SuaraSumsel.id - Selama hampir dua bulan, kota Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) diriuh dengan atribut kampanye calon walikota dan wakil wali kota yang dipasang mulai dari jalan, persimpangan gang hingga rumah-rumah warga.
Riuh kampanye juga dilakukan oleh para pasangan calon pemimpin ibukota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ini. Mereka sudah menjumpai masyarakat jauh sebelum masa kampanye dengan gaya sosialisasinya cenderung sama.
Menjumpai untuk bersilaturahmi, meminta dukungan serta menyampaikan sejumlah bantuan. Tak lupa juga menyampaikan janji politik jika terpilih kemudian. Tampak seperti strategi sosialisasi sekaligus kampanye pada umumnya.
Pilkada Palembang pada 2024 diikuti oleh 3 paslon, Paslon 01 yakni Fitrianti Agustinda dan Nandriani. Sosok Fitrianti merupakan mantan wakil wali kota selama 7 tahun.
Baca Juga:Proyek Lambidaro Disetop, Bank Mandiri Digugat Nasabah di PN Palembang
Paslon nomor urut 02 Ratu Dewa dan Prima Salam. Ratu Dewa merupakan PJ Wali Kota Palembang yang memilih mundur untuk maju pada Pilkada tahun ini.
Sedangkan paslon 03, Yudha Pratama dan Baharuddin. Yudha dikenal sebagai politikus, pengusaha sekaligus anak mantan Gubernur Sumsel, Mahyuddin.
Sejumlah kegiatan rutin digelar para paslon sampai dengan kampanye akbar yang juga mendatangkan artis ternama.
Para paslon juga memanfaatkan media sosial dengan akun-akun pendukungnya. Hal ini terlihat dari sejumlah iklan kampanye yang ditampilkan terutama di media sosial instagram.
Ketiganya pun menggandeng influencer yang cenderung punya pengikut media sosial cukup tinggi. Tak hanya itu, mereka kerap menggelar acara-acara kebersamaan, seperti halnya temu gen z, pengajian dengan mendatangkan pendakwah, sampai menonton bersama (nonton bareng) pertandingan bola, timnas Indonesia berlaga.
Baca Juga:Ratu Dewa-Prima Salam Unggul di Pilkada Palembang 2024, Ini Hasil Lengkapnya
Meski sudah capek-capek kampanye, angka partisipasi Pilkada Palembang tahun 2024 turun. KPU merilis angka partisipasi hanya di angka 63 persen, sedikit mendekati 64 persen.
Angka partisipasi ini tentu lebih rendah dari target KPU. Pencapaian partisipasi ini pun diakui lebih rendah dibandingkan dengan pesta demokrasi di tahun yang sama, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Namun idealnya Pilkada punya angka partisipasi yang tinggi karena akan memilih pemimpin yang lebih dekat dengan masyarakat, seperti Gubernur, Wali Kota dan Bupati. Mereka adalah pemimpin yang akan paling sering menjadi tempat mengadu permasalahan pembangunan, termasuk paling cepat merasakan efek kebijakan pembangunannya.
Pada Pilkada 2024, di Sumsel setidaknya menggelar 18 pemilihan baik tingkat provinsi dengan pemilihan gubernur (Pilgub), juga pemilihan wali kota (Pilwako) dan pemilihan bupati (Pilbup).
Mengapa angka yang tidak berpartisipasi meningkat dibandingkan Pileg dan Pilpres 2024?
Pengamat politik Universitas Sriwijaya (Unsri), Ferdiansyah menilai sejumlah penyebab menjadikan tingkat partisipasi politik di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lebih rendah mulai dari hal teknis hingga munculnya fenomena kejenuhan pemilih (voter fatigue).
Dari sisi politis, ia pun menilai sikap tidak memilih atau tidak bersikap politik (apolitis) muncul karena kurang adanya perang gagasan yang disampaikan para paslon. Belum lagi metode kampanye cenderung sama, seperti merebut endorse dari presiden, sampai mantan presiden.
“Bahkan tak jarang menjadikan garda terdepannya ialah influencer bukan intelektual politik. Influencer ‘kan tentu berbeda dengan mereka para intelektual politik,” ujarnya.
Sementara Pemilihan Presiden (Pilpres) di awal tahun disebut mempengaruhi ketertarikan memilih di Pilkada.
Pilpres secara langsung melahirkan konsolidasi politik yang akhirnya merujuk pada pemilihan paslon yang maju di Pilkada.
“Mungkin karena pemilih berbeda dengan pilihannya saat Pilpres, akhirnya memilih tidak ikut mencoblos Pilkada,” ucapnya.
Ferdiansyah memperkirakan faktor psikologis juga mempengaruhi pemilih pada Pilkada 2024.
Menurut ia, saat ini muncul fenomena kejenuhan politik (voter fatigue) apalagi saat Pilpres, Pileg dan Pilkada diselenggarakan secara serentak di tahun yang sama.
“Meski bukan seorang psikolog, nampaknya masyarakat terlalu banjir informasi. Misalnya warga Palembang, juga akhirnya mendapatkan informasi Pilkada daerah lain. Informasi yang terlalu crowded (ramai) bisa juga membuat pemilih jenuh dan akhirnya memutuskan tidak memilih,” ujarnya.
Belum lagi, sambung dosen hubungan internasional ini, jika dalam masa kampanye terlalu banyak drama dan gimmick paslon yang akhirnya membuat keengganan memilih.
“Misalnya paslon yang gagap menyampaikan visi dan misi, paslon yang walkout saat debat, debat Pilkada ini pun terpanjang. Drama dan gimming juga bikin pemilih kelelahan, belum lagi atribut bertebaran tanpa gagasan jelas,” ujarnya.
Meski demikian, Ferdian mengungkapkan partisipasi pemilih di negara demokrasi merupakan sebuah dinamika politik. Di negara seperti Amerika Serikat (AS) pun pada pemilihan di tahun 2022 juga meraup partisipasi tidak sampai 50 persen.
KPU merilis jumlah total suara sah dalam Pilkada serentak 2024 di Kota Palembang sebanyak 758.086 suara dan suara yang tidak sah 37.278 suara dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 1,2 juta pemilih.
Ketua KPU Palembang Syawaluddin mengklaim jika KPU telah berusaha semaksimal mungkin mensosialisasikan masyarakat datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada hari pencoblosan.
Sementara hasil rekapitulasi KPU Palembang diketahui jika paslon nomor 2 Ratu Dewa-Pima Salam (RDPS) unggul dengan perolehan suara
Hasil rekapitulasinya Ratu Dewa-Prima Salam (RDPS) unggul dengan perolehan 352.696 suara atau 46,52 persen dari suara sah.
Dua paslon lainnya, yakni paslon nomor urut 1, Fitrianti-Nandriani memperoleh 175.495 suara atau 23,14 persen. Kemudian, paslon nomor urut 3, Yudha-Bahar memperoleh 229.895 suara atau 30,32 persen.