Satu Dekade Reforma Agraria Ala Jokowi, Gagal Padamkan Bara Konflik PTPN 7?

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan menargetkan pemenuhan kebutuhan gula demi swasembada gula tahun 2024.

Tasmalinda
Kamis, 20 Juni 2024 | 21:44 WIB
Satu Dekade Reforma Agraria Ala Jokowi, Gagal Padamkan Bara Konflik PTPN 7?
Ilustrasi petani demo sengketa agraria. Menguak Ironi Reforma Agraria Ala Jokowi

Konflik agraria yang diartikan merupakan situasi akibat adanya pertentangan klaim hak atas tanah antara dua pihak atau lebih baik persoalan ketidakadilan agraria yang dialami masyarakat akibat terbitnya kebijakan/keputusan pejabat publik.

KPA mengartikan konflik agraria yang bersifat struktural merupakan manifestasi terjadinya perampasan tanah masyarakat oleh badan usaha negara atau swasta, yang difasilitasi oleh instrumen hukum.

Konflik agraria juga menunjukkan adanya relasi kuasa yang timpang atas sumber-sumber agraria. Oleh karena ini, konflik agraria yang dilaporkan oleh KPA mengacu kepada masalah agraria struktural yang dialami oleh kelompok petani, masyarakat adat, nelayan, masyarakat agraris yang berhadap-hadapan langsung dengan klaim-klaim izin dan hak atas tanah oleh kelompok badan usaha dan bisnis (perusahaan) baik perusahaan milik negara maupun swasta, serta dengan instansi pemerintahan/lembaga negara.

KPA mencatat letusan konflik agraria perkebunan sebagian besar terjadi di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat dengan 11 letusan konflik.

Baca Juga:Fakta Baru! Tersangka Korupsi Internet Musi Banyuasin Terima Rp 7 Miliar

Konflik lahan terbanyak lainnya berada di Jawa Barat dan Jawa Timur mencapai 7 konflik. Sementara di Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan masing-masing terjadi lima letusan konflik.

Tingginya angka letusan konflik perkebunan di Sumatera dan Kalimantan tidak terlepas dari penguasaan perkebunan seperti sawit dan lainnya.

Ketua KPA Sumsel Untung Saputra menjelaskan konflik lahan dengan perusahaan negara, seperti BUMN PTPN VII menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Di Sumsel sendiri, PTPN bergerak dalam lini usaha komoditi yang menjadi unggulan daerah, seperti halnya tebu, sawit, teh dan karet.

Ironisnya perusahaan yang merupakan perusahaan di rumah sendiri, perusahaan negara malah masih menyisakan konflik menahun.

“Ironi sebuah Nawacita pemimpin, janji memberikan akses akan tanah pada kelompok petani dan masyarakat (rakyat) tidak menyelesaikan sengketa di perusahaan milik sendiri,” ujarnya kepada Suara.com belum lama ini.

Baca Juga:Kisah Pilu SD Negeri 20 Palembang Tak Ada Pendaftar, Sekolah Terancam Ditutup?

KPA mendata sebagai perusahaan plat merah seperti PTPN juga punya catatan sejumlah konflik di Sumsel. Seperti di kabupaten Ogan Ilir yang belum ada solusi bagi masyarakat Seri Bandung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini