Manager Program Perkumpulan Lingkar Hijau, M. Arif mengungkapkan bencana ekologis, banjir di Palembang sudah bisa diprediksi sejak lama.
Lembaga ini mendasarkan hasil riset Program Jurnalisme Data Kompas, 24 Agustus 2021 yang menyebutkan Palembang, menjadi satu dari tujuh kota di Indonesia dengan kerentanan tinggi atas krisis iklim yakni naiknya permukaan air laut.
"Pemkot Palembang juga telah membahas dengan DPRD sekaligus merevisi RTRW seakan menjadi proyek proyek perusakan Rawa dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)," ujarnya belum lama ini.
Berdasarkan analisis peta dengan menggunakan Peta tata ruang Kota Palembang 2012-2032, dan pencitraan jarak jauh serta pengecekan lapangan sedikitnya 207 kasus kejahatan tata ruang terhadap Perda RTRW Kota Palembang 2012-2032 berupa alih fungsi RTH dan Rawa konservasi maupun rawa budidaya yang diduga menjadi kawasan industri, seperti industri properti/perumahan, hotel, showroom mobil, peternakan dan industri lainnya yang tersebar di 13 Kecamatan, 25 Kelurahan di kota Palembang.
Baca Juga:Kepergok Mandi di WC SPBU, Tiga Anak Gadis di OKU Sumsel Disekap
Dengan aktivitas itu, alih fungsi lahan RTH dan Rawa telah mencapai 404,19 hektar dengan analisis data sejak 2014 - 2021.
Dia menjelaskan kondisi ini sebagai kejahatan lingkungan yang bisa dijerat pelanggaran tata ruang, seperti peraturan Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rawa, Perda Nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW kota Palembang 2012 - 2032, UU 26 tahun 2007 tentang tata ruang dan juga undang undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya terkait Amdal dan Izin Lingkungan.
“Pemerintah, industri properti dan lainnyajelas-jelas telah pengalihan rawa dan RTH sebagai bentuk kejahatan tata ruang yang seharusnya juga mengganti kerugian publik,” ujarnya.
Wawako Fitrianti Agustinda sempat mengungkapkan setidaknya Palembang memiliki 200 titik penyumbatan pemicu banjir. Salah satu penyebab ialah bangunan yang menutupi aliran sehingga mengakibatkan saluran sungai mengecil.
Pelanggaran Perda Rawa yang Konsisten
Baca Juga:Tiga Anak Gadis Disekap di WC Toilet SPBU OKU Sumsel, Orang Tua Emosi
Senada dikatakan Pengamat Lingkungan Kota, Taufik Anwar yang menilai akar persoalan dari banjir ialah Pemerintah yang tidak patuh pada Perda Rawa. Hal ini membuat masyarakat berasumsi diperbolehkan menimbun rawa asalkan membayar retribusi ke Pemda.