089 ha lahan pertanian yang dikuasai oleh masyarakat setempat. Lahan tersebut terdiri dari tiga lokasi, masing-masing seluas 7.289 ha, 9500 ha dan 3.500 ha.
Pada tahun 2016, Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) kembali menerbitkan SK HGU di atas lahan yang masih berkonflik, dengan Nomor: 2/HGU/Kem–ATR/BPN/2016 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas Nama Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis, seluas 8.866,75 Ha yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
Diuraikan dalam peta Bidang Tanah Nomor 35/OKI/2003 tanggal 29 Desember 2003 (direvisi tanggal 16 Juni 2008) NIB.04.16.00.00.00001 malah berada di Desa Ketiau, Desa Beti, Desa Tanjung Atap dan Desa Seri Bandung, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
Pada September 2017, warga menuntut adanya peninjauan ulang HGU PTPN VII Cinta Manis saat beraudiensi dengan Kementerian ATR/BPN. "Kami sudah hampir 40 tahun kehilangan akses tanah akibat diserobot perusahaan, situasi ini membuat ekonomi sulit, sehingga yang paling merasakan ialah kami, perempuan ini," ujar Zubaidah pilu.