SuaraSumsel.id - Peristiwa kebakaran hutan dan lahan atau karhutla yang kerap terjadi setiap tahun menjadi pelajaran bagi semua pihak. Terutama upaya memberdayakan petani di Sumatera Selatan (Sumsel) agar lebih maksimal.
Hal ini disampaikan Achmad Yakub, yang terakhir ini penjabat sebagai Asdep Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, di Palembang, Jumat (9/12/2023) sore.
Dalam FGD Roundtable Discussion Lingkungan Hidup Kawali Sumsel dengan Tema “Membangun Sinergi antar Stackholder di Sumatera Selatan untuk Pengendalian Karhutbunla, ia mengungkapkan Sumsel memiliki pengalaman buruk mengalami karhutlabun.
Pada situasi demikian dibutuhkan integritas dalam memetakan kondisi khusus di Sumsel. "Sumsel dengan karakter petaninya, kawasan atau lanskap gambut, sekaligus memberikan efek jera pada pelaku pembakar hutan seperti halnya perusahaan yang kerap lalai menjaga lahannya," ujarnya.
Baca Juga:Sumsel Ekspor Puluhan Ribu Kilogram Paha Kodok Senilai Rp2,3 Miliar ke Prancis
Kerena itu, pemberdayaan pada petani sangat perlu dimaksimalkan. Karhutla pun akan berdampak panjang yang di antaranya pada hasil produksi pertanian yang mempengaruhi ketersedian pangan bagi masyarakat.
"Petaninya perlu diberdayakan, agar mampu memaksimalkan lahan, tidak lagi membakar. Petani butuh perhatian," ucapnya usai FGD.
Yakub memastikan banyak corak budidaya yang berhasil dikembangkan sebagai pilot project pertanian tanpa bakar saat membuka ladang.
"Contoh-contoh pertanian baik, hendaknya dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan menyesuaikan corak ladang dan kompososisi lahan, apakah bergambut atau bukan," ucap Yakub.
Dia mencontohkan bagaimana Sumsel mengulang bencana karhutla dalam belasan tahun terakhir. Apalagi upaya penanggulangan yang dilakukan Pemerintah baik dengan metode waterboombing juga menelan biaya besar.
Baca Juga:Sejumlah Pejabat Polda Sumsel Dimutasi di Akhir Tahun 2023, Berikut Daftar Lengkapnya
Dengan konteks masalah yang terus terulang, aktivis petani ini menekankan sangat dibutuhkan kolaborasi banyak pihak terutama pada aspek pencegahannya.
"Selain petani yang terus diberdayakan, pemerintah,swasta dan lembaga swadaya masyarakat hendaknya juga bisa punya langkah bersama. Sehingga sebelum terjadi kebakaran yang luas, sudah ada upaya mencegah bersama," kata Yakub.
Merunjuk data institite HaKi, Yakub mengungkapkan jika besaran titik api juga cenderung berada di kawasan konsensi milik perusahaan.
"Meski petani dalam skala kecil juga berladang, namun perusahaan pun harus ditindak secara hukum sehingga punya efek jera. Kewenangan penegakkan hukum seperti kepolisian juga harus tegas," ujarnya.
Kolaborasi perusahaan dengan kelompok petani yang berada di sekitar lahan konsensi harusnya diciptakan oleh pemerintah daerah sekaligus pemegang kewenangan dan kebijakan lainnya.
"Tentu seolah tak adil kan ya, petani banyak ditangkap, tapi di perusahaannya malah lebih sedikit. Saya menekankan, jika saat ini perusahaan pun bisa dihukum, secara lembaga, atau izin konsensi dievaluasi," ucap Yakub menjelaskan.
Selain itu, Perwakilan Perkumpulan Anak Bangsa, Riza Tony Siahan lebih menegaskan mengenai integritas sekaligus pemahaman di masyarakat mengenai kerusakan lingkungan.
"Selama ini, atau budayanya banyak yang masih menganggap jika asap karhutla itu hal biasa, padahal itu kerusakan yang berdampak luas, terutama pada kesehatan," ucap Riza.
Hadir dalam pembukaan FGD, PJ Gubernur Sumsel Agus Fatoni pun mengungkapkan pemerintah daerah terus melakukan evaluasi pada peristiwa karhutlabun.
Dengan adanya FGD tentu akan membuat resolusi masalah yang seharusnya bisa menekan bencana karhutla tersebut.
"Evaluasi kita memang terus ada, bagaimana nantinya peristiwa ini tidak berulang, pemetaan masalah harusnya lebih menyeluruh. FGD ini salah satu upaya memetakkan permasalahan lebih detail dan menyeluruh tersebut," kata Fatoni.